Mohon tunggu...
Eko Supraptio
Eko Supraptio Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pecinta Republik Indonesia..!! Kemaren, Saat ini, Esok dan Selamanya..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reorientasi Jihad fi Sabilillah

15 Februari 2012   17:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:36 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih terangkum jelas di ingatan kita drama terbunuhnya gembong teroris paling dicari Amerika, Osama Bin Laden di Islamabad Pakistan oleh pasukan elit Amerika Navy Seals Mei lalu (Kompas,2 Mei 2011). Tewasnya sang gembong merupakan pukulan moral bagi gerakan-gerakan teror yang mengatasnamakan jihad. Dengan segala arogansinya, pemerintah Amerika tidak segan-segan membuang mayat Osama ke laut, sesuatu yang agak gila dalam pendekatan Obama untuk memerangi teroris. Namun tak banyak yang percaya tindakan teroris serta merta akan hilang. Karena doktrin “jihadisme ala bin-Laden” menjadi semacam virus yang dengan mudah menjangkit siapa saja.

Reduksi makna jihad yang demikian akut menjadi bukti bahwa keberlangsungan tindakan teroris akan terus berlanjut. Jihad sekarang hanya dimaknai sekadar tindakan ofensif yang membabi-buta dengan tujuan nahi munkar. Tafsir tekstual yang dilakukan pengikut bin-Ladinisme menjadi dalih untuk melakukan kekerasan dan teror. Perlu ditegaskan bahwa peperangan yang dilakukan Nabi dan pengikutnya lebih merupakan reaksi atas agresi atau penyerangan yang dilakukan oleh lawan-lawannya. Dengan kata lain, jihad dalam makna perang ini bersifat defensif (difa’i) bukan ofensif.

Kaum bin-Ladinisme seakan-akan telah menganggap final dalam memaknai jihad. Dengan pendekatan kekerasan yang diciptakan, mereka berharap akan menemukan hasil maksimal dari apa yang cita-citakan. Toh dengan tindakan teror yang mereka ciptakan malah akan memperparah keadaan. Tindakan anarkis yang dilakukan malah semakin memperburuk citra Islam sebagai agama yang masih mempertahankan kekerasan sebagai jalan untuk memaksakan kebenaran. keganasan pengikut bin-Ladinisme yang ingin menerjang mereka yang tidak mau kembali kepada pemaknaan agama secara tekstual, harus dijinakkan.

Jihad ala Indonesia

Terlepas dari merebaknya doktrin bin-ladinisme, tentu menjadi kebutuhan mendesak untuk kembali menyadarkan tafsir yang salah kaprah ini. Bagi banyak orang di Barat, jihad telah menjadi simbol Islam sebagai agama kekerasan dan fanatik. Kaum ektrimis religius dan teroris memperkuat kepercayaan ini untuk membenarkan serangan dan pembunuhan terhadap semua orang yang tidak sependapat dengan mereka. Maka dipandang perlu untuk menafsirkan jihad dengan arif dan bijak agar doktrin sensitif ini tidak bergeser dari semangat rahmatallilalamin ala Islam.

Pada awalnya, makna jihad memang tak ada sangkut pautnya dengan peperangan fisik-militeristik. Mengacu pada pengertian etimologisnya, sebenarnya jihad tidak mengandung makna kekerasan apa pun. Namun, secara terminologis, banyak ulama yang mengidentikkan jihad dengan tindakan memerangi orang kafir. Banyak munfassir yang berbeda pendapat dalam mengartikan jihad, kiranya kita juga harus cerdas dalam memilih pemaknaan yang sesuai dengan kebutuhan kita hari ini. Karena seiring kehidupan manusia yang dinamis, menafsirkan teks al-Qur’an tentu tidak hanya melihat kebelakang saja, tapi juga melihat relevansi dengan era kekinian.

Dalam konteks Indonesia dimana angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, berjihad dengan harta benda jauh lebih relevan. Dalam kaitan ini, Zain al-Din al-Malibari dalam kitab fath al-Muin menyebutkan bahwa salah satu makna jihad adalah memberikan kesejahteraan terhadap semua anggota masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim, yaitu dengan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Nabi pun pernah bersabda, “demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman orang yang tidur dengan perut kenyang, sementara ia mengetahui tetangganya meronta karena kelaparan”.

Selanjutnya, jihad dalam rangka menegakkan syariat Allah (iqamatu syari’atillah). Dalam pengertian ini jihad dipahami sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam menegakkan nilai-nilai agama.  Keterlibatan seseorang dalam pengentasan kemiskinan dengan mengeluarkan zakat, infak dan shadaqah serta berwakaf  adalah langkah konkret dalam berjihad. Begitu juga keikutsertaan seseorang dalam pemberantasan korupsi juga masuk dalam konteks ini. Di dalam konteks ini tentu masuk pembebasan dari kebodohan, yaitu dengan cara terlibat secara aktif berpartisipasi meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia.

Jenis jihad yang demikian yang seharusnya dikembangkan dan diimplementasikan. Bukan jihad yang menghancurkan, melainkan jihad yang membangun dengan menyediakan rumah bagi para gelandangan. Bukan yang mematikan, tapi jihad yang meningkatkan taraf hidup orang miskin yang masih butuh uluran tangan kita. Inilah jihad yang paling aktual untuk hari ini dan masa yang akan datang. Mengutip pendapat Jamal al-Banna, pada hari ini jihad bukan kesediaan untuk mati di Jalan Allah, melainkan untuk hidup di jalanNya. Wallahu a’lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun