Mohon tunggu...
hida
hida Mohon Tunggu... Penulis - writer

Art

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Demi Alloh, Aku Cinta

2 Oktober 2015   14:03 Diperbarui: 2 Oktober 2015   14:03 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

El Hida

No. 77

 

Isteriku, adalah seorang ibu yang begitu tangguh untuk anak perempuannya yang begitu bandel. Sering aku melihat mereka bertengkar dengan hebatnya, sehingga aku hanya bisa dengan diam mencoba memisahkannya. Aku pikir maklum, anakku kini berusia 15 tahun. Dan usia ini adalah usia di mana segala hal ingin dicoba.

“Umi, walaupun Umi dan Abi gak ngasih ijin, aku akn tetap pergi dengan teman-teman!” suatu sore di hari Sabtu, ketika isteriku tak memberikan ijin pergi buat anakku yang ingin malam mingguan dengan teman-teman sekolahnya. Aku sedang menulis di depan komputer, sedangkan di luar langit berwarna jingga.

“Hidza!! Sekali Umi bilang tidak, berarti tidak. Mau ngapain kamu malam minggu pergi ke alun-alun dengan teman-temanmu yang suka macam-macam itu. Kamu itu perempuan, apa kata orang nanti kalau kamu kelayaban malam-malam, sedang orangtuamu adalah orang yang dihormati! Kamu harus bisa menjaga kehormatan orangtuamu. Untuk apa Umi sekolahkan kamu sedangkan kamu hanya asik main-main. Anak sekolah itu tugasnya belajar, bukan main-main. Kalu kamu ingin main, ya jangan sekolah!” suara Isteriku terdengar begitu tegas dan sangat keras. Anakku hanya diam. “Masuk kamar!!”.

“Nggak!!” dengan kerudung yang alakadarnya, anakku bergegas pergi keluar rumah. Isteriku menangis, dan aku menghampirinya dengan senyum berusaha menenangkannya.

Aku tidak mencoba menyusulnya, aku biarkan anakku pergi untuk malam ini. Tapi setelah Isya nanti, aku akan mencoba memerhatikan anakku dan teman-temannya ke alun-alun tempat biasa mereka nongkrong dan sebagainya.

Malam itu, aku pergi dengan motorku menuju alun-alun untuk memastikan anakku ada di sana. Dan memang benar, anakku ada di sana sedang berkumpul dengan teman-temannya. Aku lihat hanya anak-anak perempuan sebayanya. Aku lihat jam di tanganku menunjukkan jam delapan lima belas menit. Masih belum larut, pikirku. Tapi tiba-tiba, aku mendengar serine dari mobil Polisi. Benar saja, ternyata Polisi melaksanakan patroli ke alun-alun tempat nongkrong anakku. Aku melihat anakku dibawa ke mobil patroli bersama teman-temannya. Aku bergegas pulang.

Aku membawa isteriku ke kantor polisi. Jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku. Kepanikan begitu terlihat di wajahnya yang lelah. Aku hanya bisa berusaha menenangkannya dengan pelukan.

Di kantor Polisi, ternyata anakku kedapatan membawa satu paket sabu di saku roknya. Anakku berkata bahwa dia tidak membawanya. Dan aku percaya, karena aku tahu sebandel-bandelnya Hidza Raina Syifa, dia tak akan sampai melakukan hal-hal di luar batas agama.. Karena itulah aku selalu memberi kesempatan untuknya mencari jati dirinya sendiri. Dan benar saja, setelah dilakukan tes urine, hasilnya negatif. Satu paket sabu itu sengaja dimasukkan temannya untuk mengelabuhi petugas. Aku lihat kelegaan di mata isteriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun