Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tukang Becak

24 Februari 2019   20:57 Diperbarui: 24 Februari 2019   22:35 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepenggal kisah tukang becak
Keluar rumah bergelut embun saat subuh belum tampak
Bergelut peluh diantara tetesan embun beriak
Tak sempat nikmati sarapan mendesak

Dalam lapar tetap sabar menanti
Di antara angkotan kota rebutan antri
Hilir mudik penumpang silih berganti
Tak jarang hanya berlalu sambil berlari

Tukang becak larut berdiam diri
Hanya berbisik lirih dalam hati
Semoga ada yang mengasihani
Walau penumpang tak banyak memberi

Tukang becak tetaplah pasrah
Bergelut biaya hidup yang kian susah
Tak jarang jadi korban amukan petugas yang marah
Becak pun lalu dimusnah

Aduhai penguasa negeri terhormat
Solusi bijak tukang becak setempat
Becak tergerus di bibir roda zaman sekarat
Bebas polusi tapi tak dianggap hebat

(Sungai Limas, 24 Februari 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun