Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

esai

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dampak Politik Dinasti pada Demokrasi

11 Juni 2024   17:33 Diperbarui: 11 Juni 2024   19:25 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Eko Windarto 

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang memberikan peran kepada rakyat dalam menentukan masa depan negara. Tujuan utama demokrasi adalah memastikan bahwa kekuasaan politik dilaksanakan oleh wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Tetapi, saat ini demokrasi mengalami tantangan besar karena adanya praktik politik dinasty.

Politik dinasty adalah praktek kekuasaan politik yang sangat diatur dan dipimpin oleh satu keluarga atau lebih dari satu generasi. Politik dinasti telah menjadi praktek umum di berbagai negara dan konon memiliki dampak buruk pada demokrasi. Indonesia yang merdeka pada tahun 1945, baru saja mengalami kekacauan politik yang berujung pada runtuhnya Orde Baru dan lahirnya era demokrasi. Namun, politik dinasti masih berlanjut dan bahkan semakin berkembang.

Salah satu dampak politik dinasty pada demokrasi adalah pencabutan hak memilih rakyat. Dalam sebuah negara demokratis, hak suara adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dijaga. Namun, politik dinasti seringkali memilih pemimpin yang dianggap memiliki hubungan keluarga dengan pemimpin sebelumnya, dan terkadang hal ini tidak disetujui oleh rakyat. Ini karena pemimpin dinasti pada umumnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam demokrasi sejati.

Di samping itu, politik dinasti juga dapat mengancam integritas dan proses demokrasi. Karena mereka memiliki kendali terhadap kekuasaan, para politisi dinasty cenderung mempertahankan kekuasaan mereka dengan cara apa pun yang diperlukan. Mereka tidak ragu untuk melakukan tindakan yang tidak etis dan melanggar hukum dalam rangka menjaga kekuasaan mereka di tangan keluarga mereka. Ini menciptakan situasi di mana kebijakan diambil dalam kepentingan keluarga tertentu dan tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat.

Selain itu, praktik politik dinasty juga dapat membawa perubahan negatif pada pemerintahan. Saat pengambilan keputusan terpusat di satu keluarga atau kelompok tertentu, pemerintah menjadi tidak efektif dan mengalami stagnasi. Hal ini karena keluarga-keluarga politik yang kuat cenderung mempertahankan status quo dan tidak mau mengambil risiko dalam melakukan perubahan, bahkan jika perubahan itu diperlukan untuk memajukan negara.

Terlepas dari dampak negatifnya, politik dinasti masih terus meluas di berbagai negara. Mereka terus menerus memelihara kekuasaan dengan menggunakan kekuatan, sumber daya dan pengaruh yang mereka miliki. Bahkan, mereka terkadang mengambil keuntungan dari dukungan dari pusat kekuasaan untuk menjaga kelangsungan raja-raja politik ini.

Namun, sementara pertumbuhan politik dinasty memicu kerusakan pada demokrasi, ada juga tanda-tanda harapan. Contohnya seperti gerakan anti-dinasty yang telah memperoleh dukungan populer di berbagai negara. Gerakan ini terutama dipimpin oleh organisasi masyarakat sipil yang bertujuan menumbuhkan kesadaran akan kekurangan politik dinasti dalam masyarakat. Organisasi-organisasi ini terus mempromosikan demokrasi yang sejati dan kekuasaan politik yang sangat tabu oleh keluarga karena tidak memenuhi syarat.

Mengapa Politik Dinasty Masih Berjalan dengan Lancar dan Santai?

Meski politik dinasty telah memberikan dampak buruk bagi demokrasi, tetapi mengapa politik dinasty masih berlangsung dengan lancar dan santai? Ada beberapa faktor yang membuat politik dinasty bisa terus berkembang dan sulit untuk dihindari, di antaranya sebagai berikut:

Sistem politik yang lemah: Dalam beberapa negara, sistem politiknya cenderung lemah dan tidak berfungsi dengan baik. Sistem politik yang lemah memberikan banyak peluang pada politisi untuk mengendalikan sistem dengan lebih mudah dan membuat praktek politik dinasti menjadi lebih mudah terjadi.

Kesetiaan pendukung: Politik dinasty seringkali didukung oleh pendukung-pendukung setia keluarga politik tersebut. Dalam beberapa kasus, keluarga politik tersebut mampu memberikan keamanan dan kebutuhan ekonomi bagi pendukungnya dan hal ini dapat membuat kekuasaan politik lebih stabil dan mudah menjadi dinasti.

Pengaruh finansial: Kekuasaan politik dan pengaruh finansial sering saling berkaitan erat. Keluarga politik yang kaya dapat menggunakan kekayaannya untuk mendukung kekuasaan politiknya. Hal ini dapat berlangsung dalam bentuk dana kampanye atau dukungan keuangan lainnya bagi pendukung politik dinasty.

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam politik: Kurangnya partisipasi masyarakat dalam politik dapat membuat politik dinasti terus berlangsung. Sebab, orang-orang yang berada di bawah pengaruh keluarga politik tersebut mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki opsi lain untuk mendapatkan perwakilan dalam pemerintahan. Artinya, selama orang-orang merasa bahwa tidak ada opsi lain, politik dinasty akan terus muncul.

Kebijakan institusional yang buruk: Kebijakan institusional yang buruk juga menjadi faktor penyebab politik dinasty dapat terus berlanjut. Jika kebijakan dan prosedur yang memberikan sistem pemerintahan yang setara dan adil tidak diterapkan secara efektif, maka politik dinasti dapat terus berkembang dan menjaga kekuasaan dalam jangka waktu yang lama.

Namun, meskipun politik dinasty sulit untuk dihindari, banyak negara yang masih terus melawan dan mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi politik. Seperti Indonesia yang baru-baru ini melarang partai politik untuk memakai simbol keluarga pada pemilihan umum. Beberapa negara lain juga telah mengambil langkah-langkah dalam upaya untuk membatasi pengaruh dinasty politik dengan cara memperkuat sistem pemerintahan yang adil, menegakkan anti-korupsi dan memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam politik.

Politik dinasty telah menjadi norma di sebagian besar negara dan memicu kerusakan pada demokrasi. Kawasan-kawasan pemerintah mulai disisihkan dan kebutuhan orang-orang diabaikan. Namun, melalui upaya yang terus menerus, pendekatan yang ada pada perubahan kebijakan politik, penggalangan kekuatan dan dukungan dari masyarakat luas, serta peran yang lebih besar dari organisasi masyarakat sipil, kita dapat meredakan dampak negatif politik dinasty pada masyarakat dan menjaga kekuasaan dalam keadaan aman dan damai serta membawa kebaikan pada masyarakat.

Dalam kesimpulannya, meskipun politik dinasti memiliki banyak kerugian bagi demokrasi dan negara, kebijakan demokrasi yang sejati dan keadilan tetap merupakan cara yang paling efektif untuk menghindari praktik politik dinasty. Perubahan dan kesadaran akan masalah ini masih terus berkembang dan perjuangan melawan politik dinasti membutuhkan dukungan dan upaya bersama dari semua kalangan.

Batu Wisata, 1062024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun