Sosok fenomenal Basuki Tjahaja Purnama (BTP/Ahok) di manapun ia berada akan selalu menjadi bintang bersinar. Keberadaannya di Pertamina sebagai Komisaris Utama bisa dipastikan memberi energi transformasi secara radikal. Energi yang ia miliki seakan tak pernah berkurang untuk mewujudkan visinya: good corporate governance.
Catatan prestasinya sebagai wakil gubernur dan kemudian menjadi gubernur DKI Jakarta tak terbantahkan baik oleh kawan maupun lawan. Walau tetap saja ada yang over kritis, tapi sama sekali tidak menyurutkan kecepatan eksekusi dan pergerakannya.
Setelah beberapa waktu absen karena harus menjalani hukuman yang seharusnya tidak ia terima, kini BTP kembali ke gelanggang publik. Ia menjadi salah satu sosok istimewa yang ditunjuk oleh menteri BUMN Erick Tohir sebagai salah satu pilar transformasi Pertamina menuju raksasa migas yang bersih dan efisien.
Melawan Mafia Migas
Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua Badan Usaha Milik Negara banyak terperangkap kepentingan politik serta mengalami beragam hambatan birokrasi yang membuat langkahnya lamban.
Beban itu masih harus ditambah lagi dengan banyaknya praktik mafia oleh oknum-oknum aparat yang tak jarang membuatnya terhuyung. Sehingga sulit menjadikan perusahaan negara tersebut memperoleh profit maksimal baik finansial maupun performa sosial.
Mafia migas nyaris menjadi bagian integral dengan keberadaan Pertamina sejak dekade 70-an melalui berbagai modus dan cara. Terakhir terbongkarnya tumor di bisnis Pertamina terbentuk melalui Pertamina Energy Service Pte. Ltd (Petral) sebagai subsidiary yang ditugasi mengatur pengadaan minyak mentah.
Inefisiensi terjadi selama puluhan tahun bersamaan dengan besarnya rente sebagai akibat unfair bidding (tender curang) pengadaan minyak mentah.
Petral memang akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Jokowi di awal periode pertama kekuasaannya. Lalu dibentuklah lembaga baru bernama Integrated Supply Chain Pertamina (ISC) sebagai pengganti dengan fungsi yang masih sama. Namun oknum jahat tentu saja akan terus ada selama peluang tersedia.
Melalui badan baru ISC Pertamina ini jika tidak dilakukan pengawasan ketat lalu tidak dikelola oleh satuan manajemen yang berkarakter bagus maka akan sangat mudah dijangkiti parasit yang dengan cepat akan berubah menjadi kanker ganas.
Harapan publik sejenak membuncah setelah kula nuwun ala Erick Tohir yang belum genap sebulan menjabat menteri BUMN langsung membuat banyak terapi kejut memangkas jabatan deputi dan sesmen.
Lalu rencana merombak susunan komisaris dan direksi di 142 BUMN yang dimulai dari tiga perseroan strategis meliputi Pertamina, PLN, dan Antam, seakan ingin menegaskankan kepada para stake holder bahwa perbaikan dan penyehatan semua BUMN akan dilakukan secara radikal.
Sinyal itu diperkuat dengan dianjutkannya kejutan berikutnya melalui rencana Pak Menteri (sebagian sudah terrealisasi) merekrut figur-figur hard liner dalam pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan jabatan.
Nama-nama angker di antaranya Basuki Tjahaja Purnama, Chandra Hamzah (mantan komisioner KPK), dan Rizal Mallarangeng serta beberapa nama besar lain sempat dipanggil ke kantor Menteri BUMN membicarakan kemungkinan penempatan mereka di BUMN-BUMN penting.
Dari beberapa nama besar yang diwawancarai menteri BUMN, baru BTP yang telah definitif masuk struktur di Pertamina. Sudah tentu reputasi dan temperamennya akan menjadi hantu bagi para garong baik yang bermain di dalam maupun luar BUMN yang bergerak di sektor migas tersebut.
