Mohon tunggu...
El Fietry Jamilatul Insan
El Fietry Jamilatul Insan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aku seorang perempuan, yang bangga menjadi perempuan, dan selalu menyediakan ruang cinta untuk perempuan, meski aku bukan lesbian :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ayah, Maaf Aku Membencimu (Part 2)

13 November 2014   22:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:52 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Anakku, ibu janji tidak akan membiarkanmu mengalami masa kecil yang buruk seperti yang ibu alami.” Aku terisak sambil memeluk anak perempuanku yang masih balita. Hatiku terasa sangat sakit mengenang masa kecilku yang begitu pahit.

“Nasya! Bangun Nasya!” sebuah guncangan di bahu membangunkanku. Aku tersentak dan segera membuka mata.

Perlahan-lahan kesadaranku pulih, aku sedang berada di kamar kostku, bersama Miranda, teman sekamarku. Aku masih seorang perempuan lajang, bukan seorang ibu seperti di mimpiku tadi.

“Kamu mimpi apaan sih sampe ngeluarin airmata gitu?” Miranda bertanya penasaran.

Aku mengusap airmataku, ternyata aku tidak hanya menangis dalam mimpi, tapi mengeluarkan airmata sungguhan. Jadi, tadi itu cuma mimpi? Tapi mengapa sakit yang kurasakan di hati ini begitu nyata? Kupegangi dadaku yang terasa nyeri. Sebegitu hebatnya trauma yang diciptakan ayahku hingga aku menjadi seperti ini.

“Hei, Nasya. Kok diem aja sih? Kamu udah sadar apa belum?” Miranda memegang kedua bahuku. “Kamu kangen sama Emily ya sampe tidur sambil nangis gitu?”

Aku hanya mengangguk pelan padanya. Mengafirmasi tebakannya, agar ia tak bertanya lebih jauh lagi.

“Aku mau tidur lagi ya. Mir.” Pintaku.

“Yaudah, tadi aku cuma kuatir sama kamu. Semoga gak mimpi buruk lagi ya.”

Aku tak menjawab, kurebahkan tubuh di atas kasur lantaiku. Memejamkan mata, berusaha mengusir bayangan mimpi tadi. Jika itu hanya mimpi, mengapa terasa begitu nyata? Dan sakit yang kurasa, bukan hayalan belaka. Kulirik Miranda sekilas yang kembali sibuk di depan laptopnya. Miranda, mimpi burukku hadir saat aku membuka mata, bukan saat aku tertidur.

***

“Promise me, you will be okay.” Emily berujar sendu ketika aku mengantarkannya ke Bandara, ia akan kembali ke negaranya, masa studinya di Indonesia telah berakhir.

“I promise.” Aku berusaha tersenyum padanya. Menciptakan kenangan indah sebelum kami berpisah dan entah kapan akan bersua kembali.

“It’s so hard leave you here. In my farewell party last night, you’re so quiet. I’m worry.” Emily berkata penuh perhatian.

“Don’t worry, I’m just fine. Having you as my best friend is the best gift from God.” Aku kembali tersenyum padanya. Mencoba menenangkan hatinya.

Emily memelukku erat sekali, lalu berpamitan pada semua teman-teman yang mengantarkannya ke Bandara. Hanya Emily yang tahu masalahku dengan ayah, tak seorangpun kuceritakan tentang hal ini kecuali dia.

***

Sudah tujuh tahun aku tak pulang ke rumah. Aku malas bertemu ayah, dari penuturan adikku yang kuhubungi lewat telepon, sikap ayah masih belum juga berubah. Dia masih suka marah-marah, dan membentak anak-anaknya ketika melakukan sesuatu yang dianggapnya salah. Ah, Ayah. Tak pernahkah engkau belajar? Bahwa amarahmu menciptakan luka yang begitu dalam hingga sulit disembuhkan. Kapankah kau akan berubah Ayah?

Andai aku bisa, ingin rasanya membawa kedua adikku bersamaku, agar tak lagi jadi pelampiasan amarah ayah. Namun, kehidupanku di sini belum mapan. Aku masih pontang panting mencari pekerjaan. Mungkin, kelak saat aku telah siap, aku akan pulang. Untuk sementara ini aku tak bisa melindungi kedua adikku. Semoga mereka bisa bertahan, hingga saatnya aku pulang dan menjadi pembela utama mereka dari amukan amarah ayah.

-bersambung


Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun