Ramadan tahun ini terbilang istimewa. Â Dunia yang kelam dirundung duka akibat mewabahnya virus covid19. Ratusan negara termasuk negara-negara besar dan powerfull terdampak baik langsung maupun tidak langsung pandemi virus tersebut.
Di negeri kita sendiri sejak awal Maret 2020 pemerintah resmi menyatakan adanya korban pertama meninggal dunia akibat inveksi virus Corona. Sejak itu jumlah pasien dan data korban meninggal yang ter-update setiap saat terus bertambah memicu sport jantung segenap masyarakat.
Berbagai kebijakan penanggulangan pun kemudian diterapkan melalui beragam protokol yang dikeluarkan otoritas terkait. Berbarengan dengan itu keresahan masyarakat juga makin meluas.
Kegelisahan umum itu terutama disebabkan oleh kekhawatiran terpaparnya mereka oleh virus kategori mematikan karena cara menularnya yang sangat cepat.
Pada sisi lain kegalauan juga timbul oleh bayang-bayang suramnya ekonomi. Bahkan krisis global yang lebih merata menghantui untuk beberapa waktu mendatang.
Lesunya perdagangan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan anomali pasar segera menjadi pemandangan sehari-hari. Pemerintah pusat dan daerah pun terpaksa melakukan realokasi besar-besaran anggaran negara. Lebih dari 400 triliun rupiah dari pusat disiapkan untuk program mengatasi dampak pandemi Covid19.
Ramadan 2020
Hadirnya bulan Ramadan di musim pandemi ini sejenak menjadi pelipur lara. Masyarakat seakan merasa kembali punya waktu untuk hidup damai dalam zikir dan doa bersamaan dimulainya ibadah puasa.
Lapangnya dada melalui serangkaian ibadah khas bulan Ramadan, teguhnya hati bersama laku munajat dan doa terasa sangat besar artinya mengubah piasnya muka sesaat menjadi lebih merona.
Harapan itu membuncah terutama ketika membayangkan Ramadan tahun-tahun yang lalu. Di mana segala amalan sunah berjamaah yang mendampingi ibadah wajib terselenggara dengan baik dan leluasa.
Masjid-masjid tak pernah sepi jamaah, halaqah-halaqah pengajian ada hingga di musala sudut-sudut kampung. Tak ketinggalan tadarus Alquran terdengar di setiap penggalan waktu.
Kemudian yang paling saya gemari adalah majlis-majlis zikir dan mujahadah banyak didirikan oleh para imam jamaah untuk tazqiyatun nafsi atau membersihkan hati.
Namun tahun ini saya harus berdamai dengan diri sendiri jika banyak hal tak terpenuhi. Kuasa Tuhan yang menurunkan wabah mengharuskan, dengan alasan dharurat bi syar'i (halangan sah) untuk memodifikasi cara pelaksanaan taqorub lilallahi (mendekatkan diri pada Allah) dengan menghindari jamaah dhahiriyah (fisik).
Karena itu kemudian banyak dilakukan kajian-kajian kitab kuning dan haflah zikir wal istighosah secara online. Siaran langsung melalui video streaming menjadi pilihan walaupun ada sesuatu yang dirasa belum lengkap jika tidak terjadi tajlisul ulama (duduk bersama guru).
Atsar Ramadan 2020
Namun sesungguhnya kasih sayang Allah SWT lebih besar daripada sifat keadilannya. Karena itu meski banyak pembatasan amalan berjamaah namun kesungguhan hati hambanya menyembah maka nikmat yang lebih hakiki akan dilimpahkannya.
Demikian pula dengan kesabaran kita mengalami cobaan besar akan memperoleh derajat ruhaniyah yang mulia di sisi Allah Yang Maha Kuasa. Kemudian keikhlasan menanggung beban derita makin menjernihkan hati dan pikiran atas izinNya.
Tak ada nikmat lebih besar dari anugerah berupa makin matangnya aspek rohani melalui penerimaan atas semua yang datang dari Allah SWT.
Rahmat Tuhan sepintas tampak irasional dan imatematis sehingga inkalkulatif. Dus, nampak jika dikonversi secara material jauh dari memadai. Tetapi sesungguhnya nikmat ruhaniyah itu yang mampu merombak struktur kosmik yang akan memasok energi positif tak terhingga guna memulihkan ketidakseimbangannya.
Karena itu bagi saya pribadi Ramadan 2020 akan lebih besar fadhol-nya jika kita lebih banyak mengamalkan laku rohani sebagai bagian ibadah di bulan suci.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H