Mohon tunggu...
Fitriyani
Fitriyani Mohon Tunggu... Freelancer - Junior Editor at Delilahbooks.com

A woman who loves writing story beyond her imagination.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Skripsi oh Skripsi: Bikin Stres Sampai Depresi, Bahkan Nekad Bunuh Diri

14 Oktober 2014   17:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:04 9717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tergerak membuat tulisan ini ketika kemarin seorang kakak kelasku di Paramadina mengatakan iri melihatku di wisuda dan harus merasa puas dengan keadaannya sekarang. Dia mengaku pusing dan sudah tidak sanggup lagi untuk meneruskan mengerjakan skripsi. Aku yang merasa gemas segera mencecarnya dengan kalimat-kalimat yang cukup pedas. Dia tiga tahun lebih dulu masuk kuliah daripada aku, namun semangatnya gampang sekali jatuh dan merasa pesimis akan berhasil dengan usahanya. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak sepintar dan sehebat kami yang baru diwisuda kemarin, dan ia salah memilih jurusan. What? Dia udah tinggal skripsi doang baru ngomong salah milih jurusan? Kemarin-kemarin kemana aja?

Dia bilang, pusing, salah melulu, jadi dia bingung harus bagaimana. Disamping itu, dia juga kini telah menikah dan sedang menanti kelahiran anak pertama, itu pula salah satu alasan dia menyerah, karena keadaannya yang sedang hamil tidak memungkinkan untuk mengerjakan tugas akhir kuliah. Namun aku tak menyerah begitu saja menasihatinya, aku contohkan kakak kelas kami yang tercatat sebagai angkatan 2002 dan baru mengerjakan skripsi tahun ini serta berhasil lulus. Lama kelamaan, ketika sikap pesimistisnya tidak bisa ditolerir lagi. Aku mengucapkan kalimat pamungkas.

“Jangan jadi contoh buruk buat anak kakak, masa ntar anak kakak hanya bisa mendapatkan cerita kalau ibunya gagal menjadi sarjana cuma karena ibunya menyerah dan tak mau berusaha lebih keras. Kasihan anakmu nanti.”

Setelah kuucapkan kata-kata itu, ia mulai mengafirmasi perkataanku. Maaf, bukannya aku berambisi  agar dia mengiyakan kata-kataku. Aku hanya merasa gemas dan cukup jengkel dengan pribadinya yang selalu memandang rendah diri sendiri, selalu memandang orang lain lebih segalanya daripada dia. Dia selalu merasa jelek dan gak pantes bergaul dengan siapapun. Padahal, dia gak jelek-jelek amat, buktinya beberapa lelaki pernah berusaha memperebutkan dia. Dan diapun telah mendapatkan jodoh meski kuliahnya belum selesai. Sedangkan aku yang merasa cantik ini pacar saja ndak punya dan jodohku belum keliatan batang hidungnya. (Abaikan bagian ini!)

Kembali tentang skripsi, jika saja dia mau membuka mata, masalah-masalah yang membuat stress dalam mengerjakan skripsi bukan dia seorang yang mengalami. Saya yakin seratus persen, semua mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi memiliki segudang masalah yang bisa jadi membuat mereka depresi, bahkan beberapa waktu lalu ada kabar bahwa seorang mahasiswa yang stress karena skripsi nekad bunuh diri karena gak kuat menghadapi tekanan dalam mengerjakan skripsi.

Hal ini juga berlaku bagi mereka yang mengerjakan tesis, dosenku sendiri mengatakan bahwa ia memiliki teman yang selalu jatuh sakit ketika mulai mengerjakan tesis, tapi ketika tidak mengerjakan tesis ia sehat-sehat saja.

Jadi sebenarnya masalah skripsi ini benar-benar masalah klasik yang dialami oleh semua mahasiswa yang sedang berada di tingkat akhir. Bermacam-macam cara mereka mengatasi tekanan psikologis skripsi ini, ada yang alih-alih mengerjakan skripsi malah menulis novel untuk menyalurkan kegalauan karena skripsi (Salah satunya novel Negeri 5 Bahlul yang dibuat saat penulisnya galau mengerjakan skripsi). Dan macam-macam yang lainnya.

Saya sendiri, tidak terbebas dari masalah-masalah itu. Tekanan-tekanan dalam mengerjakan skripsi sungguh-sungguh berat saya rasakan, meski anehnya tak membuat badan saya menjadi kurus (oke, abaikan!).

Meski sebenarnya saya telah memikirkan judul dan tema skripsi yang saya ambil saat awal semester tiga, yakni pada semester ganjil tahun 2011. Saya yang saat itu sedang tergila-gila dengan buku Revolusi Jilbab yang berisi kisah nyata perjuangan muslimah memakai jilbab di tahun 80-an tergerak untuk mengambil tema tentang jilbab. Apalagi melihat fenomena jilbab di indonesia yang begitu booming saat ini dibandingkan tahun 90-an.

Kemudian ketika jurusan kami diajak kerjasama mengadakan bazar buku, saya menemukan sebuah buku terbitan dari penerbit Lkis dengan judul Pshycology of Fashion: Fenomena Perempuan Melepas Jilbab. Ternyata buku itu merupakan sebuah tugas akhir dari mahasiswa Psikologi yang kemudian dibukukan. Maka, makin mantaplah saya untuk memilih tema tentang jilbab. Kemudian mengerucutkan kajian khususnya  tentang jilbab di Paramadina. Dimana Universitas Paramadina sering dianggap sebagai kampus liberal yang berafiliasi dengan JIL, namun nyatanya banyak mahasiswi Paramadina yang justru tergerak untuk berjilbab setelah berkuliah di Paramadina. Di samping itu, ada pula mahasiswi yang memutuskan melepas jilbab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun