Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat yang Ditawan

1 April 2019   18:46 Diperbarui: 2 April 2019   04:04 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut pagi coba kukatakan. Pada wangi melati coba kutitip pesan. Bersama hembusan angin coba kubisikkan. Pada rerumputan ilalang coba kusampaikan, sepucuk surat perdana dalam goresan.

Setiap saat ingin kukatakan, pada nurani yang katanya menawan. Coba mengais butiran asa di dalam tangisan, lalu untuk apa ia dipertahankan? Semua hanya akan menguras segenap pikiran.

Sukma ini brontak keras, dan ingin melawan arus. Ternyata tak berdaya biar hati pedih tergerus. Keangkuhannya tak mampu meluruhkan hasrat meski terhempas.

Rasa ini tak bisa lepas, walau lisannya berujar menyengat pedas. Hati ini terlalu lunak untuk memaafkan, meski matanya tiada pernah menoleh penuh perasaan. Sesak batin itu tetap dirasakan dan tak terkatakan.

Lisan ingin jujur mengatakan, namun selalu tertahan. Hanya lewat surat semoga terkatakan, segala rasa dalam luapan. Sayang, tirani datang merajam tajam. Surat ditawan, mengoyak masa silam. Hingga kini tinggal kenangan.

(Sungai Limas, 1 April 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun