Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sang Guru

25 November 2021   15:41 Diperbarui: 25 November 2021   18:21 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay

Malam masih berselimut dingin, ditemani nyanyian jangkrik dan desir angin. Rembulan pun masih tersipu di balik jejeran awan. Hanya sesekali terdengar kokok ayam.

Seorang yang berprofesi sebagai guru mulai bangkit dari lelapnya. Duduk dan tak lupa membaca do'a bangun tidur. Dia bergegas mengambil wudhu kemudian merendahkan diri dihadapan Tuhan.

Di atas hamparan sajadah sang guru tergugu. Memecah sunyi dengan untaian do'a. Menyelipkan deretan nama peserta didiknya diantara gemuruh tarikan napas dan isak tangis. Sungguh dia tak mampu merayu air mata yang pelan menjalari pipi.

Sang guru tidaklah egois. Tak hanya memohon untuk diri atau keluarganya. Deretan nama peserta didik yang merimbun dibenaknya tak lupa dido'akan. Sang guru berharap peserta didiknya menjadi generasi unggul, berwibawa, memiliki bekal iman yang teguh, dan pengharum negeri.

Tak terasa embun mulai luruh menyentuh dedaunan. Nyanyian angin dan semerbak  melati mulai menjalari subuh. Sang guru mulai menyiapkan perbekalan menuju sekolah. Sekolah  yang sedari dulu adalah tempat impian untuk mengabdi, demi menghibahkan diri mendidik anak negeri.

Sang guru tersenyum tulus menyambut peserta didik. Meski sesekali menyeka beberapa butiran bening menetes di dahi, padahal hari masih pagi.

Sang guru bukanlah sosok malas belajar meski sudah mengajar. Sang guru berupaya mengupgrade diri pada tuntutan zaman. Siang dan malam, meski kantuk sering menyerang tiba-tiba. Tak jarang laptop pun harus sering diopname. Namun api juang mendidik tak pernah padam.

Sang guru hanyalah sosok sederhana, tulus berbagi ilmu pada anak siapa saja. Sang guru hanyalah orang biasa, namun tak jarang mendidik anak pejabat terkenal di mana-mana. Sang guru hanyalah orang desa, namun banyak mendidik anak-anak kota. Sang guru bukanlah orang hebat, namun tetap menjaga martabat.

Engkaulah sang guru, sosok terhormat. Teruslah jaga niat dan tekadmu mencerdaskan anak negeri. Biarlah harus berperang pada panas, hujan, emosi dan air mata. Percayalah, namamu mekar tersemat abadi di sanubari dan untaian do'a anak-anak negeri. Limpahan rahmat menyertaimu di akhirat kelak.

(Sungai Limas, 25 November 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun