Kontemplasi, Pemberontakan, dan Jati Diri
Dua orang
Aku lihat sedang berdiri berhadapan
Keduanya sedang menatap ke depan
Pakaian hitam, aku misalkan sebagai watak kejahatan
Pakaian putih menjadi sebaliknya
Ketika hitam dan putih jadi timbangan
Neraca lengan kanan, putih berdiam
Di kiri, hitam berdiri
Dalam panjang langkah yang sama
Dua jarak saling menjauhi
Semakin panjang dan semakin menjauh
Dalam berat yang sama
Semakin berat
Semakin setimbang
Neraca lurus tak miring ke kiri, ke kanan
Bisakah mereka berjalan beriringan?
Sebuah pemberontakan telah dilakukan
Hitam putih menjadi teman
Setimbangkah?
Semakin mendekatkah?
Dalam pemberontakan bisa saja terjadi
Jati diri pasti akan mengingkari
Sedih dan senang bersamaan
Sakit dan nyaman beriringan
Cinta dan benci berbaur jadi satu
Ketenangan berkelindan dengan kegundahan
Hanya pemberontak yang mampu melakukan
Pernahkah kita saksikan,
Berhasilnya sebuah pemberontakan?
Hanya kesengsaraan
Korban
Menyisakan kesedihan
Dendam tak berkesudahan
Waktunya kontemplasi
Kembali
Jati diri
Memilih,
Jadi hitam,
Jadi putih,
Atau jadi pemberontak?
Kita sedang memilih takdir kita sendiri
(Sungai Limas, 17 April 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H