Sesaat sebelum pengundian nomor urut Capres-Cawapres kemarin, Minggu (01/06) di gedung KPU, ada sebuag peristiwa ‘besar’ yang luput dari ulasan media. Peristiwa yang saya maksud adalah ketika Capres Prabowo menyalami Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang didahului salam hormat khas militer oleh Prabowo. Bahkan pada berikutnya, Prabowo juga menyalami Luhut Panjaitan dan dengan cara hormat ala militer pula, meski sebelumnya Luhut begitu gencar melayangkan kritikan pedas pada Prabowo yang menjurus negatif campaign.
Padahal siapapun tahu, hubungan Prabowo dan Megawati memanas pasca Megawati dianggap melanggar perjanjian batu tulis yang mengharuskan Mega dan PDI-P nya mendukung Prabowo dalam pilpres 2014 ini. Karena pada faktanya, Megawati justru mendaulat Joko Widodo sebagai Capres yang diusungnya sendiri.
Imbas dari pengingkaran tersebut, Prabowo tak bisa menyembunyikan kemarahannya sehingga di setiap kampanye, ia kerap melontarkan sindiran pada kubu Megawati dan Jokowi. Dengan gayanya yang orator ulung, ia kerap mengingatkan akan pentingnya menjunjung fatsun-fatsun politik yang sudah disepakati.
Melihat dengan mata kepala sendiri lewat tayangan televisi secara live tentang sikap Prabowo kemarin, saya jadi ingat apa yang dilakukan oleh Gus Dur pada mantan Presiden Soeharto. Kala itu, ketika Soeharto dijatuhkan oleh gerakan reformasi, ia dan keluarga besarnya seakan ‘dikucilkan’ oleh publik. Tokoh-tokoh politik nasional tak ada yang mendekat pada Soeharto karena menghindari hujatan massal dari publik.
Namun tidak dengan Gus Dur. Gus Dur justru tanpa beban beberapa kali mendatangi Soeharto di Cendana. Beliau seakan melawan arus karena di saat yang sama Soeharto benar-benar dihujat dan dikucilkan oleh gerakan reformasi tadi.
Lalu, apa yang melatarbelakangi Gus Dur mendatangi Soeharto? Dengan lugas beliau menjelaskan bahwa bagaimanapun, Soeharto masih mempunyai begitu banyak pendukung di belakangnya. Gus Dur hawatir jika Soeharto terus dihujat dan tidak diorangkan, mereka para pendukungnya akan marah dan membuat kekacauan di seantero negeri ini. Jadi kedatangan Gus Dur adalah usaha mengerem potensi laju kekacauan dari para pendukung Soeharto yang mungkin saja sakit hati dan marah karena Soeharto terus dihujat sana-sini.
Begitu pula dengan yang dilakukan Prabowo di gedung KPU kemarin, meski ada rasa kecewa dan marah pada Megawati dan Jokowi, namun ia dengan begitu kesatria tetap menjabat tangan Megawati yang didahului dengan salam hormat ala militernya.
Prabowo seakan juga ingin membuat keseimbangan dalam perpolitikan tanah air di mana persaingan terasa begitu sengit. Ia tak perlu berucap lantang di depan publik bahwa ia ingin membuat harmonisasi hubungan dengan Megawati dan kondisi politik nasional agar masyarakat yang di bawah juga sama-sama akur dalam persaingan yang sehat. Tapi Prabowo langsung menunjukkan dengan perbuatan di depan jutaan mata calon pemilih tentang aktualisasi dari keseimbangan dan harmonisasi itu sendiri.
Senin, 02 Juni 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H