Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

esai

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Sejarah dan Perkembangan Ludruk sebagai Kesenian Teater Rakyat Jawa Timur

16 September 2024   06:12 Diperbarui: 16 September 2024   06:19 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri 

Oleh: Eko Windarto 

Ludruk merupakan seni pertunjukan teater rakyat yang berasal dari Jawa Timur, khususnya Surabaya. Berbicara tentang asal-usul ludruk, Dalang Cabul di Surabaya kerap disebut sebagai awal mula munculnya ludruk. Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa ludruk sudah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur sejak abad ke-12 dengan nama Ludruk Bandhan. Pertunjukan Ludruk Bandhan menyuguhkan aksi pamer kekuatan dan kekebalan, juga disertai dengan tontonan wayang beber dan wayang kulit.

Seiring dengan berjalannya waktu, ludruk menjadi semakin populer dan berkembang di masyarakat. Pada masa kolonial Belanda, ludruk mengalami kemunduran karena dianggap sebagai jenis seni yang menjurus kepada pornografi dan tidak membangun moral serta etika masyarakat. Namun, perkembangan industri film dan musik yang modern menjadikan ludruk semakin diminati oleh masyarakat.

Sejak tahun 1930 hingga 1940-an, ludruk mulai mengalami perkembangan pesat dan dianggap sebagai media dakwah Islam. Ludruk juga dihadirkan dalam rangkaian perayaan Maulid Nabi atau pernikahan. Pada masa ini, ludruk dilakukan oleh kelompok-kelompok umat Islam yang kemudian dikenal sebagai "Ludruk Islami".

Pada zaman Orde Baru, ludruk dijadikan sebagai sarana hiburan rakyat dan dihadirkan dalam kegiatan-kegiatan sosial dan kebudayaan. Saat itu, Ludruk menjadi semakin populer dan meluas ke kawasan pedalaman. Perkembangan ludruk tidak hanya sekadar sebagai media hiburan, melainkan juga menyimpan pesan atau amanat yang membawa makna moralitas dan etika dalam kehidupan masyarakat.

Cabang-cabang Ludruk

Ludruk terbagi menjadi dua cabang, yaitu ludruk lokal atau tradisional dan ludruk Surabaya. Ludruk lokal biasa dipentaskan di daerah-daerah kecil di Jawa Timur. Pertunjukan ini biasanya disuguhkan pada perayaan-perayaan adat, seperti pesta pernikahan, khitanan, dan engagement.

Sementara itu, ludruk Surabaya merupakan bentuk ludruk yang paling populer dan menjadi cikal bakal pertama kali munculnya jenis ludruk di Indonesia. Ludruk Surabaya biasanya dilaksanakan oleh kelompok kesenian yang terdiri dari bapak-bapak yang berpenampilan lucu dan konyol.

Karakteristik Ludruk

Ciri khas ludruk terdapat pada dialog dan bahasa pengucapan pemainnya yang menggunakan bahasa Jawa Timur sehari-hari yang dipadukan dengan bahasa Indonesia. Hal ini membuat pertunjukan ludruk mudah dipahami oleh masyarakat luas, terlebih lagi ketika lukisan gambaran ceritanya semakin indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun