Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023

esai

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aspek yang Diungkapkan Joko Pinurbo

27 April 2024   09:52 Diperbarui: 27 April 2024   17:34 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Oleh: Eko Windarto 

Turut berdukacita atas meninggalnya Joko Pinurbo 

Berbagai hal yang seharusnya diungkap dalam apresiasi sastra terutama puisi adalah; bisa memahami lebih mendalam bahwa pengarang adalah orang yang cerdas dan cerdik bermain estetika. Pengarang bisa juga sebagai filsuf yang mampu menjelaskan sebuah pemikiran secara gamblang dan mendasar. Dia seorang yang semestinya mampu menerjemahkan kehidupan menjadi cipta sastra (puisi) yang andal. Artinya tidak mudah dimakan zaman.

Bagaimana penguasaan bahasa sastrawan harus mampu memikat pembaca sehingga puisi itu sendiri menarik untuk di dalami maknanya. Apakah pengarang (penyair) belajar secara otodidak atau memang ada cara lain. Dalam hal ini pengapresiasi perlu memahami seberapa jauh penyair mampu menghidupkan kata-kata 'mati' menjadi kata yang hidup alias memiliki roh. Kebebasan penyair menciptakan kata, meramu kata, dan mempermainkan bahasa, akan mendukung kreativitas mereka.

Seberapa jauh penyair memiliki kepekaan terhadap persoalan kehidupan, baik yang menyangkut dunia maupun dunia lain. Dari ini akan lahir wawasan kemanusiaan yang luar biasa dari seorang penyair yang benar-benar ekspresif dan personifikasi seperti Joko Pinurbo. Mari kita telisik salah satu puisinya. Berikut ini puisinya.

Doa Seorang Pesolek

Tuhan yang cantik,

temani aku

yang sedang menyepi

Baca juga: Tanah yang Berkata

di rimba kosmetik.

Nyalakan lanskap

pada alisku yang gelap.

Ceburkan bulan

ke lubuk mataku yang dalam.

Taburkan hitam

pada rambutku yang suram.

Hangatkan merah

pada bibirku yang resah.

Semoga kecantikanku

tak lekas usai dan cepat luntur

seperti pupur.

Semoga masih bisa

kunikmati hasrat

yang merambat pelan

menghangatkanku

sebelum jari-jari waktu

yang lembut dan nakal

merobek-robek bajuku.

Sebelum Kausenyapkan warna.

Sebelum Kauoleskan

lipstik terbaik

di bibirku yang mati kata.

Aku lirik mencoba bicara dengan Tuhannya; tentang Tuhannya yang paling cantik dan telah menciptakan aku lirik sebagai manusia yang cantik hatinya, budi pekertinya, jiwa raganya, dan seluruh yang ada dalam tubuhnya. Kata CANTIK mampu dijadikan kekuatan yang mempunyai makna sangat dalam dan prismatic. Aku lirik juga mampu mengekspresikan dunia yang penuh tambal sulam seperti wajah-wajah yang penuh kosmetik, dan aku lirik menyendiri untuk merenungi dunia yang penuh rimba kosmetik seperti yang ia katakan pada baris terakhir di bait pertama.

Bait dua, aku lirik berharap alisnya ingin bercahaya seperti pemandangan di siang hari alias alisnya ingin selalu hidup dan menarik jika dilihat orang lain atau lawan jenisnya.

Bait ketiga aku lirik juga masih mempunyai keinginan yang sama seperti bait kedua. Itu terlihat ketika aku lirik mengharap CEBURKAN BULAN KE LUBUK MATAKU....ia meminta dan berharap agar supaya matanya selalu terang benderang seperti bulan. Dari situ kita bisa melihat bahwa Penyairnya mencoba menghidupkan kata menjadi makna yang lebar untuk kita renungkan.

Bait keempat, masih dengan bahasa yang sederhana seperti bahasa sehari-hari. Aku lirik menginginkan Tuhan agar menabur HITAM yang kalau saya artikan kemungkinan adalah semir rambut yang hitam agar rambutnya suram bisa berkilau seperti waktu mudanya. Atau mungkin aku lirik berharap agar supaya rambutnya tetap terlihat hitam seperti rambut anak muda meski sudah tua.

Aspek subjek pelaku seperti penyair, pencetus ide, penguasa, panglima tidak penting. Di balik sebuah karya puisi (sastra) orang tidak menemukan subjek penyair melainkan 'suasana' suatu periode ayat tipe masyarakat tertentu yang dimiliki masalah-masalah tertentu pula. Oleh karena karya puisi (sastra) bukan semata-mata gambaran hidup penyair, melainkan dunia "lain" ciptaan penyair. Seperti halnya pada bait lima, yang mana Penyairnya mencoba mengungkap diri orang lain yang dimasukkan ke dalam dirinya, atau malah dirinya sendiri yang ia ungkapkan untuk orang lain. Hangatkan merah/ pada bibirku yang resah/. Aku lirik mencoba menghidupkan keresahan pada bibirnya yang merah. Bahkan aku lirik mengajak pembaca merenungi harapannya tentang merah darah di bibirnya yang resah agar selalu dihangatkan. Nah, dari situlah kekuatan kata MERAH menjadi hidup dan bermakna prismatis.

Pada bait berikutnya, aku lirik juga masih berharap agar supaya kecantikannya tak mudah hilang seperti pupur (bedak). Memang pupur mudah hilang terkena usapan tangan, air dan sebagainya. Dari ungkapan aku lirik itulah terlihat bahwa ia menginginkan selalu terlihat cantik dan awet muda. Lagi-lagi kata CANTIK menjadi kekuatan kata dalam penyampaian.

Bait berikutnya juga masih dalam pengharapan untuk bisa menikmati gelora hasrat yang masih tersisa, sebelum kembali pulang ke hadirat-Nya. Dari bait ketujuh ini, kita bisa menarik benang merahnya bahwa makna HASRAT menjadi kekuatan untuk menghangatkan jiwa.

Bait selanjutnya, aku lirik mulai memainkan kata yang indah dan estetik. Coba kita simak metafora-metafora yang ia hadirkan begitu memukau dan mempunyai kekuatan seperti kata / jari-jari waktu/ yang lembut dan nakal/ merobek bajuku. Dari metafora itulah kita bisa menemukan ungkapan yang unik bahwa jari-jari waktu bisa menelikung hati untuk berbuat lembut atau nakal, yang semua itu bisa merobek jiwa raga kita. 

Lagi-lagi bait selanjutnya membuat kita tercenung dengan kata / Sebelum Kausenyapkan warna/. Di sini, Penyairnya mengajak kita berselancar memaknai apa yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan. Kausenyapkan warna adalah metafora yang sangat penting dan dalam. Karena di situ Penyairnya mencoba mengatakan SEBELUM KITA TIDAK BISA LAGI MELIHAT WARNA. Sedangkan kata 'warna' itu sendiri mempunyai makna ganda.

Bait berikutnya, adalah kata-kata menegaskan bahwa meski Tuhan sudah mengolesi lipstik terbaik kalau bibir sudah mati kata, maka semua itu tak ada gunanya lagi. Maka dari itu, sebelum maut menjemput oleslah kehidupan dengan lipstik kebaikan bukan lipstik yang palsu.

Salam sastra. 

Batu, 2072021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun