Sudah menjadi kebiasaan di bulan Ramadan masyarakat cenderung meningkatkan anggaran belanja kebutuhan keluarga. Hal itu terutama didorong oleh keinginan untuk memenuhi selera santap sahur dan buka puasa.
Jamak terjadi pada keluarga yang mengharuskan hidangan makan sahur dan berbuka dengan menu makanan yang istimewa menurut seleranya. Di sinilah sebenarnya kecenderungan jor-joran bermula.
Tak hanya itu bertambahnya kebutuhan akan pangan juga didorong oleh kebiasaan untuk buka puasa bersama dan juga untuk jaburan kegiatan tadarus Alquran. Sehingga persediaan aneka bahan makanan yang memenuhi gengsi masuk daftar belanja rumah tangga.
Pahami Hakikat Puasa
Sakralitas bulan Ramadan ada pada perintah menjalankan ibadah puasa. Dengan maknanya yang paling hakiki yaitu secara sadar menahan dominasi hawa nafsu dalam diri manusia.
Menahan hawa nafsu ini lebih jauh lagi harus dipahami bukan hanya pada waktu fajar hingga terbenam matahari sebagai kaifiyah yang tertulis dalam buku-buku pelajaran agama Islam.
Kalau hanya itu pedomannya puasa kita hanya menjadi proses penundaan pelampiasan syahwat hingga waktu berbuka tiba. Sehingga klasifikasi puasa yang demikian itu baru dapat dinamakan puasa normatif. Jauh dari tujuan substantif.
Akan lebih besar maknanya jika puasa dihayati sebagai satu bentuk riyadhoh (latihan) kontinu mengelola dan mengalahkan dorongan hawa nafsu.
Ikhtiar jika dilakukan dengan istikamah akan membuahkan hikmah secara pribadi maupun sosial. Secara personal jadi lebih shabar, qona'ah, tulus ikhlas dan secara sosial lebih empatik, peduli serta solider.
Lebih-lebih Ramadan tahun ini berbarengan dengan suasana memprihatinkan akibat luasnya dampak pandemi virus covid19. Hasrat memenuhi keinginan syahwat secara demonstratif dan belanja secara atraktif tampak kurang pas.