"Panjenengan pancen ngaten."
Kata Ngatimin Dingklik sambil mengacungkan jempol kepada Pak RT Nottoprodjo. Tapi Satemo Dokar juga buru-buru menimpali.
"Mbok sabar Pak RT. Pelan-pelan, jangan buru-buru. Anak-anak kita itu kan sudah terlanjur makan cilok, cireng, cimol dan yang sebangsanya yang gurih-gurih itu to Pak."
"Lha kalau ujug-ujug diganti makanan yang hambar seperti itu saya khawatir malah bubruk. Nggak ada yang makan. Ujung-ujungnya malah buang-buang makanan."
Ngatimin yang sudah terlanjur ngefans sama Pak RT langsung bertanya.
"Jangan-jangan kamu sendiri yang nggak siap makan makanan-makanan lokal Mo?"
"Oooo yo jelas. Lha saya suka banget mi instan lauk telur dadarnya Yu Semimanis lho. Kalau Yu Semi terus jualan pala pendhem karena mie-nya nggak laku lak blaik to Min."
Pak RT yang baru saja menyelesaikan ganyong keduanya terus berkata.
"Ini nggak buru-buru lho Pak Mo. Malah kita harus bergegas segera mempraktikkan mengkonsumsi bahan makanan lokal itu. Ini bukan masalah kita nggak kuat beli beras. Tapi kita harus segera melatih  dan mendidik lidah-lidah anak-anak kita itu agar terbiasa makan makanan lokal yang sehat."
"Wah...wah...wah...Pak RT kita ini lho. Kok yo all round. Apa-apa isa. Serba bisa. Sekarang malah tambah pakar pendidikan lho."
"Ooo lha, yo jelas. Wong aku kok."