Mohon tunggu...
Ekstrimis Tengah
Ekstrimis Tengah Mohon Tunggu... -

Menulis satu tahun cahaya sekali... \r\nKecuali menabrak objek yang menarik...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Virzha: Tentang Mimpi, Tabu, Pemuja, dan Akhirnya Album Perdana

20 Januari 2015   15:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365219" align="aligncenter" width="630" caption="sumber : Alfarecords"][/caption]

Jadi, ini jaman dimana Tuhan tidak lagi menurunkan nabi. Karena semua telah selesai ditulis, dan masing-masing mengambil  apa yang ingin dipercaya. Musik, pastinya, bukan agama. Namun sejak kelahirannya  & terus berkembang, musik tak henti-henti membuat sebagian orang percaya kalau ‘nabi-nabi baru’ telah diturunkan. Seorang bintang musik bukanlah nabi, sama halnya bintang sepak bola, bintang politik, pemimpin agama, dll, mereka hanya  mengisi satu titik kosong di hati yang terkadang punya kerinduan untuk  memuja.  Sekalipun semua tahu hanya Tuhan yang patut dipuja, setidaknya seorang idola membawa kegembiraan sekaligus kegilaan bagi para penggemar yang tak henti mengagumi, mencintai, mengikuti kemana pun ia pergi, membelanya kala dihujat… Bahkan saat jiwa-jiwa itu tak lagi di  bumi, seorang penggemar fanatik bisa berkeyakinan kalau sang idola itu tidak mati, seperti halnya beberapa penggemar percaya Elvis Presley hanya pindah ke ruang angkasa karena ia berasal dari sana, alias alien…? Tidak ada hal absurd di dunia seorang penggemar fanatik.  Satu hal mereka benar, tentang seorang idola, siapapun itu, memang tidak pernah mati. Mereka senantiasa hidup dalam kenangan seorang penggemar setia, karyanya menggema di setiap masa selama penggemar itu ada & beregenerasi, maka sang idola pun hidup ‘abadi’…  Apakah itu alasan kenapa orang bermimpi menjadi  legenda musik? Terutama bila anda bersuara emas, berteman panggung, dan lebih-lebih berambut gondrong?

Tolong baca sambil menikmati suara dari seseorang yang akan saya bicarakan dalam tulisan ini: https://soundcloud.com/virzha-1/last-nite-the-strokes

Saya harus mengatakan, betapa saya menikmati saat-saat menuliskan ini & kenapa saya tertarik menulis tentang seorang Virzha… Seperti déjà vu, seperti nostalgia, sesaat terbangun di kamar masa kecil saya, dimana seluruh dinding dipenuhi poster-poster, ada perempuan, laki-laki, jabrik, botak, tapi kebanyakan gondrong (sedikit fetish memang dengan yang gondrong)… Saat itu saya adalah penggemar musik rock, seorang anak SD korban kakak sepupu yang  keren sedunia. Semua musik yang saya dengarkan adalah hasil jarahan dari kamar beliau, juga poster-poster, dan majalah musik adalah ‘kitab suci’. Masa itu memang sesaat, namun terekam abadi, seperti halnya masa kecil… Saat-saat itu masih terus terputar kembali setiap kali ada celah yang mampu melesatkan saya kembali ke masa tersebut, dan bilamana hal itu terjadi saya sanggup melompat-lompat bak orang gila dimana pun & membiarkan rambut saya awut-awutan menutupi wajah…  Itu juga terjadi suatu hari di halaman belakang Bintaro Exchange, saat itu seorang Virzha menjadi bintang tamu, ada satu momen dia berhasil membuat saya benar-benar melompat… Masalahnya, saya bukan lagi anak-anak, tapi seorang ibu satu anak. Dan ini bukan lagi cara orang untuk menikmati konser, sekarang orang lebih senang menonton konser melalui acang / gawai (=gadget, baru tau kan?) sambil merekam aksi sang idola. Yang membuat saya kagum, banyak penonton di Indonesia yang tidak terpancing bergerak saat mendengarkan musik dan teriakan sang idola, demi menghasilkan rekaman yang sempurna. Mungkin saya akan menyesal pulang ke rumah tanpa video atau foto idola saya yang layak / tidak goyang, namun tidak pernah menyesal untuk mendapatkan beberapa menit momen untuk berjingkrakan! Ok. Saat itu saya berpikir, saya akan lakukan apapun untuk membuat siapapun mahkluk di hadapan saya ini untuk tetap eksis dan terus bisa membuat saya melompat-lompat seperti orang gila… Yeaaah!

Dan sebenarnya saya sedang bicara apa? Adalah seorang pemuda,  Di Muhammad Devirzha, yang bercita-cita besar, untuk menjadi salah satu ‘legenda’ musik di tanah air. Ada hal unik yang diungkapnya dalam perbincangan via telpon Desember lalu, “Aku penggemar Chrisye dan Titiek Puspa lebihkarena karir & kisah hidup mereka. Cerita-cerita di balik perjalanan mereka, itu bener-bener mengispirasi aku banget untuk jadi seperti mereka…” Seandainya saya tidak pernah mengikuti perkembangan jebolan Indonesian Idol 2014 ini dari awal, saya pasti berpikir sedang bicara dengan seorang narsistik  delusional? Dan apakah saya membuang-buang waktu mengamati seorang Virzha, bila saya tidak percaya kalau suatu hari nanti dia benar-benar akan menjadi seorang legenda...?

Virzha adalahjuara ketiga Indonesian Idol 2014. Iya… Dia bukan pemenang pertama seperti yang diramalkan banyak orang.  Mentalnya Virzha di tiga besar menimbulkan banyak kegaduhan di berbagai media sosial. Bila anda bukan penonton ajang tersebut tempo hari, coba saya lukiskan, kehadiran Virzha di panggung Idol saat itu seibarat kehadiran Jokowi di panggung politik  (tentu dengan skala masing-masing)… Karena bagi sebagian besar penonton Idol, Virzha seibarat ‘idola pilihan rakyat’ (jangan salah paham, saya tidak sedang bicara tentang keberpihakan politik, hanya mengambil fenomenanya saja.  Supaya imbang, harus saya jelaskan, sebagai seorang  profesional di bawah manajemen SMN, Virzha bersama juara Idol 2014 lainnya juga  wajib muncul dalam video kampanye Prabowo dibawah sang mentor, Ahmad Dhani). Mungkin jika melihat seseorang tampak bersih dan bisa kerja, rame-rame orang gemas pingin mengangkatnya jadi presiden. Demikian juga kalau melihat seseorang dengan bakat yang begitu bersinar, rasanya gemas pingin menjadikannya idola. Sempat saya berpikir, ah ini hanya kontes bakat,  seberjalannya waktu saya akan bosan dan keluar dari hingar bingar euforia di dalamnya. Namun Virzha terlalu unik dan tidak bikin muak, sehingga daripada saya mengamati kelakuan anggota DPR lebih baik saya mengamati calon idola Indonesia yang tengah membangun karirnya ini. Dan tiba-tiba saja saat itu saya punya hobi baru : jadi ‘pengamat Virzha’, haha…

Saya sebut Virzha sebagai sosok ‘anti pencitraan’, karena memang tidak ada yang dia bawa selain dirinya.Awal saya melihatnya di Indonesian Idol 2014, saya hanya berkomentar : “Oke, satu kontestan gondrong...”  Kali berikutnya, Virzha membawakan Wild World dari Mr. Big, saya belum teringat namanya : “Wah, si gondrong bener-bener bisa nyanyi…” Kali ketiga, dia membawakan Somebody That I Used to Know dari Gotye yang meloloskannya ke babak Spektakuler Show, Virzha membuka lagu itu dengan sebuah ‘tarian aneh’… Saat itu saya hanya bisa bilang : “Indonesian Idol sekarang makin aneh…” Namun dia membuat saya terpaku saat mulai bernyanyi, hingga di satu titik ia berteriak : “Up!”...  mengangkat kedua tangannya ke udara…  Dan bagai ungkapan sihir, yang entah bagaimana menghipnotis saya sejak saat itu hingga detik ini terus mengikuti perkembangannya...  Yap! Saya percaya, suatu hari nanti Virzha akan memenuhi mimpi besarnya.

https://www.youtube.com/watch?v=0O6eIxezwS0

Diingat-ingat, seorang Michael Jackson, Elvis Presley, Mick Jagger, di awal karirnya selalu dikenal dengan ‘goyangan’ khasnya. Di Indonesia, saya ingat Inul Daratista (?), tapi untuk seorang penyanyi rock pria? Tiba-tiba Virzha muncul dengan ‘goyang ngangkang’ yang ia lakukan tanpa rasa jengah atau tereksploitasi. Ini memang bukan sesuatu yang 100% orisinil, namun saat pertama ia lakukan itu sungguh membius, sehingga hanya dalam tempo satu minggu saja videonya telah dilihat satu juta penonton di youtube. Tapi Virzha tidak hanya muncul dengan satu keanehan, ia memecah tabu para lelaki dengan melakukan ‘bromance’ atau pelukan persahabatan dengan VJ Daniel setiap kali mereka bertemu di panggung, sehingga ‘berpelukan’ itu  juga menjadi penanda datangnya seorang Virzha. Sensasi lain yang ia bawa,  walau memiliki suara ‘gahar’ & aksi urakan, ia ternyata pencinta kucing yang tak malu menciumi kucingnya di depan kamera…?

[caption id="attachment_365221" align="aligncenter" width="575" caption="sumber : tribunnews.com"]

14217105721782654191
14217105721782654191
[/caption]

Baiklah, sebelum saya menyaksikan hal itu di tv, mungkin saya akan menembak kepala saya kalau sampai mengidolakan seseorang berperilaku ‘nyeleneh’ seperti di atas. Tapi saat Virzha datang, semua seakan runtuh… Tak peduli apa yang dikatakan orang terhadap dirinya (pastinya dia juga tidak peduli saya menulis apa di sini), selanjutnya  apapun yang  ia lakukan hampir selalu menjadi topik terkini di twitter. Mungkin kehadiran Virzha di layar kaca ini seperti mengingatkan orang, bahwa tidak ada pencitraan yang lebih baik ketimbang menjadi dirimu sendiri…  Karena alih-alih kehilangan penggemar,  ‘anti pencitraan’ yang dilakukannya itu malah membentuk citra otentik pada pribadinya. Di satu sisi, entah apa batas ‘tabu’ yang telah ia langgar sebagai penyanyi rock, seperti melakukan ‘goyang itik’ yang sebetulnya gimmick (apa ya bahasa Indonesianya?) cerdas yang  dipersiapkan tim kreatif dimana Virzha akhirnya memperoleh jangkauan penggemar yang lebih luas diluar penggemar musik rock, bahkan di luar penggemar musik… Namun sejak saat itu, saya merasa ia telah ‘dibebani’ misi sebagai ‘penghibur rakyat’ lebih dari sebagai seorang seniman musik. Saya khawatir orang lebih menanti sensasi yang ia bawa, ketimbang suara seraknya yang khas dan spontanitasnya yang saya cintai itu.

Mengenai musik rock yang menjadi pilihan dan lagu favoritnya sepanjang masa, Virzha adalah seorang penggemar berat The Beatles.  “Sebetulnya basic-nya aku dulu dari pop. Aku suka banget The Beatles, dulu juga aku pikir mereka itu pop. Ternyata mereka rock. Aku jadi belajar lagi apa itu rock, apa yang intinya musik rock, ternyata aku cocok dan suka di sini. Dulu aku cuma tau, oh lagu Beatles enak-enak, tapi terus aku kulik-kulik lagi cerita-cerita di balik mereka. Dan dari seluruh lagu yang aku paling suka memang lagu-lagunya The Beatles. Aku suka Accros the Universe dan Black Bird…”Bukan kebetulan kalau lagu yang disuka adalah yang saya sukai, seorang penulis harus punya keterhubungan dengan seseorang yang ia tulis bukan?

Virzha tidak memungkiri, mengenai penyanyi favorit yang mungkin mempengaruhinya dalam bernyanyi,“Penyanyi favorit aku Sting. Sting dari mulai The Police sampai dia udah sendiri… Aku suka banget waktu bawain Message in the Bottle di Spektakuler Show kemarin itu…”Mungkin itu kenapa saya merasa ada sedikit ‘nafas’ Sting di vokalnya sekalipun Virzha memiliki karakternya sendiri yang jauh berbeda dengan idolanya.

