Tumbuhnya solidaritas
Kini pembagian dus-dus nasi secara gratis kepada kelompok duafa dilakukan banyak pihak di kota-kota besar. Pembagian paket sembako juga setiap hari dilakukan.
Ada juga beberapa lembaga memrakarsai distribusi gratis berbagai jenis masker dan cairan sanitizer kepada semua orang yang ditemuinya. Penyemprotan di rumah-rumah penduduk secara berkala dilakukan oleh banyak organisasi sosial kemasyarakatan nirlaba.
Aksi-aksi sosial partikelir seperti itu tentu sangat menggembirakan sebelum instansi-instansi pemerintah melakukan. Kesadaran sosial sekelompok individu lebih cepat terbentuk dan akan bertahan lama dibanding eksekusi rencana lembaga-lembaga donor skala besar yang bersifat prosedural.
Reaksi spontan masyarakat berlebih untuk membantu saudara-saudaranya yang kurang beruntung sangat besar artinya dalam menguatkan ketahanan sosial. Pada akhirnya tumbuhnya solidaritas antar segmen juga akan mempercepat penyelesaian krisis jika tidak terinterupsi oleh manufer elit yang membawa agenda politik terselubung.
Masyarakat Indonesia yang terkenal religius sangat akrab dengan konsep kebahagiaan hakiki. Penganut agama formal menyebutnya kebahagiaan ilahiyah atas kehendak Tuhan. Para penghayat kepercayaan lokal mengistilahkannya sebagai rohso sejati.
Beberapa pribadi bahkan mengatakan mengalami rasa jenis itu yang kemudian banyak diverbalkan sebagai pengalaman ruhani.
Dengan karakter seperti itu umumnya masyarakat Indonesia mudah tergugah rasa empatinya. Lalu secara kolektif mudah pula terbangun solidaritas antar kelompok sebagai sesama warga masyarakat.
Itulah mengapa masyarakat Indonesia tergolong mudah dalam mengobati luka sosialnya. Situasi kritis selalu melahirkan kisah indah akan kepedulian, kebersamaan dan kesatuan.
Rasa sejati menjadi akar kukuhnya keutuhan masyarakat kita. Manusia Indonesia akan selalu menempatkan spiritualitas sebagai hal pokok dalam hidupnya. Karena itu berempati adalah hal mudah dan berbagi adalah hal indah secara personal maupun konteks sosial.***