Mohon tunggu...
El-Shodiq Muhammad
El-Shodiq Muhammad Mohon Tunggu... profesional -

"Sering aku perhatikan, mereka berdebat bahkan kadang saling menghujat hanya karena beda sumber bacaannya" (Gus Mus)\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDI-P Sudah Aman, tapi Belum Tentu Menang Pilpres

20 April 2014   15:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingar bingar geliat parpol demi merajut koalisi untuk menentukan Capres-Cawapres berimbas ke Kompasiana. Akhir-akhir ini pembahasan tersebut riuh rendah silih berganti di Kompasiana. Tak ketinggalan para Kompasianer juga menulis berdasarkan analisa dan argumennya masing-masing. Sampai saat ini ada tiga pembahasan utama; tentang Koalisi Indonesia Raya, Gerindra yang belum punya mitra koalisi (PPP akan mengevaluasi dukungan ke Prabowo), dan kesangsian pencapresan Jokowi yang diusung PDI Perjuangan.

Dari sekian asumsi dan analisa yang ada, tulisan sahabat Ferry Koto dengan judul “ Nasib PDIP Diujung Tanduk”, cukup menarik untuk disimak. Analisanya dari berbagai sudut pandang dan berbagai kemungkinan cukup mendalam.

Banyak yang bilang, dunia politik bukanlah dunia matematis. Dalam ranah politik, sebuah kepastian bisa saja menjadi tidak pasti. Sebuah kemungkinan juga bisa menjadi tiba-tiba tidak mungkin oleh sebab tertentu.

Sudut pandang di ataslah, yang nampaknya dijadikan pegangan Mas Ferry dalam menganalisa perkembangan parpol-parpol yang baru saling menjajaki untuk berkoalisi, termasuk PDI Perjuangan yang sudah resmi berkoalisi dengan Partai Nasdem.

Jika kita lihat perolehan suara parpol berdasar hasil hitung cepat, PDI Perjuangkan memperoleh suara sekitar 19%, sementara Nasdem mendapat 6,9% suara, maka pencapresan Jokowi sudah aman karena telah memenuhi persyaratan pengajuan Capres yakni oleh parpol atau gabungan parpol yang angka suaranya menyentuh 25% suara nasional atau jumlah anggota DPR-nya minimal 20%.

Boleh saja kita menganalisa dan mengotak atik perkembangan politik mutaakhir, namun kita harus tetap berpegang pada kondisi riil yang ada. Kita semua telah menjadi saksi bahwa Nasdem telah RESMI berkoalisi dengan PDI Perjuangan dalam pilpres, maka seyogyanya kita juga harus menghormatinya dan melihat koalisi tersebut sebagai sebuah realitas politik, sebagai peristiwa politik yang sudah terjadi dan BUKAN HANYA WACANA.

Keseriusan Nasdem berkoalisi dengan PDI Perjuangan juga bisa kita lihat tidak adanya aktifitas Nasdem dengan parpol lain pasca mereka memutuskan bergabung dengan PDI Perjuangan. Nasdem telah bermain cantik dan elegan dalam memerankan diri sebagai parpol yang telah mengikatkan pada parpol lain. Sampai saat ini Nasdem telah dan masih berpegang pada etika politik yang ada.

Sungguh sangat naif sekali jika kita melihat realitas politik yang terbangun antara PDI Perjuangan dan Nasdem hanya masih bersifat wacana karena BELUM RESMI diDAFTARKAN ke KPU sebagaimana yang diyakini Mas Ferry dalam menjawab komentar pertama kali dalam tulisannya tersebut. Jika sudah demikian, lalu apa yang pantas kita jadikan pegangan dalam menganalisa? Apakah kita justru menganggap Koalisi Indonesia Raya yang masih wacana dan belum terealisasi tersebut sebagai pegangan yang pasti? ataukah kita justru menganggap bahwa pencapresan ARB, Prabowo, Rhoma, Wiranto bahkan Hidayat Nur Wahid lebih meyakinkan kita untuk dijadikan acuan analisa meski parpol pengusungnya tidak memenuhi syarat untuk mengajukan calon presiden, atau bahkan sampai detik ini parpol-parpol dari masing-masing Capres tersebut belum menemukan teman koalisi yang berjumlah 25% suara nasional sebagaimana PDI Perjuangan dan Nasdem?

