guru PPPK. Dia guru olahraga di sebuah SMK Negeri. Tahun 2021 lalu ia sudah mendaftar, nilai ujiannya lolos passing grade. Tapi tidak kebagian formasi. Alhasil dia belum bisa diangkat menjadi guru PPPK.
Tetangga saya berjarak lima rumah dari kediaman saya, Mas Wulang namanya, kepingin sekali menjadiTapi kata mas Wulang, meskipun ia belum keangkat menjadi guru PPPK, ia sudah diiming-imingi sebagai guru P1. Prioritas Satu. Artinya kalau ada pengangkatan guru PPPK lagi, dia termasuk yang diprioritaskan untuk diangkat.
Ndelalah kersane Allah suatu siang pas saya pulang saat istirahat kantor, saya melihat dia berjalan menuntun sepeda motornya. Keringatnya bercucuran karena siang itu memang panas sekali. Saya memanggilnya dari teras rumah.
"Mas Wulang, dari mana? Kenapa motornya kok dituntun?"
"Dari kantor pos Pak Estu. Apes kok Pak, di perempatan lampu merah dekat apotik Seger Waras itu motor saya kok ya ndadak bocor lho. Lha jarak ke tambal ban sama ke rumah lebih dekat ke rumah, ya saya tuntun saja pulang ke rumah. Panas begini. Rencananya nanti sore mau saya tambal."
"Mampir dulu mas Wulang. Biar dibuatkan teh."
Mas Wulang bersedia mampir. Setelah motor diparkir di bawah pohon mangga yang teduh, ia bergegas ke teras duduk lalu mengipas-ngipas wajahnya dengan stopmap. Mbak Brilli menyuguhkan es teh, dia teguk sampai setengah gelas.
"Ada perlu apa apa to mas Wulang kok ke kantor pos?"
"Mau beli e-materai Pak. Saya lak mau mendaftar guru PPPK itu lho Pak. Sekarang persyaratannya, surat lamaran dan surat pernyataan itu harus dibubuhi e-materai. Bukan materai tempel seperti dulu."
"Eeeee.... Antri banyak mas di kantor pos?"
"Lha ya itu tadi Pak, belum sampai ke kantor pos motor saya malah bocor duluan. Sebenarnya kan kita bisa beli sendiri secara online melalui web pendaftaran guru PPPK itu to Pak. Tapi kok yo ndelalah lho. Pas giliran saya mau daftar akun untuk beli e-materai itu kok ya gagal-gagal terus. Kata teman saya bisa beli di kantor pos. Ya sudah saya beli di kantor pos. Eee ternyata belum rezeki juga."