Kita kembali ke Poros Cikeas di kantor DPP Demokrat di kawasan Menteng, Jakarta. Tidak banyak kata dan retorika. Di televisi, kita seperti melihat drama TV keluarga: Agus meminta restu pada ayah dan ibunya; Sylviana kepada suaminya. Setelah itu, keluarga, handai taulan dan seluruh kerabat melepas mereka dengan doa.
Di layar TV kita melihat kedua pasangan ini, didampingi istri dan suami masing-masing, naik bus diiringi pendukung menuju ke KPUD Jakarta. Kamera seperti tak lepas dari pasangan Agus dan Anissa. Keduanya merupakan pasangan muda, karirnya cemerlang, dan “layak kamera”. Agus memang masih terlihat kaku dan serius. Tapi Annisa Pohan, yang latar belakangnya memang model dan aktris, melengkapi kekurangan suaminya dengan baik: senyumnya, gestur tubuhnya, sesekali tangannya menggenggam erat sang suami. Ditunjang oleh wajahnya yang cantik, semuanya menampilkan adegan drama yang apik!
Dan puncak drama malam itu adalah sesudahnya: pidato Agus Harimurti di kantor DPD Jakarta yang emosional. Dia bercerita tentang lembaga militer yang membesarkannya, dia bercerita tentang anak buah, temannya sesama perwira, dan keputusan yang berat untuk meninggalkan itu semua untuk, bahasa Agus Harimurti, mengabdi kepada negara di lapangan yang lain.
Sesekali matanya menatap ke bawah – sepertinya ke kertas dan catatan yang ia persiapkan. Sesekali pidatonya terhenti oleh suaranya yang terbata-bata. Saya pikir pidato Agus malam itu merupakan bentuk political statement terbaik. Melalui pidatonya yang emosional, dia hendak menegaskan pilihannya tentang “perjuangan dan pengorbanan” melalui cara dan proses yang tidak mudah.
Di antara pendukung dan simpatisan, duduklah SBY – meski jarang tampil sebagai juru bicara utama, tak bisa dibantah dialah yang menjadi figur sentral drama sepanjang hari itu. Meski lebih banyak diam di antara simpatisan dan pendukung anaknya, SBY pasti memahami bahwa dirinya sedang mempersiapkan jalan yang tidak mudah bagi si sulung. Bagi SBY dan keluarganya di Cikeas, mungkin juga bagi Demokrat, pencalonan Agus adalah testimoni serta penegasan untuk masa depan: prosesi regenerasi.
Pilkada DKI hanyalah momentum untuk memberi jalan bagi sang putra mahkota. Tidak penting kalah atau menang -- jika lolos babak kedua atau menang itu adalah bonus. Bisa jadi pula malam itu SBY sedang dan sudah membayangkan lima atau sepuluh tahun lagi, ketika drama lain yang mempertemukan dua dinasti politik negeri ini, Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri, akan terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H