Mohon tunggu...
Dodo Kurnaedie
Dodo Kurnaedie Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menerjemahkan semua kisah-kasih kehidupan dalam tulisan yang (mungkin) bisa menjadikan pedoman dan manfaat untuk menjadikan arah hidup yang lebih baik untuk diri sendiri, orang lain dan untuk kehidupan yang lainnya. Semoga.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Indonesia dan Emas Olympiade

3 Agustus 2012   23:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi emas yang selalu kontingen Indonesia persembahkan dalam cabang bulutangkis sejak cabang tersebut dipertandingkan di Olympiade Atlanta terancam gagal. Indonesia kehilangan semua pemainnya untuk bisa terus melaju ke babak selanjutnya karena mengalami kekalahan dari lawan-lawannya, yang cukup ironis didiskualifikasinya pasangan ganda putri terbaik kita Greysia Polii dan Meiliana Jauhari, oleh Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) dengan alasan karena pasangan kita ini dinilai melanggar "Code of Conduct" pemain dengan tidak berusaha sebaik mungkin untuk memenangi pertandingan bersamaan dengan 3 pasangan dari China dan Korea Selatan. Maka pupuslah sudah tradisi emas yang selalu dipersembahkan oleh atlit-atlit bulutangkis kita di Olympiade London ini tidak bisa kita raih.

Bulutangkis sudah menjadi salah satu cabang olahraga yang merupakankebanggaan kita semua karena sejak dulu kala telah mengharumkan bangsa ini di tingkat dunia. Dulu cabang ini yang menjadi identitas Indonesia di mata internasional. Atlit-atlit Bulutangkis kita selalu menjadi legenda di tingkat dunia, bahkan atlit sekelas Rudy Hartono sampai detik ini merupakan seorang atlit yang mampu menjuarai All England sebanyak 8 kali dan sampai saat ini tidak ada yang mampu memecahkan rekornya.

Pencapaian prestasi atlit-atlit bulutangkis kita sudah diakui dunia dan pada masa-masa tertentu sangat disegani oleh Negara-negara lain. Bahkan untuk pencapaian Kejuaraan beregu semisal Piala Thomas kita masih yang terbanyak menghasilkan piala. Ini semua bukti otentik yang tidak bisa disanggah bahwa memang kita sangat berjaya di cabang olahraga yang satu ini.

Atlit-atlit bulutangkis kita silih tumbuh berganti dan generasi-generasi penerusnya sama kuat dan hebatnya dengan para senior-seniornya. Memenangkan kejuaraan-kejuaraanbaik didalam negeri maupun di luar negeri seperti tak asing lagi di telinga masyarakat kita. Pada masa-masa itu sepertinya tidak ada Negara sekuat negera kita dalam cabang bulutangkis. Setiap penyelenggaraan tournament selalu menyelipkan nama pemain Indonesia sebagai juaranya. Hingga akhirnya kita terbuai dengan embel-embel salah satu Negara terkuat dalam cabang bulutangkis.

(Itu dulu) sekarang ibarat tiki taka yang selalu diperagakan oleh Timnas Spanyol maupun Barcelona yang kesakralannya sudah mulai terdeteksi oleh lawan-lawannya. Bulutangkis kitapun sepertinya sudah mulai kehilangan smash-smash yang mematikannya. Pemain-pemain kita seperti kehilangan taji dan kharismanya. Menjuarai sebuah kejuaraan sepertinya hal yang mustahil bisa diraih. Kita selalu kalah diawal-awal pertandingan. Bahkan yang lebih ironis lagi kita bahkan termegap-megap untuk menjuarai turnament yang notabene diselenggarakan di rumah kita sendiri. Kita seperti kehilangan taji. Kita sudah tak disegani lagi oleh Negara-negara yang dulunya begitu takut kepada kedigjayaan para pemain kita. Atlit kita selalu kalah oleh lawan yang jarang diprediksi kekuatannya sekalipun.

Bulutangkis sudah menjadi darah daging bagi sebagian masyarakat Indonesia sampai pada saat ini. Bahkan lapangan lainnya tak sebanyak lapanganbulutangkis sampai kedaerah-daerah terpencil sekalipun. Jadi sudah merupakan tugas dan kewajiban para pengurus untuk kembali menggelorakan semangat bermain dan tak lelah mencetak para juara baru. PBSI sebagai induk tertinggi organisasi sudahsewajarnya mencetak kembali atlit-atlit muda yang berprestasi agar atlit-atlit sekelas Rudy Hartono, Liem Swie King, Susi Susanti, Alan Budi Kusuma dan yang lainnya, agar mereka semua tidak menjadi legenda penutup di cabang olah raga ini

Wassalam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun