Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023

esai

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Spektrum Puisi dan Sastra

5 Juni 2024   07:44 Diperbarui: 5 Juni 2024   08:03 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dokpri 

Oleh: Eko Windarto 

John F Kennedy, orang Amerika itu, bersenandung dalam sebuah bait :

"Jika politik itu kotor, puisi yang akan membersihkannya. Jika politik itu bengkok, sastra yang akan meluruskannya". Puisi dan sastra hadir untuk membasuh rasa, mengasah empati. Mengembalikan fitrah manusia pada kelembutan hati dan kesantunan etika. 

Menulis puisi tidak cukup dengan menata kata dan meramu diksi, tetapi yang jauh lebih penting bagaimana puisi itu sanggup menjadi oase nilai di tengah gurun pasir politik yang gersang. Demikian pula dalam bersastra. Kasusastraan meninggi kualitasnya, menjadi mahakarya peradaban manusia, ketika ia menjadi karya yang abadi yang sarat dengan panduan nilai. 

Tengoklah Serat Jayabaya, sebuah puisi sekaligus karya sastra abadi, yang didalamnya manusia dikritik secara sinis dan kemanusiaan ditinggikan. Tengok pula Mahabarata dan Ramayana, dua epos karya sastra yang sarat dengan nilai-nilai etik. 

Artinya, ketika politik bersetubuh dengan gurita kebencian dan dendam, itu adalah tanda bahwa zaman sedang memanggil para penyair untuk menulis puisi tentang cinta dan pemaafan. Atau, ketika politik menjauh dari cita-cita awal Republik didirikan, itu adalah hasrat zaman agar lahir sastrawan dan sastrawati yang menulis cerpen, prosa atau roman tentang etika bernegara dan be-republik. 

Adalah celaka sebuah bangsa yang politiknya kotor, tetapi tidak lahir dari bangsa itu penyair yang membersihkannya. Adalah celaka sebuah bangsa yang politiknya bengkok, tetapi tidak lahir sastrawan yang meluruskannya. 

Lebih celaka, jika puisi dan sastra digubah hanya untuk mencela, menuduh, menyindir dan menyebar fitnah. Politik dalam bangsa itu akan semakin keruh tak bertepi, semakin bengkok sulit diluruskan. 

Puisi dan sastra bukan lagi alat untuk memuliakan kemanusiaan ; tetapi menjadi alat meneguhkan kekuasaan. Dan, tentu saja, puisi yang takluk pada politik kekuasaan ia tidak layak disebut puisi ; Ia hanyalah propaganda berisi kata manis. Pun, sastra yang menghamba pada politik kekuasaan juga tak layak disebut karya sastra, ia hanyalah tulisan indah untuk melanggengkan tirani. 

Pada akhirnya, menjadi pecinta puisi dan sastra berarti mencintai manusia dan kemanusiaan, mencintai politik kemanusiaan bukan politik kekuasaan.

Puisi abad sekarang ini tak harus tunduk pada pakem dan konvensi tertentu, sebab imajinasi dan keindahan bahasa yang tak terbatas. Pakem dan konvensi bukan hal satu-satunya dalam kategori menarik. Mungkin bagi akademisi dan pengamat itu sebagai garis yang harus diikuti, tapi tidak bagi penulis ekspresif yang suka kebebasan dalam berkarya. Siapa pun yang suka mendalami menulis puisi tidak harus mengikuti pakem atau konvensi yang sudah ada. Semua itu tergantung penulisnya biar tidak merasa terpenjara dengan pakem atau konvensi.

Akhirnya dengan kebebasan berfikir dalam menulis puisi, akan semakin berkembang dunia perpuisian kita. Semakin banyak genre, aliran, dalam spektrum puisi yang lahir, akan semakin baik bagi perkembangan kesusasteraan kita. Taman-taman bunga puisi semakin tercium harum. Semoga. Amin.

Batu, 30112021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun