Gerobak nasi goreng Pak Serka lewat di depan pos ronda. Bau wangi sisa-sisa gorengan bumbu menguar dari gerobaknya. Aahhh...nikmatnya. Tapi kami masih kenyang juga. Karena itulah gerobak kenikmatan itu jalan terus.
"Tuhan kok mencoba kita dengan kenikmatan secara bertubi-tubi begini ya? Mbok kondangan Bu Pingki tadi diadakan tadi siang, terus ngirim ke pos ronda jam sembilan malam. Lalu pas jam 12 malam, Pak Serka nongol. Jadi seharian ini kita makan enak terus."
"Mbok aja aluamah gitu to Min? Makanan saja pikiranmu. Nuruti keinginan untuk makan terus itu akhirnya jadi nggak baik untuk semua."
"Nggak baik untuk semua piye to Pak Sastro. Wong  yang makan saya sendiri."
"Banyak makan nggak bagus buat kesehatanmu. Terus biasanya kalau kita sudah terlalu kenyang tapi tetap kita paksa makan ujung-ujungnya malah menyisakan makanan. Makanan jadi terbuang percuma."
"Lha kan biasa to Pak kalau nggak habis sisanya dibuang. Siapa lho yang mau makan makanan sisa."
"Justru itu Min. Kamu tahu nggak kalau kita ini ranking dua sedunia setelah Arab Saudi dalam hal membuang-buang makanan ini. Padahal kita juga masih dinilai sebagai negara yang belum semua penduduknya cukup makan. Akhirnya banyak anak-anak kita yang kerdil. Stunting."
"Kamu tahu nggak kalau makanan yang terbuang percuma itu kalau dimanfaatkan maksimal bisa untuk memberi makan sampai 125 juta orang Indonesia."
"Helah, napa leres to Pak? Benar begitu Pak?"
"Lha masa kamu nggak percaya. Ya benar lah. Belum lagi kalau membicarakan sampah makanan. Rata-rata tempat pembuangan sampah itu lak pembuangan sampah yang langsung buang begitu saja to? Tidak diproses. Sampah makanan itu menimbulkan gas metana. Gas rumah kaca yang bikin bumi tambah panas."
"Waduh."