Peringatan Hari Buruh selalu mengingatkan saya pada buku yang pernah saya cetak melalui self publishing pada tahun 2014. Buku tersebut berisi kumpulan tulisan semasa saya menjadi buruh di Perusahaan Jasa kisaran tahun 2012 sampai 2013. Beberapa tulisan dalam buku tersebut pernah saya post di kompasiana.
Semasa bekerja di Laboratorium, kadang saya menulis di sela-sela pekerjaan (lebih sering diam-diam agar tak ketahuan atasan) bahkan ketika pulang larut malam pun pasti saya menyempatkan menulis. Maklum saya bekerja 12 jam per hari plus sabtu dan minggu (derita seorang buruh). Hari libur tetap ON tapi beginilah kalau sudah cinta, tak kenal lelah waktu dan tempat. Tujuannya menyelesaikan apa yang dituju untuk berbagi: Menulis untuk semesta.
"Label penulis bukan hanya milik mereka mereka yang sudah membuat buku saja, tapi buruh juga berhak menjadi penulis", seingat saya hal tersebut yang terucap oleh saya ketika lelah untuk menulis seusai pulang kerja. Afirmasi positif untuk diri sendiri agar terus produktif.
Tapi tulisan-tulisan tersebut bukan bertemakan keseharian saya ketika menjadi buruh atau gugatan kaitan kebijakan pemerintah dan perusahaan melainkan tema-tema ringan mengenai motivasi diri dan motivasi menulis.
Saat itu saya berpikir ingin menuliskan sesuatu yang bisa membangkitkan dan menyadarkan teman-teman muda bahwa setiap orang bisa dan mampu menulis. Hingga kemudian saya membuat Grup Facebook Komunitas Penulis Muda. Walhasil founder harus jadi tauladan dalam menulis baik frekuensi menulis pribadi maupun memotivasi anggota komunitas. "Satu minggu minimal satu tulisan", begitu saya ucapkan ke mereka sebagai program grup yang kemudian akan saya tagih tiap pekannya.
Tentu pada tahun-tahun itu pula belum tercetus ide untuk membukukan kumpulan tulisan saya semasa menjadi buruh, walaupun saya sudah memiliki mimpi untuk menerbitkan buku.
Sampailah pada tahun 2014, ketika Komunitas yang saya buat sudah vakum, barulah saya berpikir untuk membuat sebuah buku via self publishing yang berisi tulisan-tulisan yang pernah dibuat sebelumnya ditambah beberapa tulisan baru untuk melengkapi tema motivasi menulis.
Dan buku ini saya persembahkan sepenuhnya untuk kado kelahiran anak kedua saya dan kawula muda yang ingin terus belajar menempa diri dan memulai menulis.
Sepenuhnya biaya penerbitan buku ini (termasuk mendaftarkan ISBN) saya peroleh dari sponsor dan semua buku yang dicetak saya bagikan gratis kepada mahasiswa dan teman-teman penulis yang saya kenal.
Diberi judul Teguhkan Jalan Menulis, buku ini saya yakini mampu menjadi artefak di masa depan. Minimal untuk diri sendiri.
Pelajaran-pelajaran sejarah setiap insan manusia merupakan karunia bagi umat setelahnya. Mulai dari sejarah individu pribadi, orang lain, sampai bangsa-bangsa terdahulu. Rekaman sejarah kadang berasal dari artefak (termasuk tulisan) maupun dongeng.
Tidak banyak orang beruntung di dunia ini, bukan harta, tahta, dan wanita ukuran yang saya maksud. Melainkan hikmah, sebuah harta kekayaan terpendam yang tidak semua orang mendapatkannya. Pantas memang jika orang yang dapat mengambil hikmah disebut orang-orang yang beruntung. (Prolog Buku Teguhkan Jalan Menulis: Tegas Melangkah, teguh bervisi, hal 5)
Dengan dibagi menjadi tiga bab, saya sangat ingin buku ini mampu menyengat anak-anak muda maupun pekerja muda, apapun profesinya tidak boleh terjebak lelah maupun waktu, oleh karena itu bab pertama buku ini berisi warming up dan upaya pengingatan terkait potensi diri dan passion.
Setiap orang punya kelebihan yang luar biasa istimewa, hanya saja keistimewaan itu sirna karena tidak ada pemantik yang memaksanya untuk nampak. (Bab 1 Melacak Potensi Diri, hal 9)
Dari semua keistimewaan tersebut ada pertanyaan Tentang Passion: Mengorbankan atau Mengobarkan Cinta?
Bab kedua mengenai motivasi dan ajakan menulis, secuil tips ringan untuk memulai menulis dan bangkit dari kevakuman bagi yang sudah pernah menulis.
Bisa karena terbiasa dan terbiasa karena tekad yang kuat... (Bab II Mari Mulai Menulis (lagi), hal 33)
Bab ketiga berkisah tentang pengalaman pribadi saya dalam alam kepenulisan, saya coba sarikan hikmahnya dan diskusikan dengan banyak teman. Jadilah saya turut sertakan komentar-komentar di akun facebook pribadi dalam setiap diskusi mengenai catatan pengalaman tersebut.
So, Keep On Writing..... (Bab III Bangkit Menulis, bangkit Negeriku, hal 43)
Ada komentar facebook dari seorang teman, "Ciracas selalu produktif". Memaknai komentar tersebut saya berpikir, di waktu saya sempit malah lebih produktif daripada waktu senggang. Dari situlah saya selalu ingin menyibukkan diri kendati sudah tidak bekerja di Ciracas lagi.
Semua tulisan saya gubah dengan diksi yang ringan-seringan mungkin agar mudah dicerna tapi tetap mengikat jiwa calon-calon penulis untuk take action. Bukan hanya itu saja, diharapkan timbul efek domino ketika pembaca pun mampu mendorong orang lain di sekitarnya untuk kemudian mengais dan mendorong orang lain lagi, begitu seterusnya. Efek domino kebaikan.
Cukup tipis, hanya 86 halaman, mungkin disebut buku kecil. Semoga buku kecil ini tetap menjadi inspirasi yang tak lekang waktu. Buku ini pernah masuk jadwal bedah buku di Depok Islamic Book Fair pada tanggal 2 September 2015. Bila kompasianer berminat untuk membaca, buku ini sekarang sudah masuk katalog Perpustakaan Kota Depok.
Sejarah membuka tabir kegelapan
Maka ia harus tertulis
Menggapai impian banyak hambatan
Maka ia harus tertulis lengkap kisah perjalanannya
(Epilog Buku, hal 83)
Seperti itulah kenangan saya selama menjadi buruh. Belum terlambat saya ucapkan, untuk buruh di seluruh dunia, Selamat hari Buruh Internasional. Buruh Mari Berkarya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H