Mereka juga melakukan analisis keuangan untuk memastikan kelangsungan proyek. Pot pintar yang mereka kembangkan menggunakan bahan daur ulang, namun karena terbatasnya waktu, mereka menggunakan 3D printer yang disediakan oleh sekolah untuk memproduksi pot pintar tersebut.
Menurut Fadhil Lintang Padantya,
BotanIQ mendapatkan dukungan penuh dari orang tua mereka, baik secara moril maupun materiil. Mereka juga mendapat dukungan dari sekolah dan donatur dalam pengembangan pot pintar ini.
"Proses riset dan pengembangan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan, di mana kami bertiga juga fokus pada pembuatan makalah ilmiah dan pengaturan keuangan proyek," ujar Fadil sembari mimik serius.
"Dalam kompetisi festival dunia di Malaysia, Tim BotanIQ berhasil menarik perhatian juri dengan presentasi mereka," lanjutannya.
Meskipun urutan mereka tidak terlalu cepat maupun lambat, mereka berhasil masuk dalam empat besar tim terbaik. Mereka juga mendapat kesempatan bertemu dengan investor dan mendapatkan masukan tentang kesuksesan dan inovasi dalam bisnis.
Pada hari final kompetisi, BotanIQ bersaing dengan 3 tim SMA lainnya dan satu tim mahasiswa. Setelah melakukan presentasi, mereka berhasil menjadi juara 1 dalam kompetisi tersebut. Keberhasilan ini memberikan semangat baru bagi BotanIQ untuk terus berkembang dan menginspirasi generasi muda lainnya dalam bidang teknologi pertanian.
"Sejak itu, Tim BotanIQ terus melanjutkan pengembangan pot pintar mereka dan berkomitmen untuk terus berinovasi dalam mendukung pertanian Indonesia menuju masa depan yang lebih modern dan berkelanjutan," pungkasnya.
Batu, 2512025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI