Mohon tunggu...
Eko S Nurcahyadi
Eko S Nurcahyadi Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis, Pegiat Literasi, aktivis GP Ansor

Aktivis di Ormas, Pegiat Literasi, Pendididikan di Pesantren NU, Profesional Muda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar di Rumah: Orangtua Bisa Mengimbangi Peran Google

17 April 2020   00:05 Diperbarui: 17 April 2020   00:39 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi informasi berbasis internet telah dimulai diadopsi ketika banyak satuan pendidikan membuka ruang eksplorasi bagi siswa untuk memperluas referensi materi pelajaran. Dan ternyata hal itu sangat memudahkan peserta didik dalam mencari tambahan bahan pendukung mapel.

Tak lama kemudian otoritas pendidikan secara resmi makin memperkuat penggunaan internet dengan penerapan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Lalu dilanjutkan dengan metode online dalam pendaftaran murid baru.   

Pendeknya kehadiran teknologi internet dalam dunia pendidikan telah menjadi bagian penting sebagai bentuk habit baru menggantikan kebiasaan manual. 

Kabar gembiranya anak-anak didik yang notabene lahir pada zaman milenial sangat familiar dengan perangkat yang setiap saat menjadi bagian kehidupan entertainnya.

  Pisau bermata dua

Kegilaan dengan gadget mengantarkan anak-anak era milenial pada keakraban dengan internet melampaui generasi manapun. Adanya sisi positif dan negatif itu sudah pasti.

Sisi positifnya jelas anak-anak lebih dini akrab dengan dunia baru yang ditandai dengan makin meluas dan mendalamnya penggunaan teknologi internet dalam jantung kehidupan manusia. Sehingga dengan begitu generasi baru ini tak perlu repot beradaptasi dengan adanya revolusi 4.0.

Namun sisi negatifnya wajib diantisipasi. Diantaranya gejala kecanduan smartphone yang merepotkan orang tua. Statistik menunjukkan banyaknya kasus psikopatologis akibat kecanduan game online, video porno dan lain-lain.

Dilaporkan beberapa gejala klinis yang timbul seperti antisosial, tertutup, gampang tersinggung, sulit tidur, agresif secara verbal hingga gejala klinis yang lebih parah lagi.

Jika tanpa kehadiran orang tua teknologi smartphone lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya. Karena anak-anak belum memiliki otonomi memadai dalam menentukan pilihan.

Foto dokumen pribadi
Foto dokumen pribadi
 Belajar di rumah

Keadaan luar biasa akibat ancaman pandemi virus covid19 memaksa otoritas pendidikan merumahkan peserta didik. Jutaan murid sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas diminta belajar di rumah.

Siswa-siswi Indonesia yang terbiasa belajar di ruang kelas dengan sederetan peraturan yang mengikat di lingkungan sekolah tiba-tiba dimerdekakan untuk belajar tanpa arahan dan pengawasan. Yang semula tergariskan kini terlonggarkan.

Situasi darurat memaksa otoritas pendidikan melalui satuan pendidikan melepaskan metode dan waktu belajar pada para peserta didiknya. Di lain pihak para siswa dituntut untuk berkomitmen dengan mendisiplinkan diri untuk tetap belajar minimal sama dengan volume belajar di sekolah. Satu hal yang sulit untuk anak-anak lakukan diluar pagar sekolah.

Karena itu disinilah peran orang tua mutlak diperlukan guna pendampingan belajar anak dalam keadaan luar biasa untuk waktu yang belum bisa diprediksikan. Tanpa kehadiran orang tua bisa ambyar!

Foto dokumen pribadi
Foto dokumen pribadi
 Upgrade orang tua
 Peran orang tua yang diperlukan dalam pendampingan putra-putrinya yang terpenting adalah kemampuannya memosisikan diri sebagai teman. Tujuannya tentu agar anak-anak merasa nyaman dan merasa diakui atau dihargai.

Tanpa kemampuan itu proses belajar di rumah akan terasa memuakkan bagi anak-anak. Sehingga jangan salahkan anak-anak bila lebih memilih main game online dari pada belajar.

Selain kemampuan itu orang tua juga penting meningkatkan kecakapan mengaktivasi aneka pengetahuan yang sangat lama tersimpan dalam memori otaknya. Gunanya untuk memberikan perspektif lain supaya aktivitas belajar di rumah makin terasa hidup dan menantang.

Dalam memori otak orang dewasa tersimpan milyaran informasi hasil rekaman selama hidupnya. Sebagian diantaranya ada relevansinya dengan materi pelajaran anak-anak sekolah. Oleh karena itu aktivasi informasi yang berisi pengetahuan lama akan menempatkan orang tua setara dengan koleksi informasi di google.

Dengan begitu hampir setiap pertanyaan anak akan memperoleh jawaban logis meskipun dengan bahasa dan sudut pandang yang berbeda. Disitulah nilai lebih belajar di rumah yakni memperkaya cara pandang anak dalam melihat persoalan sejak dini.

Namun begitu karena milyaran byte memori berisi pengetahuan dalam otak bersifat usang maka perlu upaya update seperlunya bagi orang tua akan familiaritas penggunaan piranti pengakses internet.

Anak akan sangat menyukai orang tua yang memiliki selera relatif sama  serta sepadan dalam minat berteknologi milenial. Jika perlu orang tua sering ikut main game online berperan sebagai sekutu atau lawan anaknya.

Semoga dengan penerapan belajar di rumah sebagai pengisi libur panjang menjadi momentum kebangkitan metode belajar yang lebih memerdekakan peserta didik.**
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun