Mohon tunggu...
Eko Suryo Pranoto
Eko Suryo Pranoto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah pekerja keras dan seorang pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Guyonan Pemuka Agama, Indonesia Darurat Bullying

5 Desember 2024   13:38 Diperbarui: 5 Desember 2024   13:47 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini kita melihat diberbagai media sosial seorang tokoh agama yang sedang ceramah, tiba-tiba membully pedagang kaki lima dengan perkataan kasar. Selayaknya seorang tokoh agama, atau yang biasa akrab dengan panggilan kiayi, ustadz, ataupun gus mampu memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.

Bagi masyarakat Indonesia, tokoh agama merupakan salah satu idola dalam kehidupan peribadatan mereka. Banyak masyarakat Indonesia memakan “mentah-mentah” apa yang pemuka agama katakan. 

Sepertinya ucapan yang keluar dari tokoh agama adalah perkataan “Tuhan” yang selalu mereka turuti. Oleh sebab itu kita sebagai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia harus bisa menahan diri dari berkata-kata tidak baik.

Peristiwa guyonan pemuka agama bukan sekedar kata-kata yang melukai, tetapi cerminan budaya bangsa kita yang masih menormalisasi perilaku merendahkan orang lain. Moment pengajian yang seharusnya moment untuk berbagi ilmu justru berubah menjadi pertunjukan panggung penghinaan. 

Ternyata tokoh agama tersebut merupakan pejabat negara yaitu sebagai utusan khusus Presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan.

Seharusnya Presiden sebagai pimpinan negara dan juga pimpinan tokoh agama yang telah menghina rakyat kecil itu harus memberikan punishment terhadap perilaku anak buahnya yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi sikap toleransi dan saling menghargai. 

Bukan hanya kali ini saja, tenyata tokoh agama tersebut sebelumnya juga telah mencontohkan perbuatan tidak baik dihadapan public yaitu menggoyang-goyangkan kepala istrinya.

Dalam rekaman yang beredar di media sosial, penghina orang itu dengan lantang melontarkan kata-kata yang tidak pantas. Sontak, gelak tawa pun pecah dari rekan di sebelahnya hingga jamaah yang lain ikut tertawa terbahak-bahak. 

Di balik senyuman bapak penjual air itu tersirat luka yang mendalam, ibarat kata seorang diri ditelanjangi dihadapan orang banyak. Namun sikap yang diberikan oleh bapak penjual air itu hanya senyuman dan diam seribu bahasa.

Fenomena seorang tokoh agama yang kita sebut sebagai gus bukan hal yang baru. Candaan yang berujung pembullyan seringkali dianggap biasa, apalagi yang berbicara adalah tokoh agama terkenal. Padahal candaan yang menyerempet kepada pembullyan merupakan sikap mengkerdilkan terhadap seseorang dan juga menyakitkan hati orang lain. Inilah yang harus kita sadari, bahwa perkataan yang tidak sesuai dengan tata bahasa akan menghasilkan hinaan.

Apa yang terjadi dalam kejadian tersebut, memperlihatkan kepada kita semua sisi gelap dari budaya masyarakat. Ketika orang lain ikut tertawa dengan candaan sang gus tersebut, sejatinya kelompok orang yang tertawa tersebut tanpa sadar telah menjadi bagian dari lingkaran bullying. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun