Mohon tunggu...
HADI PURWADI
HADI PURWADI Mohon Tunggu... -

saya bukan siapa-siapa -- sebutir debu di alam semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negara Islam No, Negara Islami Yes

16 Agustus 2014   19:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:23 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia. Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Pasar yang sangat potensial bagi semua produk berlabel Islam. Di negara ini semua hal yang beraroma Islam laku keras. Salah satu contohnya adalah isu mengenai Negara Islam. Isu ini sangat menarik dan menjadi magnet yang luar biasa bagi umat Islam di Indonesia. Tidak mengherankan jika isu Negara Islam menjadi komoditas politik dan jamak dipergunakan sebagai strategi pergerakan untuk memperoleh simpati dari masyarakat Indonesia.

Mengapa Negara Islam Menarik?

Negara Islam adalah negara yang menggunakan ajaran Islam sebagai landasan dan dasar penetapan hukum positif di wilayah negara tersebut. Dengan demikian semua keputusan dan kebijakan pemerintahan mengacu pada Al Qur'an dan Hadist. Logikanya dengan menempatkan Kitab Suci yang sempurna sebagai acuan berbangsa dan bernegara akan membuat negara Islam (mendapat jaminan) lebih mudah mencapai kesempurnaan, kejayaan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Betulkah? Logikanya tidak salah. Hanya saja perlu disadari bahwa, seperti  negara-negara "sekuler", kejayaan dan kemakmuran negara Islam juga sangat tergantung pada siapa pemimpinnya. Di tangan pemimpin yang "sakit jiwa" negara Islampun akan melahirkan kekejaman dan kesengsaraan bagi rakyatnya. Dari sudut pandang ini, negara Islam sebetulnya tidak lebih menarik (apalagi seksi) dibanding "negara sekuler".

Yang lebih menarik adalah melihat "Negara Islam" dari kaca mata "spriritual". Tidak dapat dipungkiri bahwa daya tarik Negara Islam yang utama sebenarnya terletak pada sisi ini. Ikatan emosional dengan kekahlifahan masa Nabi Muhammad telah menjadi ikatan maha dahsyat yang hampir mustahil dipatahkan. Efek psiko-spiritual ini menyebabkan negara Islam identik dengan sosok Nabi Muhammad. Kesetiaan dan "perjuangan" simpatisan  "negara islam" identik dengan kesetiaan dan perjuangan bersama Nabi Muhammad. Itulah mengapa simpatisan "negara islam" biasanya sangat militan.

Sayang sekali kondisi psiko-spiritual ini sering dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab untuk mengindoktrinasi anak-anak muda agar melakukan tindakan-tindakan radikal yang tidak bertanggung jawab (atas nama Islam atau negara Islam) seperti bom bunuh diri atau terorisme dalam segala bentuknya. Fenomena ISIS adalah contoh nyata dari persoalan ini.

NKRI

Bulan ini, Indonesia genap 69 tahun merdeka, berdiri sebagai sebuah negara. Indonesia memperoleh kemerdekaannya melalui perjuangan panjang yang melelahkan. 350 tahun dijajah Belanda. 3 tahun lewat dalam penindasan Jepang. Jangan ditanya seberapa besar pengorbanan dan air mata para pejuang kemerdekaan.

Indonesia terdiri dari beribu pulau, didiami berbagai suku bangsa, agama, kepercayaan, bahasa, tradisi & budaya. Keberagaman adalah keniscayaan di Indonesia. Para pendiri bangsa telah menyadari ini semua. Kelahiran PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA, dan UUD 1945 bukanlah kebetulan tanpa makna. Semua telah melalui kalkulasi, musyawarah dan permenungan yang maha bijaksana.

Jadi Perlukah mendirikan negara Islam Indonesia? Tidak! Berpikir tentang negara Islam akan meruntuhkan pondasi NKRI, mengingkari para pendiri bangsa dan mengkianati para pejuang kemerdekaan. Memulai lagi dari titik nol, dan boleh jadi akan membawa Indonesia kembali lagi pada  masa-masa penjajahan 350 tahun yang lalu atau yang lebih buruk lagi!

Jauh lebih menarik dan bermanfaat memperjuangkan Indonesia yang Islami. Negara yang menjalankan nilai-nilai Islam yang "rahmatan lil' alamin". Negara yang adil, bersih, jujur, dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Negara yang Islami, sejuk, damai dan penuh cinta pada sesama dan alam semesta.

Bisakah? Pasti bisa! Tentu dengan perjuangan kita semua. Merdeka...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun