Mohon tunggu...
Ekri Pranata Ferdinand Baifeto
Ekri Pranata Ferdinand Baifeto Mohon Tunggu... Human Resources - Timor Tengah Selatan

Seorang pengagum berat Cristiano Ronaldo dan pemakan segala kacuali durian. Menyelesaikan studi S1 Pendidikan Fisika di Institut Pendidikan SoE, S2 Pendidikan Fisika di Universitas Pendidikan Indonesia, dan saat ini sedang menempuh studi doktoral (S3) di Universitas Pendidikan Indonesia serta Magister Ministry Marketplace (S2) di Sekolah Tinggi Theologi Bandung. Menyukai banyak hal; sains, musik, sepak bola, seni, dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Artificial Intelligence (AI) dalam Pendidikan: Beradaptasi atau Mati

21 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 21 Juli 2024   11:09 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi saat ini berkembang begitu cepat dan pesat. Semua bidang kehidupan merasakan dampak dari hal ini, baik dalam bidang sains, ekonomi, kesehatan, agama, life style (gaya hidup), hiburan, dan lain sebagainya. Banyak dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari setiap terobosan baru.

Salah satu teknologi yang sedang menjadi topik hangat di semua balahan dunia adalah kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan istilah AI (Artificial Intelligence). Istilah dan konsep dasar AI telah dirumuskan sejak lama, yaitu pada era 1950-an oleh John McCarthy, Marvin Lee Minsky, Herbert Alexander Simon, Allen Newell, dan Edward Albert Feigenbaum. Pada tahun 1956, McCarthy mengadakan konferensi pertama tentang AI, yang dikenal sebagai Dartmouth Conference, yang menjadi tonggak awal perkembangan AI sebagai bidang ilmu yang mandiri. Sejak saat itu AI terus berkembang hingga hari ini.

Sebagaimana biasanya, setiap penemuan dan inovasi baru yang muncul selalu ada kontroversi yang turut serta dibaliknya. Demikian juga dengan AI. Hingga saat ini semua lini pekerjaan manusia telah diupayakan agar lebih efektif dan efisien dengan menggunakan AI. Kecerdasan buatan perlahan telah menjadi bagian dari kehidupan manusia saat ini. Walaupun terlihat bahwa manusia sudah seharusnya hidup berdampingan dengan teknologi kecerdasan buatan ini, nyatanya masih terdapat pro dan kontra dari berbagai pihak terkait penggunaan AI di beberapa bidang pekerjaan. Salah satunya yang saat ini masih menjadi kontroversi adalah penggunaan AI oleh siswa di sekolah.

Konflik antara guru dan siswa tentang penggunaan AI dalam pembelajaran masih belum selesai. Beberapa siswa mengaku dilarang oleh guru untuk menggunakan AI saat belajar di kelas atau ketika mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Banyak alasan mengapa guru melarang siswa menggunakan AI, diantaranya siswa harus diajar untuk berpikir dan mencari resources sendiri tanpa bantuan AI, penggunaan AI bisa membuat siswa menjadi malas, penggunaan AI akan mengurangi effort siswa untuk belajar, AI berbahaya karena siswa akan menjadi seorang plagiat, dan sekumpulan alasan lain.

Sebaliknya, siswa saat ini merupakan Gen-Z (generasi yang lahir anara tahun 1997-2012) dan Gen-alpha (generasi ang lahir di atas tahun 2013) bisa dianggap sebagai gererasi yang sejak lahir telah "diberi makan" oleh teknologi. Tentu saja pola hidupnya akan berbeda dengan guru-guru mereka yang mayoritas adalah generasi X, Y, maupun milenial dimana teknologi saat itu belum berkembang pesat seperti saat ini. Tentu saja generation gap ini menjadi salah satu faktor pemicu masalah terkait kehadiran AI.

Bagi siswa, penggunaan AI akan lebih efektif dan efisien daripada mereka mengunjungi perpustakaan lalu mencari dan membaca tumpukan buku untuk mempelajari sesuatu. Selain itu, AI dengan database yang sangat banyak dan cukup lengkap akan memudahkan untuk mereka untuk menemukan informasi yang dibutuhkan. Perbedaan pandangan inilah yang kemudian menjadi dasar konflik antara guru dan siswa.

Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana seharusnya penggunaan AI dalam pendidikan atau spesifiknya di dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah? Bolehkan siswa menggunakan AI untuk belajar di kelas atau mengerjakan tugas? Apakah benar bahwa AI akan membuat siswa menjadi malas dan bodoh? Bagaimana seharusnya sikap guru dan siswa dalam menggunakan AI? Semua pertanyaan ini perlu jawaban logis dan rasional.

Jika kita amati, kehadiran AI hari ini tidak ada bedanya dengan kemunculan mesin pencarian seperti Yahoo atau Google. Sebelumnya kita akan membeli buku, mengunjungi perpustakaan, membaca media cetak, mendengar radio, maupun menonton televisi hanya untuk menemukan suatu indormasi ataupun mempelajari sesuatu. Tentu saja hal itu memakan waktu serta menguras kantong. Namun sejak adanya mesin pencari seperti google membuat semuanya menjadi lebih efisien. Proses mengakses informasi menjadi lebih cepat dan mudah serta tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.

Hal yang sama terjadi saat ini dengan kehadiran AI. Mesin pencari seperti google memiliki keterbatasan yaitu resources yang dicari terpisah satu sama lain sehingga untuk mendapat informasi dari banyak sumber dilakukan secara terpisah. Informasi-informasi dari setiap sumber lalu dirangkum secara manual atau dengan bantuan tools tertentu. 

Hal ini tentu berbeda dengan AI. Misalkan AI pencarian data seperti ChatGPT, Perplexity AI, Gemini AI, atau Question AI memiliki database yang cukup lengkap dan banyak. Oleh karena itu, dengan satu kata kunci saja akan memunculkan informasi yang telah dirangkum dari semua sumber data yang dimiliki oleh AI tersebut. Selain itu informasi yang diperoleh juga disertai dengan sumbernya sehingga dapat ditelusuri oleh penggunanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun