Di satu sisi itu merupakan berita baik setelah masyarakat demokrasi dan pelaku politik cukup lama disubordinsasi dan dikibuli oleh lembaga survei yang menjual grafik polling. Namun kolaborasi sosial media dengan politik dengan cepat merubah wajahnya menjadi monster menyeramkan kehidupan sosial kemasyarakatan di seluruh penjuru dunia.
Konten provokatif, meme pembunuhan karakter dan berita hoax dalam jumlah ribuan melenggang tanpa kawalan. Hal itu terutama sejak Facebook memperoleh tandem platform sosial media Twitter dengan tawaran medali trending topic -nya.
Masyarakat Indonesia mulai merasakan dahsyatnya sosial media sebagai alat pemecah belah sejak tahun 2012. Kemudian diperparah pada Pilpres 2014 dan mencapai puncaknya pada Pilpres 2019. Formulasi atas realitas daring baru melembaga sejak diketoknya UU ITE nomor 11 tahun 2008. Namun UU itu seakan tidur bertahun-tahun hingga 2014 baru ditegakkan setelah marak beredarnya berita hoax dan konten negatif-provokatif.
Hal yang sama juga terjadi pada trend ekonomi dan keuangan untuk transaksi secara virtual. E-commerce dan e-money yang berkembang hingga melahirkan raksasa-raksasa bisnis online tanpa regulasi memadai dalam waktu cukup lama. Baru setelah masalah bermunculan kemudian lahir peraturan Bank Indonesia tentang pemakaian uang virtual tahun 2018.
Jadi memang ada keterlambatan respon oleh pemangku kewenangan dalam menyikapi perkembangan teknologi yang menjadi pilar perubahan anatomi sosial, masyarakat dan politik. Menjadi pelajaran penting di kemudian hari untuk lebih antisipatif sebelum terjadi kejadian fatal seperti perpecahan dan polarisasi tajam kehidupan sosial. Juga problem ekonomi dan keuangan fundamental terkait makin dominannya praktek bisnis dan transaksi daring.
Merajut Kembali Harmoni Sosial Kemanusiaan
Peradaban seharusnya dibangun diatas landasan nilai yang meliputi aspek sosial, kemanusiaan dan spiritualitas. Sehingga kemajuan peradaban tidak kemudian bermutasi menjadi berhala yang menjadi tiran bagi manusia sebagai kreatornya.
Kontruksi peradaban perlu didesain ulang supaya selaras dengan nilai-nilai dan kemanfaatan yang tidak menggerus kemanusiaan. Penting juga dirumuskan makna filosofis rancangan produk teknologi yang akan diluncurkan ke pasar dunia.
Fitrah manusia dan kemanusiaan harus ditempatkan pada posisi terdepan untuk memperoleh kerangka bangun budaya dan peradaban yang akan membawa kemaslahatan.
Sudah pasti sangat penting memberlakukan regulasi yang ketat yang mengatur pemanfaatan produk-produk peradaban untuk kemaslahatan hakiki. Oleh karena itu rumusan filosofis untuk regulasi tersebut sepatutnya mencakup semua aspek nilai kemanusiaan yang paling fundamental.