Poros Indonesia Raya Gagal Usung Capres Sendiri?

Sangat menarik analisa yang dikemukakan Direktur Eksekutif Pol-Tracking, Hanta Yudha, dalam masalah ini. Menurut analisanya, Jokowi dan PDI Perjuangan justru bisa menggagalkan Koalisi Indonesia Raya yang digagas Amien Rais. Alasan yang dikemukakan Hanta pun cukup realistis yakni dengan menjadikan salah satu Capres dari parpol berbasis Islam tersebut sebagai Cawapresnya.

“Bagaimana kalau Jokowi minta Pak Hatta (Rajasa) jadi Cawapres, maka tak akan ada poros baru itu. Ini karena semua capres ingin jadi Cawapresnya Jokowi” katanya. (Kompas.com, Sabtu, 19/04/2014).

Pertanyaan mendasarnya sekarang adalah, apakah Jokowi dan PDI Perjuangan mau bermanuver yang agak radikal semacam itu, mengingat PAN nampaknya akhir-akhir ini juga memainkan peran dan begitu bersemangat dengan Koalisi Indonesia Raya. Jokowi dan PDI Perjuangan harus bermain cantik dalam masalah ini, sebab tabuhan gendang dari parpol lawan politiknya sudah begitu nyaring. Sekali saja mengikuti irama yang mereka mainkan, maka akan berakibat fatal bagi PDI Perjuangan dan Jokowi. Mereka harus menggali dan memainkan peran sendiri secara praktis dan konkrit.

Belum lagi PKB yang merupakan peraih suara terbesar dari deretan parpol berbasis Islam sudah mengirimkan sinyal lebih enjoy berkoalisi dengan parpol nasionalis (antara PDI P dan Gerindra), maka Koalisi Indonesia Raya kemungkinan hanya menyisakan PAN, PKS, PPP dan PBB yang jika ditotal suaranya berdasar hitung cepat Cuma sekitar 21-22%, sebuah angka yang belum memenuhi syarat mengajukan Capres sendiri.

Saya yakin PKB tidak akan mau andil dalam poros bentukan Amien Rais tersebut, sebab para kiyai dan ulama NU tidak akan mau membiarkan mereka terjebak dalam perangkap untuk kedua kalinya dari pihak yang sama. Sinyal PKB ini nampaknya sudah disadari oleh mereka, makanya Din Syamsuddin yang entah sebagai apa dalam lingkaran Koalisi Indonesia Raya mengirimkan umpan pada PKB agar mau bergabung dengan parpol Islam yakni dengan mengusulkan agar PKB menjadi ketua koalisi. (DetikNews). Apalagi tidak ada figur yang populer dan merakyat di kalangan parpol berbasis Islam, maka ikut mereka ibaratnya hanya akan dijadikan alat menaikkan posisi tawar menawar diantara Capres yang sudah ada.

Sosok Cawapres, Kunci Kemenangan Jokowi

Tiket pencapresan sudah digenggam Jokowi, tinggal ia harus TEPAT mencari pendampingnya. Saya katakan ia harus tepat, karena banyak sekali yang selama ini mendukung Jokowi sebagai presiden masih dalam posisi menunggu meski ia sudah resmi sebagai Capres. Alasannya, menunggu siapa Cawapresnya Jokowi. Jika yang dipilih adalah figur yang menurut mereka dinilai kurang pas, maka bisa saja mereka meninggalkan Jokowi.

Sebagai contoh, ketika merebak isu bahwa Puan Maharani akan menjadi Cawapres Jokowi beberapa hari terakhir, seorang penyair di Jateng langsung membuat status dalam Facebook-nya. Bahwa jika benar Jokowi menggandeng Puan, ia akan mengampanyekan untuk tidak memilih Jokowi. Padahal sang penyair tersebut selama ini respek dan mendukung Jokowi. Ia mengatakan bahwa mendukung tidaknya ia pada Jokowi, tergantung dari siapa Cawapresnya.

Jadi, saya kira untuk tiket pencapresan Jokowi sudah aman, meski belum RESMI terdaftar di KPU, tapi hasil dari pilpres tersebut belum tentu Jokowi dan PDI Perjuangan keluar sebagai pemenang.

Minggu, 20 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun