Momen-momen hari besar keagamaan selalu menyimpan kisah abadi bermuatan moral berskala besar. Di hari-hari itu bagi para pemeluknya sangat mengharapkan limpahan berkah berupa energi pencerahan dari cerita suci untuk mendapatkan kualitas keimanan yang makin kokoh.
Semangat kebajikan dari kisah hari-hari sakral itu sangat jelas memancar dan memengaruhi spiritualitas umatnya. Pada waktu yang bersamaan bangsa Indonesia yang tergolong religius mendapatkan bonus dua momen besar keagamaan: bulan suci Ramadan dan hari raya Waisak.
Religiusitas bangsa Indonesia itu sudah diketahui mengakar dalam sejarah yang panjang. Sejarah bahkan mencatat dengan rapi manunggalnya religiusitas dengan peradaban bangsa dari masa ke masa.
Budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia selalu terkait dan mendasarkan diri pada nilai-nilai keyakinan agama. Puncak-puncak peradaban yang terrepresentasi dalam kemampuan nenek moyang membangun sistem ketatanegaraan dan kekuasaan politik selalu mewariskan simbol-simbol dan monumen-monumen yang bermakna religius.
Banyak kisah besar yang menginspirasi generasi-generasi berikutnya. Saking takjubnya hingga momen itu selalu diingat dan menjadi hari sakral. Pada waktu-waktu itu anak cucu jauh generasi belakangan banyak memanfaatkannya untuk mereguk spirit besarnya. Momen kebangkitan dan perubahan acapkali terjadi melalui proses ini.
Modal Spiritual
Materi skriptural yang tertulis dalam kitab suci sebagian besar memuat kisah kaum masa lampau. Beberapa cerita berlatar alam azali berisi dialog Tuhan dengan makhluk permulaan. Ada juga kisah dengan latar bergradasi lebih rendah masuk alam tengah. Lalu yang terakhir cerita dengan latar dunia masa silam namun tetap menyisipkan keterkaitan faktual dengan realitas gaib.
Ramadan sendiri sebagai bulan istimewa selain karena perintah dari Allah SWT juga mengait dengan narasi keberadaan kaum yang lebih lampau. Dalam surat Al Baqarah ayat 183 redaksinya berbunyi "Hai orang-orang beriman kuperintahkan kepada kamu berpuasa sebagaimana aku perintahkan kepada kaum sebelum kamu".
Ibadah puasa yang fardu (wajib) bagi umat Islam semata-mata untuk memperoleh derajat takwa. Dengan pengertian tergapainya rasa takut yang hakiki sehingga tak ditemukan jalan selain tunduk dan patuh pada aturan moral yang datang dari Allah SWT.
Dengan pemahaman seperti itu maka puasa tak lain adalah sarana melatih jiwa dan raga untuk dapat menahan diri dari dorongan hawa nafsu. Lebih jauh dari itu puasa untuk mengalahkan buruk dalam diri seperti watak takabur dan riya (suka pamer).
Hal yang kurang lebih sama pada hari Waisak. Hari besar agama Buddha ini diperingati sangat meriah oleh penganutnya. Pemeluk agama Buddha menyebut Waisak secara lengkap sebagai Tri Suci Waisak.
Tri Suci Waisak  dimaksudkan untuk memperingati tiga peristiwa penting penuh muatan moral yaitu kelahiran Sidarta Gautama sebagai pembawa ajaran moral Buddha. Selain itu juga mengenang saat sang Buddha mendapat pencerahan yang memungkinkan terumuskannya pokok-pokok ajaran moral tersebut. Kemudian yang terakhir menghayati wafatnya sang Buddha sebagai simbol masuk nirwana.
Prosesi perayaan Waisak sangat menarik melalui simbol-simbol laku hidup ruhani yang nampak sekali kesakralannya. Umat Buddha di dunia serentak memperingati Tri Suci Waisak walupun beragam dalam cara merayakannya.
Di Indonesia sendiri umat Buddha mengawali peringatan hari Waisak dengan prosesi pengambilan air berkah dari mata air Jumprit, kabupaten Temanggung dan diteruskan penyalaan obor yang diambil dari perapian Mrapen, kabupaten Grobogan.
Fase berikutnya yakni Pindapatta yaitu ritual khusus bagi masyarakat untuk memberikan bakti dan berbuat kebajikan. Caranya secara simbolis dengan mempersembahkan darma berupa makanan kepada para Bhikkhu dan Bikshu.
Tahap akhir yaitu Samadhi artinya menghengkan cipta beberapa sesaat sebelum puncak bulan purnama menurut perhitungan falak. Secara nasional puncak acara biasanya dilaksanakan di pelataran candi Borobudur dengan penyalaan ribuan lilin yang membuat suasana makin syahdu dan sakral.
Makna spiritual universal misi kebajikan Tri Suci Waisak tak terbantahkan. Ajaran kebajikan kepada sesama dan semua makhluk menjadi inti ajaran Buddha.
Landas Pacu Keluar dari Krisis
Dua momen besar agama yakni Ramadan dan Tri Suci Waisak semestinya menjadi sarana yang baik untuk merevitalisasi mental religius menjadi lebih bermakna membangun bangsa yang lebih kuat.
Peningkatan solidaritas, penguatan kesetiakawanan sosial dan keteguhan hati menghadapi beragam tantangan semua inheren dengan semangat Ramadan dan Waisak. Dengan begitu optimisme masyarakat juga memperoleh landasan spiritual yang dahsyat untuk segera mengakhiri krisis yang menimpa sendi-sendi kehidupan bersama.
Pandemi virus jahat covid19 beserta krisis ikutannya tak akan terlalu sulit dilewati jika kesadaran warga terbina dengan baik. Bahasa nurani melalui ibadah puasa dan penghayatan prosesi ritual Tri Suci Waisak lebih memberi akselerasi terwujudnya kohesivitas sosial sebagai salah satu syarat menuju soliditas masyarakat mengalahkan musuh bersama.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H