Mohon tunggu...
HADI PURWADI
HADI PURWADI Mohon Tunggu... -

saya bukan siapa-siapa -- sebutir debu di alam semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negeri Seribu Topeng

31 Maret 2012   16:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:12 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni adalah ekspresi jiwa -- begitu kata budayawan. Begitulah, maka kesenian yang telah melebur dalam keseharian kehidupan masyarakat adalah ekspresi kejiwaan masyarakat dimana seni budaya itu dipelihara. Seni budaya kolosal (melibatkan banyak orang) seperti kethoprak & wayang orang adalah cermin harmoni kehidupan, kebersamaan & gotong royong masyarakat yang menghidupi kesenian itu. Punahnya seni budaya kolosal adalah cermin retak - runtuh - rontoknya nilai-nilai kebersamaan & harmoni kehidupan.

Konon, negeri kita adalah negeri yang kaya dengan seni budaya. Salah satunya adalah seni tari. Lebih spesifik lagi: tari topeng. Topeng dan seni tarinya, berdiri sendiri atau kolaborasinya adalah seni budaya adiluhung bangsa kita. Tidak berlebihan kiranya banyak pihak mengupayakan agar tari topeng bisa ditetapkan sebagai warisan budaya bangsa (menyusul keris & batik yang sudah lebih dulu ditetapkan oleh UNESCO).

Tari topeng adalah seni budaya yang dikenal luas di berbagai daerah di negeri kita. Sebut saja, tari topeng Bali, Betawi dan Cirebon. Sama seperti kethoprak atau wayang orang tari topeng juga mulai kesulitan mencari generasi penerus. Ditinggalkan generasi muda & mulai dilupakan orang. Tari topeng Cirebonan misalnya, rasanya hampir mustahil kita bisa menemukan lagi maestro sekelas nyi Dasimah dalam waktu dekat ini. Tari topeng di daerah-daerah lain juga mengalami nasip yang kurang lebih sama dengan tari topeng Cirebon.

Tari topeng adalah nafas kehidupan. Tari topeng adalah ekspresi jiwa, keutamaan hidup, keluhuran budi, perjuangan, kesetiaan & relasi dengan yang Maha di atas. Matinya tari topeng adalah matinya harmoni kehidupan, matinya keutamaan hidup, keluhuran budi, kesetiaan & relasi dengan yang Maha di atas.

***

Kabar baiknya ternyata tidak semua tari topeng di ambang kepunahan. Ada satu jenis tari topeng yang tetap lestari dan menurut penglihatan saya terus tumbuh & muncul dimana-mana. Saya sering tanpa sengaja menyaksikan pertunjukkan tari topeng ini. Di kampung-kampung, di kawasan urban, di keramaian kota, bahkan di perempatan lampu merah. Pokoknya kalau kita jeli kita tidak akan kesulitan menyaksikan performance tari topeng yang satu ini.

Kabar buruknya tari topeng yang satu ini tidak mencerminkan harmoni kehidupan, keluhuran budi atau keutamaan hidup. Tari topeng yang satu ini adalah pemerkosaan hakekat kehidupan, sadisme, ngawur, sontoloyo, dan kata-kata buruk lainnya yang tidak pantas diucapkan.

Kalau sempat, sesekali luangkanlah waktu utuk menikmati tari topeng ini : TOPENG MONYET !!! Kalau tidak sempat cukup menyaksikan kawan-kawan kita yang punya kursi di Senayan. Mereka sedang menarikan tarian yang sama. Plak... dung ... dung... plak....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun