Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023

esai

Selanjutnya

Tutup

Seni

Sastra Serius dan Sastra Hiburan

2 Agustus 2024   18:40 Diperbarui: 2 Agustus 2024   18:45 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu bagian bentuk adalah bahasa: bahasa yang baik dengan isi tidak bermutu akan melahirkan retorika kosong belaka. Moral, sementara itu, masuk pada bagian isi. Perimbangan yang baik antara bentuk dan isi, dengan demikian, menyangkut masalah moral. Dalam perkembangannya, isi cenderung hanya berupa pemikiran yang belum tentu ada kaitannya dengan moral.

4. E.M. Forster, seorang novelis dan teoritikus sastra, dalam Aspect of The Novel antara lain menulis mengenai cerita, dan plot, serta tokoh dan penokohan.

Kunci penting terjadinya plot (hubungan sebab-akibat) tidak lain adalah konflik, dan kunci penting konflik adalah tokoh dna penokohan. Sebagaimana halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari, masing-masing tokoh mempunyai watak sendiri-sendiri dan kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Perbedaan watak inilah yang memicu timbulnya konflik, apalagi kalau watak-watak itu saling bertentangan.

Sebagai konsekuensi keharusan adanya konflik, muncul tuntuan lain, yaitu klimaks sebagai penentu penutup plot. Makin tinggi nilai estetika sebuah konflik, makin tinggi pula nilai estetiak sebuah klimaks. Karena klimaks memegang kunci penutup plot, maka karya sastra dengan konflik yang baik dan klimaks yang baik juga akan mempunyai penutup yang baik.

Menurut Kuntowijaya, salah satu kelemahan sastra Indonesia adalah lemahnya konflik. Pengarang tidak mampu menciptakan konflik yang bermakna, tidak lain karena pengarang adalah produk masyarakat Indonesia yang cenderung menghindari konflik sehingga berbagai masalah yang seharusnya dapat diselesaikan tidak pernah terselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut sampai hilang dengan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun