Mohon tunggu...
eka purwanto
eka purwanto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perang antara "Cebong" dan "Kampret"

28 Februari 2019   19:58 Diperbarui: 28 Februari 2019   20:06 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilpres 2019 sepertinya lebih panas dari pemilihan presiden 2014. Ini adalah pertarungan ulang antara Jokowi dan Prabowo.

Kampanye damai yang digaungkan di awal masa kampanye ternyata cuma omong doang. Buktinya, banyak beredar fitnah, hoaks dan kampanye hitam. Segala cara diterapkan untuk memenangkan pertarungan. Dalam akun facebook, postingan tentang kedua calon tersebut selalu hadir setiap saat.  Di whatsapp juga begitu.

Seorang kawan memasukan saya dalam grup "Kami Cinta Prabowo". Beberapa saat saya perhatikan, grup itu isinya memang hanya menjagokan dan mendukung Prabowo. Sesekali anggota grup mengupload ejekan terhadap pasangan Jokowi Ma'ruf.   Saya tidak  lama dalam grup ini karena tidak ingin terjebak dalam peperangan semu. Saya keluar dari grup setelah sebelumnya minta ijin pada kawan yang memasukan saya dalam grup itu.

Pemilihan presiden sepertinya telah memecah bangsa ini menjadi dua kubu yang siap berperang. Satu kubu Jokowi, lainnya kelompok Prabowo. Keduanya tentu sudah menyiapkan strategi masing-masing. Bahkan akhir-akhir ini muncul istilah perang total dan perang Badar.

Perang total pertama kali dicetuskan oleh Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi Ma'ruf, Moeldoko. Ia kemudian mengklarifikasi, 'perang total' hanya istilah bagi metode kampanye yang digunakan timnya. Yakni, berkampanye secara total di setiap daerah. Sayangnya, Moeldoko tidak secara detail menjabarkan strategi perang timnya itu.

Lalu kemudian muncul istilah perang Badar dalam puisi/doa kontroversial yang diucapkan Neno Warisman. Meski begitu, Neno pun sudah mengklarifikasinya. Puisi ini menjadi ramai dan kemudian diangkat Karni Ilyas dan menjadi bahasan dalam ILC TVone. Tanggapan puisi Neno membuming mungkin karena Neno masuk di posisi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Reasonable jika kemudian orang mengasumsikan puisi Neno itu memang maksudnya menganalogikan Perang Badar dengan Pilpres 2019.

Perang di dunia maya juga tak kalah serunya. Hampir setiap saat terjadi perang kosa kata. Saya tak ingin berlama-lama menyaksikan peperangan antara kelompok Cebong dan Kampret ini. Cebong adalah sebutan untuk kelompok pendukung Jokowi di dunia maya. Sementara kelompok kampret adalah sebutan untuk pendukung Prabowo.

Saya ingin pilpres ini segera berkahir. Sudah bosan dengan peredran hoaks, fitnah dan kampanye hitam. Semoga setelah pilpres ini berakhir, kedua kubu kembali harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.- ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun