Mohon tunggu...
Muhamad Luthfi Aditya
Muhamad Luthfi Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Average Political Science Enjoyer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sunni Perspektif dalam Multikulturalisme dan Perubahan Identitas di Timur Tengah

22 Februari 2024   22:44 Diperbarui: 22 Februari 2024   22:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Diversity Cultural (Photo pikisuperstar Copyright by Freepik)

Masyarakat multikultural merupakan sebuah realita, realita semakin beragam masyarakat dunia yang memiliki power untuk mendorong sebuah sistem politik, pendidikan, dan ekonomi yang telah ada untuk berubah. Penduduk dunia hidup dalam kedekatan dan berinteraksi dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang etnik dan bangsa bahkan agama berbeda. Berbicara multikultural dari sisi agama pastinya sudah sangat jelas bahwa tradisi agama telah mendarah daging dalam sejarah kehidupan umat manusia. Eropa dan Amerika dengan tradisi Kristen, Timur Tengah dengan tradisi Islam, Cina dengan tradisi Konfusianisme, Thailand dengan tradisi Budhisme, India dengan tradisi Hinduisme, dan masih banyak lagi tradisi keagamaan lain yang tidak cukup untuk disebutkan satu persatu di sini. 

Dalam setiap tradisi besar (High tradition), harus dilihat pula tradisi kecil (Low Tradition) yang menyertainya. Di Eropa mencakup tradisi Katolik dan Protestan, dengan tradisi Protestan yang terbagi lagi menjadi beberapa denominasi, masing-masing dengan kebiasaan dan praktik yang berbeda. Timur Tengah adalah rumah bagi tradisi Islam Sunni dan Syiah. Dalam agama Buddha, ada dua cabang utama yang dikenal sebagai Hinayana dan Mahayana. Di dalam masyarakat Sunni Asia Selatan, penting untuk menahan diri untuk tidak menyebut beberapa kelompok, seperti Ahmadiyah, Deoband, Jamaah Tablig, Taliban, dan lainnya, sebagai aliran.

Multikulturalisme dapat didefinisikan sebagai pengakuan bahwa suatu bangsa atau masyarakat dicirikan oleh berbagai budaya dan identitas yang berbeda. Di sisi lain, tidak semua negara hanya terdiri dari satu budaya. Multikulturalisme dapat didefinisikan sebagai penerimaan dan pengakuan terhadap keragaman sebagai aspek yang normal dan diinginkan dalam masyarakat. M. Arfah Shiddiq dalam jurnalnya yang berjudul Islamic World Unity Through Developing Cross-Culture Communication and Religion menguraikan bahwa kata multikultural bermakna multi (banyak), cultere (budaya). Secara hakiki dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup di tengah-tengah budaya, etnis dan kepercayaan yang berbeda. Oleh karena itu, setiap orang memiliki rasa berharga dan secara bersamaan mengemban tanggung jawab untuk hidup berdampingan dalam kelompok mereka. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui, merupakan akar dari ketimpangan-ketimpangan di dalam pengembangan wawasan multikultural. 

Multikulturalisme bisa dikatakan sebagai sebuah pendekatan dan perilaku yang mempromosikan keadilan dan ketidakberpihakan terhadap realitas plural dan keberagaman. Berbeda dengan pluralisme dan keragaman, yang terutama melibatkan pengakuan atas realitas ini, multikulturalisme lebih dari sekedar kesadaran dan penerimaan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda. Multikulturalisme dicirikan oleh sikap dan pendekatan yang mengutamakan kesetaraan di atas kemajemukan dan keragaman. Oleh karena itu, multikulturalisme memerlukan lebih dari sekadar disposisi orang dan komunitas terhadap orang lain. Selain itu, penerapan multikulturalisme memerlukan integrasi ke dalam kebijakan oleh individu-individu yang memiliki otoritas atau mereka yang bertanggung jawab untuk membuat keputusan.

