Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Panggung Pertunjukan Tanpa Tepuk Tangan

1 April 2020   10:10 Diperbarui: 1 April 2020   10:31 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beautiful Words - WordPress.com SAAT PERTUNJUKAN BERAKHIR | Beautiful Words


Panggung Pertunjukan Tanpa Tepuk Tangan

Tepuk tangan riuh penonton baru saja dera
Adegan pertama telah selesai
Peragaan adegan selanjutnya:
Seorang kakek sambil terbatuk-batuk
Pada telunjuk dan jari tengah tangan kiri menggapit sebatang rokok
Sedang menyala, berasap
Berjalan mondar mandir
"Merokok membunuhmu!" katanya
Diisapnya rokok
Sekejap kemudian terbatuk-batuk
Tertelungkup
Lama ....
Penonton saling berbisik
Mereka tersindir

Nenek masuk area pertunjukan
Lancang di tangan
Berisi penuh sirih, kapur, gambir, tembakau, dan pinang
Kacip mengkilat tajam siap memakan
Mulut mengunyah sirih kinang
"
Menginang, menyehatkan gigi!" katanya mengingatkan
Berjalan terbungkuk mendekati kakek yang sedang tersungkur

"Kita sekarang sedang candu, yang satu membunuh. Yang lain menyehatkan. Kita sama-sama dalam kekhawatiran. Sampai kapan kegiatan ini kita lanjutkan?"

Nenek bersuara rendah seakan berbisik
Penonton menyimak dengan seksama

"Kapan kita akan berhenti!"
Tiba-tiba nenek berteriak menggema

Sambil menghadap menatap penonton
Kakek mengangkat rokok dan mengisapnya
Dalam
Nenek memasukkan kinangan ke dalam mulut dan mengunyahnya
Gerakan gerahamnya terlihat

Suasana pelan-pelan mencekam
Musik penggiring bernada menyeram
Sebuah pesta kematian
Sedang diperagakan

Keduanya bareng meludah
Merah!
Darah!
Kehidupan menantang
Kematian menghadang

Dari mulut,
Terakhir semua dikeluarkan
Jiwa yang terbang
Jempol kaki terakhir lepas dari mulut
Semua gerakan tertutup

Terkulai....

Penonton saling berpandangan
Ada apa gerangan?
"Kau sedang melakukan peragaan!" kata seorang penonton pada penonton lainnya

Aku juga sedang menjadi pemeran
Siapa sutradaranya
Mengapa adegan tak segera dihentikan?
Mengapa kita semua jadi peran utama?

Kehidupan yang menantang
Kematian yang menghadang
Kita sedang kebingungan

Tak ada lagi tepuk tangan
Adegan selanjutnya
Dan selanjutnya
Kita semua sedang main sandiwara
Nyata!

(Sungai Limas, 1 April 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun