Gareng tergopoh-gopoh mendatangi Petruk yang saat itu berlatih dengan kapak saktinya. Gareng mengabarkan bahwa ada sesuatu yang aneh di pintu masuk kerajaan Amarta.Â
Saking anehnya Gareng yang dikenal juga mempunyai kesaktian tinggi itu tidak bisa menjelentrehkan apa yang baru saja dilihatnya. Kepada Petruk, Gareng kemudian bercerita bahwa ada sebuah patung aneh berdiri di kelilingi taman. "Bentuknya aneh. Benar-benar aneh. Aku tidak pernah melihat patung seperti itu," ungkap Gareng.Â
Petruk yang sebelumnya asik berlatih dengan kapaknya kemudian menghentikan aktifitasnya. Kapak itu lalu diselipkan di pinggang. Tanpa bicara, Petruk lalu mengajak kakaknya pergi ke pintu masuk kerajaan.Â
Sampai di lokasi, Petruk sontak kaget bukan kepalang. Sebuah patung berdiri di hadapan mereka. Bentuknya melengkung dan agak gemuk. "Ini patung apa kang Gareng," tanya Petruk. "Dari awal aku kan sudah bilang. Ini adalah patung paling aneh yang kutemui,".
"Apa ini patung kambing ya? Atau patung kebo," tanya Petruk masih dalam sejuta kebingungan. Dalam kebingunggan Gareng dan Petruk memilih berdiri di lokasi sembari memandangi patung yang tampak aneh itu. Tidak terasa sudah 40 hari 40 malam keduanya hanya berdiri memandangi patung tersebut.
Di hari ke 41, Gareng akhirnya bisa menyimpulkan patung apa yang ada di depan mereka. "Tidak salah. Ini adalah patung gajah. Patung gajah," teriak Gareng sembari meloncat dan naik ke punggung patung. Petruk yang kaget spontan melakukan aksi serupa.Â
Keduanya lalu berjoget seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru. Tidak terasa aksi joget keduanya sampai di dengar Bhatara Bayu di Kayangan. Mendengar keributan keduanya, Bhatara Bayu yang asik tidur siang akhirnya terganggu. Ia marah dan meniupkan angin kencang sehingga Gareng dan Petruk yang tengah bergoyang ria dengan aplikasi tik-tok terjungkir. Terbalik. Salto.Â
Rol depan dan belakang. Komplit. Terjerembab lalu terguling-guling bersama patung yang sebelumnya diidentifikasi sebagai gajah oleh Gareng. Setelah angin reda, patung sudah tidak berwujud.Â
Bentuknya tidak lagi menyerupai gajah. Melainkan seperti gundukan tanah gembul. Bahkan bisa dibilang mirip Bagong, adik mereka. Bentuknya yang abstrak kian membinggungkan mereka.Â
Keduanya tidak mungkin melaporkan bentuk patung aneh yang baru saja hancur itu. Mereka juga tidak mungkin melapor kepada Prabu puntadewa Raja Amarta. Justru jika melapor, Gareng dan Petruk akan menjadi bahan tertawaan.
Gareng dan Petruk hanya bisa saling pandang. Gareng lalu memberikan nasehat kepada Petruk bahwa, segala wujud patung yang nantinya dibangun di kerajaan Amarta harus jelas menyerupai. Baik itu  serupa binatang atau manusia.Â
Jika tidak pasti akan menimbulkan debat kusir yang ujung-ujungnya mengundang tanya dan kecurigaan. Gareng juga mengatakan keseimbangan dalam segala hal itu penting sebagaimana wujud sebuah patung agar tidak menimbulkan atau mematik perpecahan atau silang sengkurat pendapat. "Â
Weleh-weleh, kata-katamu bijak sekali kakang Gareng. Seperti Bapa Semar saja,". Gareng yang bajunya compang-camping hanya tersenyum kecut dan berlalu meninggalkan Petruk. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H