Di tengah dinamika Timur Tengah yang terus berkembang, identitas Sunni menjadi pusat perhatian dalam konteks multikulturalisme dan perubahan identitas. Di dunia yang semakin saling terhubung ini,  identitas Sunni dihadapkan pada tantangan kontemporer yang menguji kekokohan nilai-nilai tradisional, sekaligus menghadapi ketegangan sektarian yang dapat mempengaruhi hubungan antar komunitas.

Tantangan Kontemporer Terhadap Identitas Sunni

Identitas Sunni di Timur Tengah saat ini sedang menghadapi banyak masalah yang rumit. Era kontemporer yang ditandai dengan globalisasi, teknologi, dan transformasi budaya, telah menghadirkan tantangan yang memaksa komunitas Sunni untuk merenungkan dan beradaptasi dengan dinamika baru yang berdampak pada sifat fundamental mereka.  Fenomena globalisasi tidak hanya berkontribusi pada kemajuan di berbagai bidang, tetapi juga memberikan pengaruh yang besar terhadap identitas Muslim Sunni. Transmisi pengetahuan global dapat mengubah pandangan individu terhadap prinsip-prinsip Sunni konvensional. Pergeseran ini menimbulkan kesulitan dalam mempertahankan identitas dan prinsip-prinsip spiritual yang berbeda dalam menghadapi tren global yang dapat memicu perubahan dalam cara hidup dan cara pandang seseorang. 

Dengan kemajuan peradaban, maka tidak bisa menafikan bahwa teknologi modern dan media sosial menawarkan tempat yang berpengaruh, meskipun mereka juga bisa menjadi pedang bermata dua yang berdampak pada identitas Sunni. Penyebaran informasi yang cepat melalui media ini dapat menimbulkan representasi visual yang salah atau merugikan. Tantangan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana menggunakan teknologi secara efektif sambil mempertahankan integritas identitas seseorang.

Selain itu masalah konflik sektarian serta polarisasi politik juga menjadi sebuah tantangan serius bagi identitas Sunni. Perselisihan ini berpotensi mengikis persatuan internal dan menyebabkan perasaan tidak aman. Identitas Sunni ditantang oleh pertanyaan-pertanyaan krusial mengenai pelestarian tradisi sambil mengadvokasi perdamaian dan dialog. Tantangan mengenai sebuah steteotip serta diskriminasi juga masih melekat dalam identitas sunni, Kekeliruan persepsi atau prasangka terhadap Sunni dapat menghalangi pembentukan hubungan yang bersahabat dengan kelompok lain.

Sangatlah penting untuk terlibat dalam upaya-upaya untuk melawan kesalahpahaman dan mendorong dialog antar agama untuk mempertahankan identitas ini. Serta yang terakhir mengenai tantangan ancaman radikalisasi serta esktrimisme juga menjadi problem penting yang mempengaruhi identitas sunni. Keseimbangan yang rumit antara menjunjung tinggi prinsip-prinsip agama dan melawan berbagai manifestasi ekstremisme adalah ujian yang sangat penting. Menggunakan narasi yang inklusif dan menyajikan alternatif yang konstruktif adalah taktik penting untuk memerangi ancaman ini.

Ketegangan Sektarian Terhadap Identitas Sunni

Timur Tengah merupakan kawasan yang kaya akan sejarah dan budaya. Namun, kawasan ini juga sering dilanda ketegangan konflik. Jika berbicara mengenai ketegangan sektarian terhadap identitas sunni maka sudah pasti tidak akan luput dari konflik ketegangan sektarian antara sunni dan syiah. Yang dimana konflik ini telah terjadi selama berabad-abad dan telah menyebabkan banyak korban jiwa serta kerusakan.

Perbedaan antara Sunni dan Syiah berasal dari perbedaan perspektif mereka tentang penerus kepemimpinan umat Islam yang sah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Sunni menjunjung tinggi keyakinan bahwa pemimpin umat muslim harus dipilih melalui proses demokratis oleh populasi muslim. Sebaliknya, Syiah mempertahankan keyakinan bahwa pemimpin umat muslim haruslah keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Perbedaan keyakinan ini telah mengakibatkan gesekan antara kedua faksi tersebut. 

Ketegangan ini diperkuat oleh permasalahan politik dan ekonomi. Dalam segi politik, negara-negara besar secara strategis memanfaatkan keretakan politik antara Sunni dan Syiah untuk kepentingan mereka. Sebagai ilustrasi, Arab Saudi, negara yang menganut aliran Islam Sunni, telah memberikan dukungan kepada faksi-faksi Sunni di Irak, Suriah, dan Yaman. Hal ini telah mengintensifkan perselisihan sektarian di wilayah tersebut. Sedangkan dalam segi ekonomi, konflik antara Sunni dan Syiah telah mengakibatkan marjinalisasi dan penganiayaan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Sebagai contoh, populasi Sunni di Irak sering menghadapi diskriminasi dari faksi Syiah yang berkuasa. Akibatnya, Hal tersebut menyebabkan meningkatnya sentimen sektarian di kalangan Sunni.

Strategi Untuk Mempertahankan Identitas Sunni Di Tengah Perubahan Budaya Dan Multikulturalisme

Timur Tengah, dengan keragaman budayanya serta kompleksitas historinya, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas Sunni di tengah perubahan budaya dan era multikulturalisme yang semakin meluas. Di hadapan arus globalisasi, teknologi modern, dan perubahan sosial, komunitas Sunni di Timur Tengah harus menemukan strategi yang bijak untuk memelihara keberagaman budaya dan keunikan identitas mereka. Beberapa strategi yang dapat diambil seperti yang pertama ada meningkatkan kualitas pendidikan agama. Pendidikan memiliki peran penting dalam melestarikan identitas Sunni. Sangat penting untuk memprioritaskan peningkatan kurikulum agama dengan menekankan pemahaman yang komprehensif tentang prinsip-prinsip Islam, sejarah Islam Sunni, dan warisan budaya mereka. Mengembangkan pemahaman yang komprehensif di tingkat pendidikan akan membantu komunitas Sunni dalam melestarikan keragaman budaya dan spiritualitas mereka.

Yang kedua adalah promosi dialog antar agama dan antar sektarian, sehingga dapat meningkatkan hubungan antara komunitas Sunni dan kelompok-kelompok agama lain di Timur Tengah. Proyek-proyek dialog ini mendorong kemungkinan untuk memahami perbedaan serta kesamaan, meningkatkan toleransi, dan membangun hubungan yang kuat diantara masyarakat multikultural. Yang ketiga, memanfaatkan platform media modern khususnya media sosial, sebagai sarana yang ampuh untuk memperkuat narasi baik yang berkaitan dengan identitas Sunni. Menciptakan sebuah konten pendidikan, motivasi, dan perayaan yang berpusat pada nilai-nilai budaya Sunni dapat secara efektif memerangi prasangka atau streotip dan mendorong pemahaman global yang lebih baik.

Dan terakhir harus bisa meningkatkan toleransi dan menumbuhkan pemahaman terhadap perbedaan. Umat sunni harus meningkatkan kapasitas mereka untuk bertoleransi dan pemahaman terhadap perbedaan yang mencakup perbedaan agama, etnis, dan budaya. Hal ini sangat penting untuk mendorong keharmonisan dan ketenangan dalam komunitas yang beragam. Selain itu mengembangkan pemahaman tentang persatuan umat Islam juga sangat penting bagi kaum Sunni untuk meningkatkan kesadaran mereka akan kesatuan di antara umat Islam. Memastikan solidaritas Muslim sangat penting dalam menghadapi berbagai rintangan yang dihadapi umat Islam, seperti transformasi budaya dan fenomena multikulturalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun