Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

esai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dialog Antara Semar dan Petruk

1 Juli 2024   08:17 Diperbarui: 1 Juli 2024   14:42 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri 

Oleh: Eko Windarto 

Ketika Semar memosting tulisan "Seorang pemimpin besar adalah pemimpin yang memperhatikan petani...!"

Dalam postingan tersebut, Petruk berkomentar "Selain petani juga menghargai penyairnya lho bung Semar, terutama yang kritis dan produktif seperti anda, kalo petani ada lembaga pertaniannya, lha klo penyair belum ada lembaga kepenyairan je...pokoknya jian rekoso tenan mahkluk hidup yang bernama penyair di kota wisata yang shining

ini."

"Semar menjawab dengan rendah hati, "Betul mas. Rekoso tur kroso."

"Kalau tidak mau ikut arus mainstream dan tidak mau ikut dipemERsatukan, silahkan mojok di sudut sudut sepi...yang tidak bERsatu dilarang masuk dan tidak boleh banyak bacot... diam diam saja bersyair tentang anggur dan rembulan," sambung Petruk setengah mengejek.

" Ada tidaknya pemERsatu atawa bersatu, bacot tetap harus diisi dengan makanan bergizi tinggi walau tanpa minum anggur kelezatan sesaat," tegas Semar.

"Mata Tuhan ada di mana-mana termasuk dalam diri kita. Jangan lupa itu, Kang mas Petruk!" lanjut Petruk tajam.

Semar sebagai penyair yang masuk dalam tatanan atau statra rakyat biasa tidak butuh pemersatu atau apapun namanya. Yang ia butuhkan adalah hakekat kebersamaan dalam laku. Mengapa ia katakan demikian: pertama, ia belajar mengamalkan bismillah (Kasih sayang). Kedua: belajar menerima apa adanya dalam keihklasan. Yang mana mengamalkan bismillah (Kasih sayang) dalam laku ikhlas yang coba ia capai luput dari kebanyakan orang. Termasuk mungkin bung Petruk. Namun demikian itu semua sesuatu hal yang manusiawi dan lumrah.

Makanya Semar selalu membaca diri sendiri, karena membaca adalah jendela dunia.

Baca juga: Aku

Batu Wisata, 172024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun