Menyeka keringat dengan jilbab, gendongan bayi di bahu kanan
Bakul penuh takjil ditenteng ringkih
Di pinggir-pinggir jalan
Dan lapak kaki lima dadakan
Seirama dengan kelap kelip lampu merah perempatan jalan
Bayi kehausan dalam gendongan menangis, jika mampu berkata;
Ibu, rehat dulu sebentar
Buka puasa masih lama, tak ada yang makan takjil sekarang
Aku haus minta disusukan segera
Pedagang asongan, Pedagang kaki lima
Mereka datang berebut lapak dipinggir jalan
Di depan pertokoan
Bersaing dengan tibanya senja
Takjil masih pada tempatnya
Bagaimana bisa?
Harap-harap cemas,
Mendung tiba, tampak dari kejauhan
Sebentar lagi gelap disusul hujan dan petir bersahutan
Yang terbangkan lapak-lapak takjil sore ini
Jika mungkin takjil dijual esok sore
Tak segelap bayangan hari ini
Kumandang azan adalah ancaman
Bagaimana bisa?
Semua berharap azan segera tiba
Tidak halnya dengan ibu pembawa gendongan bayi
Tetap saja, harapan dan doa adalah waktu berhenti sekedar takjil terjual segera
Bagaimana bisa?
Sederhana,
Sesederhana menyeka keringat dengan jilbab di dada
Bagaimana bisa?
(Sungai Limas, 7 Mei 2019)