Sepenggal kisah tukang becak
Keluar rumah bergelut embun saat subuh belum tampak
Bergelut peluh diantara tetesan embun beriak
Tak sempat nikmati sarapan mendesak
Dalam lapar tetap sabar menanti
Di antara angkotan kota rebutan antri
Hilir mudik penumpang silih berganti
Tak jarang hanya berlalu sambil berlari
Tukang becak larut berdiam diri
Hanya berbisik lirih dalam hati
Semoga ada yang mengasihani
Walau penumpang tak banyak memberi
Tukang becak tetaplah pasrah
Bergelut biaya hidup yang kian susah
Tak jarang jadi korban amukan petugas yang marah
Becak pun lalu dimusnah
Aduhai penguasa negeri terhormat
Solusi bijak tukang becak setempat
Becak tergerus di bibir roda zaman sekarat
Bebas polusi tapi tak dianggap hebat
(Sungai Limas, 24 Februari 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H