Mohon tunggu...
Elhaq2005
Elhaq2005 Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Terus Belajar, berpikir, dan membaca

Pelajar yang berjuang membuang tabiat malasnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Takfir Berujung Kafir

22 Juli 2023   12:30 Diperbarui: 22 Juli 2023   12:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                   Islam merupakan agama yang mengajarkan kebenaran yang dibawakan oleh Nabi Muhammad saw melalui wahyu berupa Al-Qur'an Al-Karim. Pada masa perkembangan awal Islam, beliau lah yang menjadi satu-satunya rujukan dalam setiap pertanyaan dan permasalahan. Setiap sahabat pun akan secara kompak menuruti beliau. Namun, dalam perkembangan selanjutnya di mana Nabi Muhammad saw telah wafat, umat muslim mulai terpecah menjadi beberapa golongan. Sampai saat ini golongan tersebut terus bertambah jumlahnya. Hal ini tentunya tidak akan menjadi masalah jika mereka semua berdamai. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan terus muncul karena mereka mempermasalahkan perbedaan. Kasus yang sering muncul saat ini adalah kasus pengkafiran golongan umat muslim lain karena perbedaan yang sering mereka katakan sebagai bid'ah. 

                   Pengkafiran tersebut kerap mereka tujukan pada amaliyah-amaliyah golongan Nahdlatul Ulama' dengan alasan amaliyah-amaliyah tersebut tidak memiliki dasar nash dari Al-Qur'an dan Hadits. Contoh amaliyah yang sering mereka permasalahkan sampai melakukan pengkafiran adalah ziarah kubur dengan disertai tahlil, tahlilan, dan syukuran. Mereka berpendapat bahwa selama tidak ada dalil terhadap suatu amaliyah, maka itu disebut sebagai bid'ah dan orang yang memaksa tetap melakukan hal tersebut boleh dikafirkan.

                   Sebenarnya, tanpa membahas apakah amaliyah tersebut memang bid'ah atau tidak dan boleh dilakukan atau tidak, masalah pengkafiran merupakan masalah yang serius dan tidak boleh semena-mena dilakukan. Pola pikir yang mengkafirkan saudara seimannya hanya karena sebuah perbedaan merupakan pola pikir yang salah dan berbahaya. Hal ini lebih disebabkan karena terdapat batasan pada orang muslim yang boleh dikatakan sebagai kafir.

                   Imam Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani menjelaskan dalam kitab Mafaahim-nya bahwa menurut Imam Masyhur Al-Haddad kita sudah dilarang secara ijma' untuk mengkafirkan sesama muslim kecuali jika orang tersebut tidak mengakui Allah swt dan kenabian, melakukan tindakan syirik yang tidak bisa dita'wil, dan tidak mengakui (mengingkari) hal-hal yang berkaitan dalam agama serta sudah diketahui secara pasti. Dan yang contoh hal-hal dalam agama yang diketahui secara pasti itu seperti Ke-Esaan Allah, kenabian, kebangkitan setelah hari akhir, serta adanya surga dan neraka.

                   Orang-orang yang tidak masuk dalam kategori di atas tidak boleh dikafir-kafirkan. Selain itu untuk diperbolehkannya melakukan pengkafiran harus tertentu pada orang dengan kategori diatas dan sudah diklarifikasi (dipastikan) terlebih dahulu. Dengan kata lain seorang muslim dilarang untuk mengkafirkan sesamanya jika apa yang mereka lihat masih dalam ranah persangkaan (tidak pasti).

                   Pengkafiran yang dilakukan tanpa adanya kepastian itu merupakan perkara yang serius. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

"Bila seseorang mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu."

Dalam riwayat lain:

.

Jika seperti apa yang dikatakan. Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri.

                   Dengan kata lain jika tidak hati-hati, maka orang yang mengkafir-kafirkan itu lah yang akan menjadi kafir. Akan tetapi, dalam kasus yang sering terjadi sekarang, sebagian golongan tetap mengkafir-kafirkan golongan muslim lain meskipun golongan yang mereka kafirkan jelas-jelas tidak termasuk kriteria yang telah disebutkan. Bagaimanapun mereka bersikukuh bahwa sebuah perbedaan yang tidak memiliki dalil yang persis di nash Al-Qur'an dan Hadits itu bisa dikafirkan.

                   Kesimpulannya adalah kita tidak boleh semena-mena mengkafirkan sesama umat muslim. Selama muslim tersebut belum jelas-jelas melakukan hal-hal yang bisa membuat murtad atau selama muslim tersebut masih mengaku beriman dan iqrar dengan dua kalimah syahadat, maka ia tidak boleh dikafir-kafirkan. Jika tetap memaksa untuk mengkafirkan, justru kita sendiri yang akan menjadi kafir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun