Mohon tunggu...
el_ anwar
el_ anwar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merefleksian Hubungan Manajemen Pendidikan Islam dengan Merumuskan Ide Induktif

8 Maret 2017   04:55 Diperbarui: 8 Maret 2017   16:00 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan berpikir induktif dengan manajemen pendidikan Islam mengarah kepada bagaimana seorang pemimpin membuat keputusan dan membuat perencanaan dengan berfikir secara induktif yang pada dasarnya buah dari hasil dari pemikiran itu salah tapi beralasan. Akan tetapi buah dari hasil pemikiran seorang pemimpin itu tidak bisa dikatan salah karena mempunyai alasan yang kuat. Dalam hal ini pemimpin dituntut untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan yang dihadapinya dengan melakukan eksperimen untuk meminimalisir kesalahan dan juga mencari pengalaman untuk dibangun oleh seorang pemimpin sebagai dasar kebenaran. Dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Apabila pemimpin tersebut  menerapkan cara penalaran yang bersifat induktif berarti orang yang bergerak dari bawah menuju ke atas. Artinya, dalam hal ini orang mengawali suatu penalaran dengan memberikan contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa khusus yang sejenis kemudian menarik kesimpulan yangbersifat umum. 

Logika induktif, merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari kasus khusus atau contoh menuju kasus umum atau dalil atau hukum atau kesimpulan umum. Orientasi filosofis dari logika induktif adalah lebih mengarah ke aliran empirisme, sedangkan orientasi filosofis dari logika deduktif adalah lebih kearah aliran rasionalisme atau positivisme.  Penalaran induksi sering pula dikaitkan dengan sebuah korelasi atau hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dua buah kejadian yang berbeda. Hasil-hasil kesimpulan secara induksi juga dikaitkan dengan kualitas sebuah kejadian. Meskipun metode penalaran induktif bisa saja menghasilkan kesimpulan yang salah, namun setidaknya kesimpulan yang diperoleh itu beralasan. Sehingga kita tidak dapat mengatakan induksi sebagai suatu kesalahan karena untuk melakukan perkiraan atau asumsi dengan induksi adalah valid. Memang benar kita tidak dapat memastikan bahwa suatu teori/hipotesa melaui induksi itu benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesa itu belum salah. Inilah landasan berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan keasalahan teori/hipotesa itu, maka teori/hipotesa itu akan selalu dianggap benar. Dengan demikian induksi memungkinkan berkembangnya konsep dasar suatu ilmu.

Induktivisme tidak dimaksudkan untuk menimbulkan keraguan tentang peranan induksi dalampembentukan pengetahuan melalui metode ilmiah. Kritik ini haruslah dipandangsebagai acuan dalam mencari solusi alternatif mengatasi kelemahan-kelemahandalam induksi. Penggunaan pancaindera yang memiliki keterbatasan harus dibantudengan teknologi yang sempurna untuk menyempurnakan pengamatan. Metode-metodeeksperimen yang dijalankan harus ditetapkan secara benar sehingga bias karenaketerbatasan pengamatan manusia dapat diminimalisasikan. Pengalaman-pengalaman yang dibangun sebagai dasar kebenaran juga harus didukung dengan teori-teoriyang relevan. Bergantung pada pengalaman pribadi saja bisa menimbulkan subyektivitas yang tinggi. Oleh sebab itu kajian terhadap pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada sebelumnya harus dilakukan sehingga kebenaran yang ingin didapatkan memiliki sifat obyektivitas yang tinggi. Pengetahuan tidak semata-mata mulai dari pengalaman saja, tetapi ia harus menjelaskan dirinya dengan pengalaman-pengalaman itu.

Kritik terhadap induksi perlu juga dipahami sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan adanya keterbatasan dalam induksi sebagai salah satu prosedur dari metode ilmiah, memberi gambaran kepada kita bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan bukanlah satu-satunya kebenaran yang ada. Tetapi sebagai ilmuwan,kita harus dengan rendah hati mengakui bahwa di luar ilmu pengetahuan masih terdapat kebenaran lain. Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisaberjalan sendiri, tetapi didalam membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup,kebenaran ilmu pengetahuan perlu berdampingan dengan kebenaran-kebenaran dari pengetahuan lain, seperti seni, etika dan agama. Pengetahuan-pengetahuan laindi luar ilmu pengetahuan ilmiah perlu dipahami pula dengan baik oleh parailmuwan agar dapat menciptakan atau menghasilkan nuansa yang lebih dinamis pada pengetahuan ilmiah.

Semoga Bermanfaat...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun