Termangu sendiri berteman tiupan angin menabuh dedaunan, sementara mentari malu menampakkan wajah ayunya. Pagi beraroma semerbak melati, mengundang para kumbang berdansa tarian salsa.
Kursi di bawah pohon Akasia saksi bisu, betapa setia aku menunggu. Sekalipun rintik hujan menjarum menyapa mesra, mataku tak berkedip memandang ke arah sana. Bayanganmu selalu datang menjelma di ruang mata.
Aku setia di sini, di musim dingin menunggu pasti. Meski dingin menusuk belulang, dan angin dingin menampar wajah, namun setia kubersimpuh berharap kamu hadir segera.
Patahan rindu tercabik sendu coba kutata lagi. Selaksa asa kususun kembali pada ayat-ayat rindu pelaksana hati. Aku bertahan di sini, hanya demi mengharap hadirmu kembali.
Musim berganti, kemarau kasih mengering gersang. Biarkan saja diriku mengeja rerumputan kering, hingga tiap ujungnya menyentuh hatimu. Namun aku masih di sini, hanya menanti siraman kasih penyejuk hati.
(Sungai Limas, 6 April 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H