Kini ajang Indonesian Idol sudah berlalu hampir setahun.  Walau Virzha mungkin adalah kontestan yang memiliki jumlah penonton tertinggi untuk video-videonya di youtube dalam ajang manapun di Indonesia, saat ini seperti juga para pendatang baru lainnya, ia tengah berjuang, berhimpit-himpitan, untuk memasuki dunia industri musik yang sebenarnya. Sungguh luar biasa,  hanya selang beberapa minggu setelah mental dari Idol, Virzha sudah digamit Ahmad Dhani menjadi vokalis band Mahadewa menggantikan Judika. Tak lama dari situ, mimpi untuk tetap punya karir solo berhasil digenggamnya dengan mengantongi  kontrak dari  Alfa Records, dan di bawah bendera label ini ia berhasil mengeluarkan single perdananya : Aku Lelakimu (cipt. Ponki Barata) hanya selang 2-3 bulan saja sekeluarnya dari Idol. Dan pada saat saya menuliskan ini, Virzha tengah menyelesaikan album perdananya yang akan dirilis awal Februari , yang artinya hanya kurang lebih 8 bulan dari akhir Indonesian Idol 2014. Wow! Rasanya ini pencapaian tercepat untuk seorang jebolan ajang pencarian bakat yang pernah ada di Indonesia…

Berikut klip video resmi Aku Lelakimu :https://www.youtube.com/watch?v=st4V-R05WIk

[caption id="attachment_365222" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : Alfarecords"]

1421711242428422445
1421711242428422445
[/caption]

Saya percaya, sebagian besar dari anda akan langsung jatuh cinta saat mendengar lagu ini. Liriknya begitu menyentuh, konsep musiknya ‘nyaman didengar’ dengan sedikit balutan rock 90’an, dan ada suara renyah Virzha yang terdengar nyaris sempurna mencoba menenangkan badai di telinga saya. Namun ada pengamatan lain, yang membuat ini semakin menarik, karena sesungguhnya butuh waktu lama buat saya untuk bisa menerima nomor ini, begitu pula video musiknya (kesalahan pada saya, karena otak ini memang sering kebalikan dengan umumnya orang). Namun ibarat makanan, saat dikonsumsi berulang-ulang ini tidak menyebabkan ‘blenger’, tidak pernah membuat bosan tidak juga ketagihan. Pelan-pelan saya mulai mengenali rasa-rasa yang ada di dalamnya, tujuan kenapa dibuat demikian, dan akhirnya menyukai lagu ini. Dalam industri tentu saja mayoritas selalu benar, saya mengerti  seorang idola bukan milik perorangan, Virzha ‘sang idola rakyat’ adalah milik masyarakat luas. Dan baru semenjak dia saya mengalamipergeseran terhadap cara menilai musik dan artis. Dulu saya seperti duduk di meja hakim, menilai sesuatu hitam dan putih, sekarang saya jadi lebih peduli dengan semua usaha yang dilakukan sang artis untuk bertahan dan orang-orang yang terlibat di belakangnya. Hingga akhirnya tidak bisa dipungkiri, kalau saya dan kebanyakan orang sekarang  adalah korban gempuran media yang sedemikian dahsyatnya, yang pada kasus saya, tanpa terasa selama hampir satu tahun telah menjadi penggemar seorang penyanyi yang belum memiliki album, bahkan konsep atau genre yang akan diusungnya kelak pun saya belum terbayang?  Sesungguhnya, saya rindu pada cara lama menjadi penggemar. Sekedar duduk mendengarkan radio, tergila-gila pada sebuah lagu, beli albumnya, pergi ke konser, lalu baru mencari tau kisah-kisah dibalik penyanyinya. Kini semua terbalik…

Masalah vokal, anda saya lepas untuk menilai sendiri suara seorang Virzha dari video-video yang saya upload atau video lainnya di youtube.  Sengaja di awal saya ambil dari situs Soundcloud, supaya orang tidak selalu terjebak pada sosoknya yang ‘antik’, pokoknya terlalu menarik perhatian sehingga sering membuat orang salah fokus dan adiksi melihat penampilan dia. Virzha memang seorang penampil sejati. Jujur, daya tarik dirinya kadang melebihi porsinya sebagai penyanyi. Saya pun tidak sekedar menikmati suara emasnya tanpa paket yang lain.  Namun bukankah bicara tentang musik dan artis sekarang , baik dalam maupun luar negeri, memang tidak semata bicara tentang kepekaan kuping anda?  Media kini tengah membangkitkan seluruh libido dalam tubuh anda, bekerja sama dengan industri, mengubah artis menjadi sebuah paket jumbo yang dapat memperluas pasar dan jangkauan yang ingin diraupnya. Sehingga bila anda tidak suka suara atau musik dari seorang penyanyi, anda tetap bisa menjadi penggemar dengan mengagumi wajah, gaya busana,  atau (maaf) bokongnya, dll, melalui foto-foto yang di-upload oleh si artis sendiri, penggemar, maupun pers setiap saat. Bila wajah & tubuhnya juga bukan selera anda, anda bisa cinta mati dengan aksi panggung, atau video musik yang dibuat fenomenal dengan koreografi dan puluhan penari seksi, dsb. Dan bila semua itu tidak pula anda suka, anda bisa-bisanya jadi penggemar seorang penyanyi hanya karena kepribadiannya sopan, sholeh,   hobi membalas sapaan, atau penggalan ocehan – curhat - statusnya yang terlihat intelek atau lucu dapat anda beri bintang setiap menit, setiap jam. Dan buat mereka yang hobi gosip, tanpa sengaja pun anda menjadi penggemar dengan mengikuti sensasi-sensasi yang dibuatnya seperti pernikahan siri, perceraian, masuk penjara, dsb, dsb... Tentu anda boleh menikmati seluruh paket Virzha, namun jangan terbalik, mengira paket-paket sekunder itu modal utamanya.

Banyak anggapan ajang pencarian bakat hanya melahirkan idola-idola instan dan tidak bertahan lama, seorang Virzha mengaku sudah ‘manggung’ di acara-acara arisan ibunda sejak kecil dan sangat-sangat ngambek kalau tidak diajak. Di masa-masa sekolah pun Virzha juga tidak pernah berhenti bermusik, hingga akhirnya cukup lama bercokol di band terakhirnya, Beautiful Monday. Tentang musik yang pernah dibawakannya dulu dan ke depan, ternyata ia tidak terkotak hanya pada musik rock…Tanya : “Sebelum band yg terakhir, dulu-dulu kamu suka bawain apa?” Jawab : “Aku suka bawain lagu band-band indies, kayak Ra Ra Riot, the Strokes, dll.”  Tanya : “Selain pop & rock, kamu suka bawain apa?” Jawab : “Bisa dibilang hampir semua aliran pernah aku bawain. Aku gak pernah kotak-kotakin sih.”  Tanya : “Jazz, blues, soul…?” Jawab : “Iya semuanya pernah.” Tanya : “Kayaknya kamu setengah mati kalo disuruh nyanyi lagu dangdut?” Jawab: “Iya abisnya jarang, hehe.. Dulu-dulu pernah juga dicekokin sama mamaku, mamaku suka lagu dangdut.”  Tanya : “Saya permah liat kamu nyanyi di show Anne Avantie, kamu keren banget nyanyinya. Kayanya kamu senang improvisasi, tapi kadang lagu rock ga bisa kasih space terlalu besar buat kamu improvisasi (saya tidak punya misi apapun, hanya pengamatan…)?” Jawab: “Iya, abis itu lagunya emang enak (Hotel Des Indies, karya Guruh Soekarno Putra). Pengen juga nanti nyoba kesitu. Tanya : “Oh, ya? Di album kamu nanti?” Jawab : “Engga--engga. Bukan di album. Album ini nanti aku liat dulu tanggapan pasarnya gimana, baru mikir ke depannya gimana.”Sejujurnya, saya penggemar jazz, tapi music rock selalu punya tempat di hati saya. Hanya saja terkadang saya menangkap Virzha terlalu senang berimprovisasi, tidak hanya pada nada, sampai-sampai pada lafal bahkan menciptakan aksen sendiri yang belum pernah saya dengar, hehe. Sehingga beberapa orang berkomentar di youtube kalau pelafalan bahasa Inggris Virzha sangat buruk. Padahal menurut saya bukan itu, dia juga melakukannya pada bahasa Indonesia. Ia hanya ingin ruang berekspresi lebih luas, yang tidak selalu didapat di lagu rock, kecuali dengan aransemen tertentu. Jadi saya pikir, Virzha mungkin baru mengeluarkan sebagian saja dari potensi dia…


[caption id="attachment_365227" align="aligncenter" width="560" caption="sumber : kapanlagi.com"]

14217144841667472320
14217144841667472320
[/caption]

Dari semua hal yang unik tentang Virzha, buat saya yang paling menarik adalah hubungannya dengan para fans.Saya bertanya mengenai nama ‘Devotees’ yang digunakan untuk forum penggemarnya, “Devotees sudah ada dari sejak aku audisi Indonesian Idol. Aku yang pilih namanya. Diambil dari bahasa Inggris, kurang lebih artinya penggemar setia. Memang itu juga semacam istilah cara umat beragama tertentu beribadah untuk menunjukkan kesetiaan terhadap Tuhan-nya. Tapi kalau aku ambil nama itu bukan untuk makna ini atau makna penggemar atau apanya, aku ambil nama ini lebih untuk kata ‘setia’-nya... Setia menemani perjalanan karir aku, dan sekalipun aku nanti sudah tidak ada, mereka tetap ada…” Wow? Baru kali ini saya mendengar penyanyi berusia 24 tahun sudah mempunyai visi saat dia ‘tiada’?  Baru-baru juga saya menonton video pengakuan seorang Virzha, bahwa yang ia butuhkan dari seorang penggemar tak lain dan tak bukan adalah ‘kesetiaan’ (saya seperti sedang di pelaminan)…  Sebetulnya ini berat, menurut saya, bukan untuk para penggemar tapi justru untuk si idola sendiri. Karena bila ia mengharapkan sesuatu maka ia akan dituntut lebih pula. Sekarang saja semua orang melalui media apapun bisa berkomentar, termasuk saya,  tidak hanya mengenai musik, tapi juga hal-hal pribadi. Kedekatan dan rasa memiliki seorang fans terhadap idolanya benar-benar hingga ke dalam ‘genggaman tangan’. Perhatian mereka begitu dalam, setiap saat bisa mengingatkan : ‘Jangan lupa makan’, ‘Jangan lupa sholat’, ‘Jangan tidur malam-malam’, atau menasihati bagaimana Virzha harus bersikap di atas maupun di luar panggung, dll. Seorang idola dituntut tidak hanya sempurna dalam bidangnya saja, namun juga seluruh kepribadiannya harus bisa jadi panutan dan bikin bangga seluruh penggemar, karena saat ini setiap gerak gerik langkah tutur katanya benar-benar  ‘teramati’ dan ‘terkuntit’. Mungkin ada hal baik dan hal buruk dengan kemajuan ini, saya tidak bisa membayangkan, seandainya seorang Kurt Cobain hidup di jaman twitter mungkin ia akan bunuh diri lebih cepat…  Dipikir-pikir, beberapa wajah yang saya pajang posternya di kamar tidur saya dulu pun ada yang pemadat, pemabuk, tukang berkelahi, homoseksual, maniak seks, bahkan yang berakhir tragis : kelebihan dosis  atau bunuh diri. Namun kehidupan mereka rasanya tidak ada hubungannya dengan saya, tidak mempengaruhi apapun terhadap saya mengambil keputusan di masa remaja yang labil, dan apapun keputusan mereka dalam hidupnya tidak menghentikan saya pula untuk mengidolakan mereka dan karya-karyanya. Tapi dengan cekokan informasi sekarang, sulit rasanya untuk tidak ‘kepo’ dengan apa yang dilakukan oleh sang idola. Bahkan sok-sok-an melakukan analisa seperti yang saya lakukan? Kalau menurut saya, kritis boleh-boleh saja, asal lebih ke karyanya.