Lalu aksi-aksinya yang tanpa belas kasih akan sangat efisien membunuh karier formal para mafia dengan mengantarkannya ke ruang tahanan KPK. Energi luar biasa besar yang ia bawa akan memberi efek percepatan transformasi menuju Pertamina yang bersih, transparan, dan profesional.
Tantangan lebih besar lagi sebenarnya tidak di internal Pertamina melainkan adanya jaringan kekuasaan the untouchable di luar perseroan. Belalai gurita mafia bisa jadi berkepala di luar wilayah hukum Indonesia. Sehingga membutuhkan tambahan kekuatan diplomatik yang di-back up sepenuhnya dari istana untuk lebih banyak memperoleh hasil maksimal.
Pertamina sebagai Powerhouse
Infrastruktur organisasi Pertamina yang bagus meliputi struktur yang ramping dan terbentuknya corporate culture (budaya perusahaan) yang baik akan memberi keleluasaan top management untuk melalukan enlargement (perluasan) pada aspek bisnis. Secara khusus PT. Pertamina akan kembali berkonsentrasi memperkuat bisnis sektor hulu sampai hilir.
Di sektor hulu Pertamina wajib hukumnya memperkuat suplai minyak nasional yang tidak lagi mengandalkan impor minyak mentah. Lebih strategis maknanya jika melakukan eksplorasi sendiri sehingga akan diperoleh banyak cadangan minyak dan gas baru.
Tercatat dari 128 cekungan di seluruh wilayah Indonesia masih tersisa 74 lokasi yang belum dieksplorasi. Sebagaimana diketahui bahwa sudah sangat lama terhitung sejak tahun 1967 cadangan minyak terakhir ditemukan Pertamina tepatnya di Jatibarang.
Sejak itu hingga sekarang yang artinya sudah 52 tahun Pertamina tidak lagi melakukan eksplorasi. Keengganan itu terjadi karena memang memerlukan dana besar untuk gambling investasi pencarian ladang minyak dan gas baru.
Namun untuk saat ini Indonesia tak punya banyak pilihan agar tidak tergantung pada impor minyak sebesar 800 ribu barel per hari. Angka itu tak lain adalah 50% kebutuhan nasional.
Besarnya nilai impor sangat menguras keuangan perseroan. Karena itu eksplorasi cekungan tersisa merupakan pilihan terbaik untuk memperkuat posisi fundamental bisnis Pertamina.
BTP sebagai komisaris utama yang berlatar belakang pendidikan teknik geologi tentu sangat paham akan hal ini. Sehingga rakyat Indonesia boleh berharap selain pemberantasan korupsi dan pembersihan Pertamina dari parasit mafia migas juga hadirnya minyak dan gas murah untuk rakyat dengan dilakukannya kembali eksplorasi ladang-ladang migas baru.
Demikian pula halnya dengan sektor hilir yang selama ini menjadi andalan bisnis Pertamina perlu ditata lebih baik. Bisnis usaha Pertamina di sektor ini meliputi pengolahan, distribusi, pemasaran serta niaga masih banyak terjadi disrupsi dan inefisiensi.
Hal paling dirasakan masyarakat adalah acap kali terjadi kelangkaan bahan bakar minyak dan gas di pasaran.
Itulah PR besar yang dihadapi Ahok dan kawan-kawan di jajaran direksi untuk membangun kembali Pertamina menjadi powerhouse (rumah pembangkit) ekonomi nasional.
Rakyat Indonesia ingin kembali menyaksikan prestasi ajaib yang di periode pertama pemerintahan Jokowi banyak ditorehkan melalui kerja orang-orang kepercayaannya. Selamat bekerja, BTP!
**
Eko S Nurcahyadi, Penulis, Editor dan Pemerhati masalah Sosial Ekonomi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H