Oleh: Eko WindartoÂ
kepedihan mengisi waktu demi waktu
pada ruang tunggu luka tak jemu
mencari rindu dalam tiap detak kalbu
ataukah kepedihan-kepedihan ini
saling menikam berebut harta, kekuasaan, dan paham ideologi
memenjarakanku dalam kebodohan hakiki
suara parau tak bernyali
meratapi kisah kepedihan hidup ini
dalam keterasingan yang tak kunjung usai
setiap kutulis kata-kata mesramu
rasa selalu mengalir ke muara nada lagu
setelah itu, alam yang bicara padaku
ah.... syair-syair mu begitu indah mempesona
menggoda kalbu memasuki cahaya
menggemakan cinta tak terkira
betapa syahdunya suara rahmatmu
menenggelamkan diriku yang melahirkan lagu-lagu baru
hingga kerinduan mengendap dan menyerap nubuat-nubuat semestamu
di atas kuning padi, sastra Rumi menari
ditimpali rebana Al Ghozali
daun-daun menyanyi hikmat di mataku yang sunyi
hingga hati tergenang di ladang Alif yang sepi
alif awalnya
rahasia
jiwa raga
pengetahuan di dalamnya
pesan titiknya
menifestasi absolutnya
cahaya
alam semesta
bagi mereka
di dalam taman kata-kata
udara menjadi bahasa bernyawa
daun-daun pun memiliki makna
dan akar melambangkan asalnya
ketika malam mengapung di antara sunyi
aku merenda jiwa meronce hati
busur panah asmara menggelinjang cinta bersemi
memahat ruang dan waktu dalam jambangan suci
Batu. 12102019