Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rasa Memiliki pada Anak

27 Januari 2021   07:37 Diperbarui: 27 Januari 2021   08:00 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seganas-ganasnya harimau tidak akan memangsa anaknya. Buaya juga demikian. Bukankah itu sebuah naluri?

Secara gampang pasti kita akan menyebutnya demikian. Naluri kehidupan telah menjadikan siapa pun, makhluk apa pun merasa memiliki anaknya. Dari rasa memiliki timbul rasa ingin merawat dan memelihara.

Ada segelintir orang yang tega dan sangat kejam pada anaknya sendiri. Kita tidak bisa nafikan hal tersebut. Juga tidak menutup mata, pasti ada sesuatu yang melatar belakangi terjadinya peristiwa itu.

Pada manusia, bayi itu begitu lembut, yang tak dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Dalam kondisi normal ibunya lah yang merawat dan menolongnya.

Karena berada dalam rahim ibu, ia memperoleh lingkungan yang hangat dan menyenangkan. Pada fase ini, nutrisi dan kehangatan tersebut diberikan ibunya. Ia tak merasa butuh sesuatu.

Namun ketika lahir ke dunia, ia mulai merasa tergantung. Kebutuhan pertama yang dirasakan oleh bayi adalah kehangatan. Kemudian ia merasa memuaskan laparnya.

Sehingga untuk pertama kalinya ia mengetahui bahwa dirinya mesti bergantung pada selainnya untuk memperoleh kehangatan dan makanan.

Pada taraf ini ia tak mengetahui siapa orang yang menolongnya. Tapi pada dasarnya ia menyadari kebutuhan dan memfokuskan perhatiannya pada kekuatan yang tersembunyi untuk memuaskan kebutuhannya. Yang ia tahu yaitu dengan menangis.

Dengan demikian, sejak awal kehidupannya, anak telah terasuki rasa memiliki. Rasa ini akan terus berada dalam dirinya. Rasa memiliki berasal dari ketergantungan yang tidak ada ketergantuang lain yang diketahuinya.

Ketika merasa lapar dan dahaga, ia pun menangis. Ia juga menempelkan diri ke dada ibunya dan merasa nyaman bersama senandung yang dinyanyikan oleh ibunya.

Pada saat merasa bahaya maka ia pun masuk ke dalam dekapan ibunya.

Rasa inilah yang nantinya akan menolong dirinya memperoleh teman dan bermain dengan mereka. Persaudaraan dan kasih sayang terhadap pasangan dan anak-anaknya kelak merupakan pengaruh lanjutan dari rasa memiliki yang dimulai dari rasa ketergantungan.

Perkembangan pada anak ini merupakan perintis watak berteman. Dengan begitu anak akan merasa jika ada kebutuhan dapat dipenuhi oleh temannya. Jika sepi ada yang diajak bercengkerama. Jika takut ada teman untuk saling melindungi. Padahal tidak berarti apa-apa. Namun rasa sudah ada dalam hati mereka.

Oleh karena itu rasa memiliki pada anak tidak boleh dianggap sepele. Rasa memiliki merupakan aspek terpenting dalam struktur masyarakat.

Anak akan mengembangkan rasa persahabatan dengan temannya, orang-orang terdekatnya serta lingkungannya. Termasuk hewan piaraan dan tumbuh-tumbuhan yang ditemuinya.

Anak akan mengembangkan kemampuan harapan dan kepuasannya. Ia akan mengembangkan rasa persahabatan dengan selainnya. Ia akan berpikir positif terhadap orang lain dan berharap kerjasama dengan mereka.

Ketika pandangannya terhadap masyarakat baik maka ia akan mengulurkan tangganya untuk membantu mereka. Dan mau berkorban demi mencapai tujuan itu.

Dan tentu saja masyarakat akan menganggapnya sebagai tumpuan harapan mereka.

Sebaliknya, bila rasa memiliki itu tertekan dan tidak termanfaatkan dengan benar, bisa jadi anak akan menyimpang dari perilaku seperti biasanya anak normal lainnya.

Kondisi di atas sangat besar ternyata dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil mereka.

Rasa takut, khawatir, gelisah, dan tak percaya diri, malu, terasing, dan pada kondisi terburuk adalah ingin bunuh diri disebabkan perasaan rasa memiliki yang telah terkoyak dari dalam dirinya. Tentu saja ini adalah buah masa lalu.

Bila ingin menumbuhkan rasa memiliki pada anak secata benar, maka kita sebagai orangtua, terutama ibu harus jadi pendukungnya.

Ketika ia lapar, berilah makan. Ketika merasa tidak nyaman, berilah kenyamanan. Ketika takut, maka berikanlah kehangatan dalam dekapan.

Anak hanya tahu tidur dan menangis pada saat bayinya. Jadi bila sedang menangis,  maka perhatian buat ibu untuk mengamati dengan cermat apa kebutuhan anak yang seharusnya segera dipenuhi.

(Sungai Limas, 27 Januari 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun