Paling tidak, terdapat 30 karakter berbeda pada diri peserta didik dalam sebuah kelas yang dihuni oleh 30 orang. Dengan 30 latar belakang kehidupan yang dimiliki. Disatukan dalam sebuah kelas. Terdapat 30 keunikan berbeda di dalam kelas.
Ketika berada di sekolah dasar, mereka akan berkumpul selana 6 tahun secara bersama-sama. 3 tahun di SMP atau MTs dan 3 tahun ketika SMA atau MA (tingkat atas). Tentu saja mengkolaborasikan perbedaan yang begitu banyak dan kompleks diperlukan keterampilan guru di dalam kelas.
Menjadi salah seorang wali kelas pada Madrasah Tsawnawiah (MTs) setingkat SMP, dimana peserta didik pada usia itu adalah saatnya terjadi perubahan masa kanak-kanak ke masa remaja sungguh diperlukan perhatian penuh.
Ada pun salah satu usaha agar dapat mengenali keunikan peserta didik salah satunya adalah dengan kunjungan rumah. Kebiasan yang sering dilakukan oleh guru adalah ketika peserta didik mengalami masalah baru dilakukan kunjungan rumah. Padahal seharusnya kunjungan rumah dapat dilakukan tanpa menunggu peserta didik tertimpa masalah.
Kadang ketika peserta didik tidak masuk kelas beberapa hari, baru guru wali kelas datang berkunjung. Atau ketika terjadi kenakalan-kenakalan dari peserta didik baru kunjungan rumah berjalan.
Sebenarnya kunjungan rumah sangat bermanfaat, walaupun karena kesibukan pembelajaran di kelas, kunjungan rumah dapat di lakukan sekali selama mereka pada sekolah itu. Dengan begitu kondisi riil peserta didik dapat dicermati sedemikian rupa. Sehingga pendekatan yang dilakukan di dalam kelas oleh guru ketika berada dalam kelas.
Setelah kunjungan rumah yang dilakukan oleh wali kelas kemudian diinformasikan kepada semua guru yang mengajar di kelas itu dengan cara membeberkan kondisi rumah tangga peserta didik
Dengan kunjungan rumah dapat diketahui paling tidak yang tampak pada mata. Seorang peserta didik kadang terlihat begiitu dekil, padahal ketika berada di rumah sangat rapi dan berpakian bagus misalnya. Atau ketika ada peserta didik yang begitu sering menggangu teman, dapat diketahui dengan mengetahui lingkungan rumah tinggalnya.
Sebagian kecil peserta didik meluapkan emosinya yang tertahan di sekolah. Peserta didik yang hanya memiliki orang tua tunggal atau karena broken home akan mencari perhatian ketika berada di dalam kelas. Da bentuk meminta perhatian yang mereka lakukan di luar batas toleransi. Akhirnya mereka dicap sebagai peserta didik yang nakal, suka mengganggu dan sebagainya.
Salah satu contoh, misalnya ketika di sekolah peserta didik diajarkan agar ketika ke masuk kelas diminta memberi salam. Bagaimana peserta didik tersebut terbiasa memberi salam, jika ketika di rumah tak satu pun anggota keluarganya yang memberi salam ketika masuk rumah. Akan menjadi hal yang asing dilakukan peserta didik.
Atau misalnya ketika di sekolah setiap datang waktunya shalat zuhur, semua peserta didik diminta untuk shalat berjamaah. Pasti ada saja peserta didik yang melarikan diri dan bersembunyi di tempat-tempat terlindung. Kegiatan shalat zuhur berjamaah dianggap sebuah siksaan baginya. Mengingat ketika di rumah tak satu pun anggota keluarga yang melaksanakan shalat misalnya.
Masih banyak contoh lain yang jika digali satu persatu akan menguak bagaimana sebenarnya kehidupan peserta didik ketika berada di rumah.
Walau tugas utama guru adalah memberikan pembelajaran dan pendidikan kepada peserta didik ketika berada di sekolah. Namun lingkungan rumah tangga peserta didik tak salahnya dicermati agar penanganan mereka ketika berada dalam kelas tak salah.
Misalnya ketika guru bercerita tentang bagaimana perceraian mengakibatkan hancurnya sebuah keluarga dan terlantarnya anak-anak akibat perceraian tersebut. Ketika guru tak mengetahui kalau di dalam kelas tersebut ada peserta didik yang orang tuanya bercerai pasti akan bercerita sekenanya. Tak sadar salah satu peserta didik terhina dan sakit hatinya karena cerita dan pembahasan guru tentang peristiwa dan akibat perceraian tersebut.
Jadi bagi wali kelas, meluangkan sedikit waktu untuk melakukan kunjungan rumah masing-masing peserta didiknya memberikan dampak yang besar dalam proses pembelajaran selanjutnya. Demikian juga ketika mendapati masalah yang menimpa peserta didik dapat ditangani sedini mungkin dengan mengurangi dampak besar akibat ketidaktahuan guru.
Jangan sampai karena ketidaktahuan pada kondisi yang terjadi di keluarga peserta didik, pembelajaran di dalam kelas memperparah masalah yang dihadapi peserta didik. Oleh karena itu, wali kelas yang ditunjuk untuk mengelola kelasnya diharapkan mengetahui secara detail kondisi riil peserta didik yang berada dalam kelasnya.
Dengan cara kunjungan rumah juga bisa diketahui siapa-siapa saja peserta didik yang berhak mendapatkan beasiswa miskin dan mendapatkan kartu indonesia pintar dan sejenisnya. Jangan sampai program bantuan untuk peserta didik salah sasaran karena ketidaktahuan sekolah pada kondisi riil peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H