Pada saat melihat matahari yang sangat jauh itu, secara sadar otak merespon bahwa sekarang bukan waktu malam. Demikian juga ketika melihat bulan. Dengan keyakinan penuh akan berkata, "Sudah malam. Waktunya isirahat."
Ketika mata berfungsi normal dengan mudah mampu melihat matahari dan bulan. Dan kemudian mengatakan waktu siang dan malam.
Bagaimana halnya dengan orang yang buta (maaf)? Apa yang menbuatnya yakin sekarang waktu siang atau waktu malam? Mungkinkah ia akan bertanya dengan orang di sekelilingnya? Jika tidak ada sesiapa pun, kemana pertanyaan itu dialamatkan?
Hangat yang menerpa tubuhnya barangkali menjadi indikasi untuk meyakini bahwa waktu siang telah datang. Demikian juga saat angin dingin berhembus dan menerpa tubuhnya ia akan mengatakan sekarang waktu malam.
Dengan kehangatan sinar matahari, buah-buahan yang mulanya hijau dan masam berubah menjadi kuning, jingga atau merah menyala. Rasanya juga akan menjadi manis.
Karena efek sinar matahari, terproduksilah tambang-tambang emas, perak, batu mulia, dan sebagainya. Matahari begitu banyak manfaatnya.
Andai jarak didekatkan, mungkinkah ia akan memberi manfaat? Justru alam dan seluruh isinya akan meleleh terbakar, binasa dan tak bersisa apa-apa.
Terbentangnya jarak antara matahari dan bumi memang sudah berada dalam pengaturan Yang Maha Kuasa.
Kita persempit sekarang. Ketika berada di depan cermin, berapa jarak yang diambil agar kondisi wajah terlihat nyata? Sangat jauhkah, atau sangat dekatkah?
Siapa yang menentukan jarak antara kita dan cermin. Kitakah? Cerminkah?