Sehingga sejujurnya saya jadi bingung, saya ini penggemar atau pengamat? Karena hobi ‘mengamati’ sekarang lebih mudah dan terfasilitasi. Di tengah kemacetan, saat menunggu, bahkan saat merenung di kamar kecil (maaf), dll,  atas kebaikan hati para penggemar yang tersebar dimana-mana, saya bisa menyaksikan video penampilan off air-nya dari Aceh hingga Papua, dan dimana-mana pula yang dibagi para fans di internet (sungguh mereka rela tidak berjingkrak saat merekam…). Juga penampilan on air-nya di berbagai stasiun tv, baik saat Virzha bernyanyi, main kuis, wawancara, dsb, ada saja yang merekam dan mengunggahnya. Belum lagi foto-fotonya saat di atas & di luar panggung, saat bersama penggemar, dll, sehingga semua tingkah polah,pose,  gaya bicara dan ‘nge-twit’nya seorang idola sekarang begitu mudah teramati, saya bahkan punya akun khusus hanya untuk hobi baru ini (sudah dibilang saya penggemar...). Untungnya, entah benar atau tidak, Virzha sering disebut-sebut penggemarnya sebagai seseorang yang anti media sosial,  ada sedikit kepribadian ‘jadul’ yang ia pertahankan yang sangat jarang saya temui jaman sekarang. Walau belakangan mau tidak mau ia pun harus belajar untuk memetik manfaat dari hal tersebut bila tidak ingin tergilas persaingan super ketat.

Selepas dari Indonesian Idol, Virzha tidak berhenti membuat sensasi untuk menghibur para penggemar. Ia sering disebut-sebut sebagai Don Juan karena seringnya merayu seorang penggemar perempuan di atas panggung. Tidak itu saja, Virzha juga selalu berusaha membangun hubungan kimiawi yang kuat dengan siapapun artis yang menjadi pasangan duetnya, sebut saja Raisa, Regina Ivanova, Sophia Mueller, Ayu Ting-Ting, Syahrini, Julia Perez, Saskia Gotik, Mulan Jameela, dll, rasanya hampir semua artis dengan cap ‘seksi’ pernah jadi pasangan duetnya. Adegan ‘cium tangan’ yang hampir selalu terjadi, entah sekedar hiburan atau memang murni bentuk penghormatan Virzha terhadap perempuan, hanya dia yang tahu. Namun sekali ini terbaca oleh media tv, sering sekali ia dijebloskan untuk menjadi penghibur belaka di panggung. Tentu saja dengan manajemen di bawah kuasa pemegang stasiun tv, Virzha kesulitan menolak. Pernah saya lihat Virzha dimunculkan di sebuah acara dangdut, dengan segala cara ia melirik ke arah contekan, tidak hanya tak hafal lirik, ia bahkan juga tidak tahu bagaimana menyanyikannya? Di satu sisi ia semakin popular dengan tampil di beragam acara tv, namun stasiun-stasiun tv itu kelihatannya tidak peduli  lagi apakah Virzha bisa atau tidak, hafal atau tidak, latihan dengan band atau tidak, atau mungkin tiba-tiba saja ditodong di detik-detik terakhir, pokoknya ia harus menghibur penonton, titik. Dan menonton Virzha memang selalu terhibur, terutama sebagai pengamat, saya terhibur karena ada sesuatu yang bisa diamati. Tapi sebagai penggemar? Saya kecewa berat. Manajemen seperti tidak peduli apa yang terjadi pada artisnya setelah kontrak selesai? Menurut saya akan sulit bagi seorang artis untuk dianggap serius bila ia terlalu mencoba merangkul semua pasar. Pada banyak contoh, saya malah melihat kemunduran pada penyanyi yang mencoba melakukan hal tersebut. Dan anda bisa membayangkan, seandainya seorang Once Mekel atau Sandhy Sondoro harus melakukan hal serupa untuk mendapatkan popularitas?

Tapi selalu dualisme dalam menilai Virzha, saya heran selalu ada saja nilai yang ia ‘bongkar pasang’. Berada dalam posisi semacam itu pun, Virzha seorang penyanyi berkepercayaan diri tinggi, bagi dia seperti tidak ada citra apapun yang mampu merusak dirinya, bahkan seperti tidak mengenal konsep citra. Ia seorang spartan yang maju perang hanya bermodal seapa-adanya diri.  Di mata saya Virzha seperti punya sesuatu yang tidak bisa berlaku di penyanyi lain, ia bisa berada dimana pun. Buat mereka terutama yang telah melihat dirinya dari awal, pada akhirnya apapun itu tidak menghilangkan kualitas seorang Virzha dalam hal suara dan aksi panggungnya (walau menurut saya dia tetap harus mempelajari perilaku penggemar pada segmen lain bila ingin membidik pasarnya). Virzha beruntung,  di sekitarnya ada banyak penggemar dengan jenis yang lebih tinggi tingkatannya, ‘pemuja’ lebih tepatnya. Mereka yang selalu ada dimana-mana & memberikan sebuah energi buat Virzha. Saya mengamati, ada ikatan yang sangat kuat antara idola dan penggemarnya ini, yang membuat saya tidak abis pikir kenapa banyak sekali penggemar yang mempunyai foto ‘berpelukan’ dengan Virzha sang idola itu? Seperti wajib hukumnya bila anda seorang penggemar perempuan untuk memiliki foto dengan pose tersebut. Saya sendiri punya foto dengan idola saya ini, hanya tidak dengan ‘ritual’ tersebut (kecuali saya mau dikemplang suami saya, hehe..). Sekali lagi Virzha meruntuhkan tabu yang selama ini berlaku di masyarakat. Ia semacam merekonstruksi apa itu ‘cinta’ antara seorang idola dengan penggemarnya, sehingga melelehkan mereka yang mencoba berpikir kotor mengenai hal tersebut. Ketika saya menanyakan apakah dia terganggu kalau penggemarnya sebagian besar perempuan? “Engga terganggu sih. Buat aku mereka semua udah jadi ‘kekasih hati’ aku. Jadi kalau satu dapet cium, semua juga dikasih cium…”

[caption id="attachment_365224" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : wowkeren.com"]

1421713979837625943
1421713979837625943
[/caption]

Baik. Sebelum anda menghakimi,  kalau anda belum pernah bertemu dengan seorang Virzha, biar saya jelaskan sedikit, walau saya baru dua kali melihat beliau (lihat betapa sok taunya saya?). Bila anda melihat dia di atas panggung, anda akan melihat seorang penyanyi yang penuh kharisma dan berdaya tarik seksual yang begitu kuat. Namun bila anda bertemu dengan laki-laki ini di luar panggung, ada dua hal, pertama saat dia muncul bersama kerumunannya, sangat mungkin kalau anda merasa dia seseorang yang sombong, berjarak, dagunya naik ke atas dan karena dia cukup jangkung cara dia pertama memandang orang itu seperti melirik ke bawah, seperti malas manja seorang anak bangsawan. Tapi begitu anda bener-benar bertemu sorot matanya, persepsi anda mungkin berubah, terutama bila anda perempuan (maaf, bila anda laki-laki yang punya rasa percaya diri rendah, boleh lewatkan bagian ini)… Saya  harus bilang, nakal sekali sorot mata itu. Tapi itu bukan tatapan maut, mematikan, mesum, atau mau sekedar menakluk-naklukan wanita. Menurut saya, tatapan mata seorang Virzha itu jenaka, kekanakan, usil, seperti seorang anak kecil minta disayang, semacamnyalah. Namun di sini letak kompleks-nya, di saat yang sama orang seperti merasakan kehangatan dan kepolosan di sana.  Sehingga akhirnya saya mengerti kenapa para penggemar perempuan (yang berhijab sekalipun) merasa ‘aman’ untuk memeluk sang idola yang satu ini. Dan buat pria berkepribadian kuat,  harusnya anda memahami ini & tidak menghalangi anda untuk menjadi penggemarnya. Karena Virzha seibarat ‘tedy bear’ yang seakan tidak melukai, sebaliknya memberikan rasa hangat bagi siapapun yang mendekat (semoga tulisan ini tidak membuat keadaan semakin ‘rusuh’ saat Virzha berdekatan dengan penggemarnya, hehe…),pelukan atau rangkulannya seakan memiliki efek terapi (mungkin suatu hari dia bisa buka praktek, sebagai ‘love guru’…?) baik bagi si penggemar maupun sang idola, dan transfer energi hanya bisa terjadi pada dua hati yang tulus.Sehingga pemuda yang sejak awal menyebut diri ‘abang’ kepada penggemarnya (yang kebetulan didominasi kaum hawa),  sebutan itu benar-benar tepat, karena tidak ada panggilan yang lebih pas selain ‘abang’ untuk seorang Virzha, bahkan untuk penggemar  yang usianya di atas dia seperti saya, panggilan lain terasa terlalu dingin. Dimana-mana baik di darat maupun dunia maya, saya mendengar orang memanggil dia ‘abang’, (padahal ,maaf, dulu saya gunakan hanya untuk memanggil bakso atau menghentikan mikrolet, hehe), gara-gara Virzha kata itu jadi terdengar romantis sekali di telinga saya… Aneh juga orang ini.

Tapi kali lain saya melihat Virzha, ia nampak benar-benar seperti orang biasa. Padahal baru beberapa saat  sebelumnya saya habis dibuat berjingkrak-jingkrakan olehnya. Ketika bertemu di belakang panggung, saya tidak merasakan aura seorang bintang yang beberapa saat lalu saya rasakan. Saya  membayangkan,mungkin di panggung Virzha seperti memakai jubah seorang kaisar, panglima perang, pangeran cinta, dll, dan saat diwawancara di tv, di radio, atau di tengah kerumunan dia mungkin masih setengah memakai jubah itu. Tapi kapanpun ia mau, Virzha benar-benar bisa menanggalkan jubahnya begitu saja, sehingga kebetulan saja kali itu saya merasa sedang bertemu dengan seorang Peter Parker tanpa kostum Spiderman. Maksud saya begini, tentu saja semua orang, artis sekalipun adalah orang biasa, hanya penggemar dengan ekspektasi tingginya terkadang lupa (maklum saya sudah lama tidak punya idola,  berharap bertemu dengan semacam Prince of Persia atau Kapten Jack Sparrow?). Terlebih saat berbicara di telpon, saya berkesimpulan, di luar penampilan ‘ganasnya’ di atas panggung, pada kesehariannya Virzha adalah pribadi yang sederhana saja. Dari suaranya, sekalipun ia berbicara ingin menjadi legenda, tentang pilihan nama Devotees, dsb, dia hanya sekedar bicara tentang mimpinya, dan saya tidak merasakan kesombongan sedikitpun di situ. Jadi jangan anda salah paham mengenai beliau.

Dan ketika saya mencoba mengkonfirmasi apa yang pernah saya dengar, bagaimana bila penggemar itu laki-laki?“Ya peluk aja. Karena mau laki-laki atau perempuan, tanpa kehadiran mereka aku gak ada…”Sekali lagi ia seperti santai dan tidak khawatir pada pandangan umum. Mungkin Virzha adalah seseorang yang dibesarkan tanpa kebanyakan dogma,  saya menangkap walau hanya lewat perbincangan singkat,  ia orang yang berpikiran terbuka, tidak banyak sekat, dan cara ia memandang sesuatu lebih luas ketimbang orang-orang pada umumnya (yang seringkali berpikiran sempit dan terkotak-kotak).Saya juga ingat di salah satu videonya di jaman Idol, Virzha yang selalu membawa tasbih kemana-mana menyebut benda tersebut sebagai alat meditasi, ‘alat bantu menghadap-Nya’. Saya bertanya mengenai hobinya itu… Tanya : “Saya dengar kamu senang meditasi? Jawab : “Iya aku emang senang meditasi. Tapi meditasiku bukan yg gimana, yang simple aja.” Tanya : “Bukan yang kaki di atas kepala di bawah?” Jawab : “Engga, aku nggak segitunya, yang penting bikin aku tenang, nyaman. Aku suka dengerin lagu-lagu yang tenang yang aku pake buat meditasi, semacam lagu-lagu favoritku…”

[caption id="attachment_365226" align="aligncenter" width="630" caption="sumber : okezone.com"]

14217141521620258250
14217141521620258250
[/caption]

Awalnya saya ingin menulis tentang Virzha, saya berpikir akan membuat semacam liputan mengenai album terbarunya. Namun karena sedikit sekali bocoran yang saya dapat (tentu sangat bisa dimengerti), sehingga tulisan ini harus jadi ngalor ngidul tidak karuan seperti ini. Baik, berikut sedikit perbincangan tentang album perdana Virzha.Tanya : “Semua lagu di album ciptaan kamu?” Jawab : “Iya, semua kecuali Aku Lelakimu”. Tanya : “Alirannya apa? Apakah setipe dengan Aku Lelakimu?” Jawab : “Engga, ini beda, macem-macem tapi semuanya aku kasih unsur rock sedikit. Aku juga coba ciptain untuk macem-macem segmen, dari mulai untuk anak-anak sampe buat orang yang lebih tua, mudah-mudahan masuk juga ke mereka.” Tanya : “Saya dengar temanya tentang cinta kepada ibu, kepada alam, kepada Tuhan?” Jawab : “Menurut aku cinta itu luas banget. Semua lagu yang aku ciptain temanya tentang cinta, nanti semua orang boleh punya persepsi masing-masing tentang laguku, gak aku batas-batasin. Tapi awal aku ciptain semua lagu-lagu itu sebenarnya karena perasaan cintaku terhadap Tuhan. Karena tanpa Dia gak ada cinta-cinta yang lain, gak ada ini semua gak ada...” Tanya : “Seperti lagu rohani, begitu?” Jawab : “Bukan, bukan lagu rohani, ini luas banget.”  Tanya : “Darimana inspirasinya?”  Jawab : “Dari mana-mana.. Aku ngamatin sekitarku, aku ngeliat temen-temenku, saudara-saudaraku, kenapa mereka bisa begitu. Aku ngerasa mereka gak akan jadi seperti itu kalau gak ada Tuhan. Tuhan dimana-mana…” Tanya: “Wow! Kaya apa model lagu-lagunya?” Jawab : “Emang jarang, hampir belom pernah denger di Indonesia, tapi pernah ada satu band yang bawain model begini, udah lama banget dan gak terkenal.”  Tanya: “Nama band-nya apa? Ada di Youtube-kah? Jawab : “Sabar, sebentar lagi juga keluar, hehe…” Tanya : “Saya tebak ya, model-modelnya kaya lagu meditasi kamu?” Jawab : “Iya kurang lebih begitu. Lagu-lagunya lebih tenang.”  Tanya : “Psychedelic?” Jawab : “Iya, ada unsur seperti itu. Udah ya bocorannya…”  Tanya: “Segitu aja? Pelit amat?” Jawab : “Iya, nanti sebenernya pengen cover juga satu lagu Chrisye, tapi belum diputusin.” Tanya: “Lagu Chrisye yang mana?” Jawab : “Kasi tau engga yah..? Kalo tahunnya aku gak hafal. Di youtube ada kok. Ini ciptaan Chrisye sendiri. Gak terkenal memang…”

Apa saya tidak salah dengar? Sejujurnya setengah percaya, apakah betul Virzha ‘si idola pilihan rakyat’, jebolan kontes bakat Indonesian Idol, akan menelurkan idealismenya di album perdana? Kalau iya, maka seandainya saya punya sepuluh jempol, akan saya angkat setinggi-tingginya untuk sang label, Alfa Records, yang berani memproduksi album di luar selera pasar? Tapi saya takut berekspektasi setinggi itu. Walau tidak ada yang pernah tau, formula apa yang paling tepat untuk pasar sekarang. Tidak ada yang bisa  menebak, kenapa seorang Tulus dengan genre pop jazz-soul-nya bisa tiba-tiba bisa meledak dan merajai pasar ITunes, atau kenapa Cita Citatah hanya dengan irama ‘jedak-jeduk’ bisa dapat 20 juta-an penonton dalam tempo 3 bulan?? Dan apa-apaan saya penggemar kok sok ikut membuat analisa?  Yah, seperti yang saya ungkap sebelumnya, saya sudah mengalami pergeseran dalam menilai sesuatu. Kali ini saya hanya ingin album Virzha meledak, mendapat penggemar sebanyak-banyaknya, dan semuanya dapat menjadi suatu langkah kecil menuju mimpi besarnya kelak. Untungnya salah seorang pentolan Alfa Records memberi sedikit bocoran melalui akun Path-nya, saya dapat mendengar secuplik lagu yang tengah digodoknya di studio rekaman, diiringinya sendiri dengan keyboard. Masih mentah memang, ada sedikit warna Chrisye, ah menenangkan… Judulnya : Kita yang Beda. Dan liriknya sangat-sangat membuat penasaran, berikut cuplikannya :

Tuhan kita cuma satu
Kita yang berbeda
Hingga tak mungkin menyatu
Cinta yang terluka
Kuterima semua ini sebagai rahasia
Biar kusimpan selamanya kau di hatiku…


[caption id="attachment_365223" align="aligncenter" width="603" caption="sumber : tsunamiaceh.id"]

14217114801871171264
14217114801871171264
[/caption]

Lahir di Aceh, 24 tahun yang lalu. “Aku lahir di Aceh, waktu kecil aku disana sampai umur 14 tahun aku pindah ke Medan, sempat pindah ke Pekanbaru, lalu balik lagi ke Medan. Dari pas SMA aku udah menetap terus di sana.” Ketika saya bertanya mengenai tragedi tsunami 2004 yang melanda Aceh, Virzha tidak berkomentar banyak, “Satu hari setelah kejadian tsunami aku langsung terbang ke Medan, kebetulan orang tuaku memang di Medan. Aku dititipin. Di Aceh banyak saudaraku yang jadi korban, tapi tempatku gak kena karena tinggi…”Dan apakah tragedi ini yang melatar belakangi dirinya untuk banyak menulis lagu tentang Tuhan? Saat ditanya Virzha seperti tidak berminat memanfaatkan tragedi ini untuk dilibatkan dalam perbincangan lebih lanjut, “Engga ada dari kejadian ini,”  singkatnya. Tidak seperti tipikal kebanyakan peserta ajang pencarian bakat yang mengandalkan sms, yang umumnya senang mengumbar isu untuk menarik simpati, Virzha bahkan tidak pernah menyebut-nyebut kota, daerah, atau komunitasnya di panggung  hanya untuk menjaring sms. Ia seperti ingin terbang bebas tanpa diembeli apapun dan berdiri di atas kakinya sendiri. Kalaupun ada yang pernah disebutnya, itu adalah orang-orang seputar ring satu : mama, papa, adik, dan umi. Juga kekasih hati yang sangat dicintainya : Devotees, selalu disebutnya dalam segala kesempatan di panggung manapun. Walau jiwanya nampak bebas, dan sering berkelakuan ‘liar’ di atas panggung, saya selalu menangkap eksotika ‘timur’ dari diri Virzha. Ia sering disebut-sebut penggemarnya sebagai rocker yang rajin beribadah, dan cita-cita jangka pendeknya sederhana saja, yaitu memberangkatkan orang tuanya ke tanah suci. Virzha juga seorang anak yang sangat-sangat sayang ibu dan keluarganya, ia tidak malu menciumi mereka di depan kamera. Bahkan Virzha mengaku sering mencuci kaki sang bunda. Sehingga kalaupun ia memeluk atau mencium tangan penggemar atau pasangan duetnya, saya lebih sekedar melihat dia sebagai seseorang yang penuh cinta (mau gombal atau tidak), bukan kebablasan atau hal lain.

Saya pernah menemukan video Virzha manggung bersama band-nya, Beautiful Monday,  mereka manggung di tepi jalan di depan mini market, dimana Virzha sebagai vokalis berlari ke sini ke sana menghampiri penonton yang seperti tidak peduli, apa orang tidak menyadari, seorang bintang dapat saja lahir di sana...? Saya membaca salah satu artikel dari media online, komentar dari salah seorang teman bandnya tersebut, mengenai seorang Virzha, “Dia orang yang sabar, sabar tidak ada ujungnya…” Saya hampir tidak bisa membayangkan, seperti apa seorang anak band yang sabar tidak ada ujungnya?  Saya tidak pernah bilang kalau idola saya ini sempurna, jenius di bidang musik, dsb, menurut saya dia hanya seseorang yang haus belajar. Mengenai keinginan dan cita-citanya ke depan…Tanya : “Kamu bisa alat musik apa?” Jawab : “Bisa cuma sedikit-sedikit. Gitar sedikit, drum sedikit, piano sedikit, bass sedikit.” Tanya : “Seandainya kamu punya waktu utk belajar, kamu pilih alat apa?” Jawab : “Aku kepengen banget bisa belajar semuanya.” Tanya : “Bisalah musisi berbakat seperti kamu.” Jawab : “Kepengen sih ke depannya aku jadi musisi.” Tanya : “Lho, kamu kan udah musisi?” Jawab : “Amin. Belum, mbak. Aku belum musisi. Aku masih pengen belajar lagi, aku pengen lebih tau lagi apa sebenernya esensinya dari gitar itu, drum, piano... “Aah, seandainya ia punya waktu. Saya sendiri heran, membaca jadwalnya, bagaimana Virzha bisa menyelesaikan album di sela-sela jadwal show dan promo, off-air, on-air, kesibukannya mungkin setara dengan Kabinet Kerja RI…? Mungkin berbekal masa-masa jatuh bangunnya dulu, ia sangat-sangat mesyukuri apa yang dijalaninya sekarang,“Alhamdulilah… jadwal padet memang, hehe…”

Virzha ternyata seseorang yang rendah hati. Cukup sulit untuk memuji idola yang satu ini, seringkali dielaknya, mungkin juga bosan dipuji. Seperti misal ada perkataan dia yang membuat saya berkomentar,“Wah, kamu dalem juga…”. Virzha menjawab “Engga. Aku gak ada dalem-dalemnya.”  Atau saat saya jujur menyampaikan kekaguman saya… Tanya : “Kalo lagu pas kamu keluar dari Idol, Try-nya Pink itu gimana? Jawab : “Ya musiknya sih sebenernya aku gak suka-suka amat, waktu itu aku dikasih pilihan, aku pilih lagunya Pink. Tapi waktu aku coba bawain ternyata enak juga. Tanya : “Saya gak suka Pink, tapi justru paling suka cara kamu nyanyi di situ, keren banget, sequences-nya perfect, penghayatannya dari awal sampe akhir...” Jawab : “Aduh, makasih. Alhamdulilah, mas Oni emang keren banget bikin musiknya.” Tanya : “Maksud saya kamu.” Jawab: “Amin, emang mas Oni tuh keren banget...”Padahal saya serius mujinya. Coba kalian dengar ini, memang ini bukan kondisi primanya, tapi kilmaks bukan? :

https://soundcloud.com/virzha-1/try-pnk

Virzha juga bahkan menolak waktu saya bilang saya adalah penggemarnya…?Tanya : “Semua penggemar kamu sebut Devotees?” Jawab : “Iya.” Tanya : “Berarti saya Devotees dong?” Jawab : “Enggalah. Gak mungkin Devotees-lah...” Tanya : “Tapi saya beneran penggemar kamu…” Jawab : “Enggalah… Bukan...” Lho??

Sekarang mari kita berhitung mundur. Beberapa saat lagi Virzha akan mengeluarkan album perdananya. Bagi anda yang bukan atau belum menjadi penggemar, atau mantan penggemar, anda tidak punya alasan untuk tidak membeli album Virzha (tolonglah jangan jadi alay dengan beli bajakan!?) Dan sekalipun anda tidak berminat, janganlah jadi pembenci-nya (buat para pembenci, coba anda cari pekerjaan...). Akhir kata buat para penggemar, mungkin ini waktunya anda turut membidani kelahiran seorang ‘legenda’ (terlalu cepat saya mengatakan ini? Biar waktu yang membuktikan)… Untuk Virzha: Selamat datang! Semoga selamat sampai di tujuanmu…  :)

Salam.

[caption id="attachment_365220" align="aligncenter" width="455" caption="sumber : tribunnews.com"]

14217104291678688459
14217104291678688459
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun