Mohon tunggu...
Eko Rohmadiyanto
Eko Rohmadiyanto Mohon Tunggu... Guru - Ingin belajar tentang banyak hal baru dan menarik.

Guru PPKn SMP Negeri 2 Saronggi. Pernah belajar di IKIP Yogyakarta (1991-1996) sekarang UNY. Suka dunia Internet/digital. Blogger di www.ppknsmpn2saronggi.my.id dan www.majalahsmpn2saronggi.online

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siswa Lulusan "Angkatan Corona"

30 Maret 2021   01:39 Diperbarui: 30 Maret 2021   02:09 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ungkapan siswa yang mengatakan "tidak nyaman menjadi siswa lulusan Korona." Maksudnya adalah siswa lulus di era pandemi. Kami tidak menjalani pembelajaran yang normal, tidak bertemu teman dan guru, tidak dapat berbincang langsung dengan mereka, harus mengikuti pembelajaran jarak jauh yang semakin lama terasa berat dan membosankan, tidak dapat memahami materi pelajaran dengan jelas, hanya tinggal di rumah, dll. Tidak berkesan sama sekali, demikian ungkapan hati mereka.

Sementara itu, pendidikan di setiap jenjang mempunyai tujuan untuk setiap lulusan atau siswanya sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Secara umum tujuan pendidikan pendidikan nasional adalah mengarahkan berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta memiliki tanggung jawab sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 

Tujuan tersebut bersifat mutlak, tidak ada prasyarat atau pengecualian dalam kondisi apapun. Dalam kondisi negara normal atau tidak, dalam keadaan damai atau bahaya peperangan sedang mengancam, bahkan dalam situasi negara sedang  dalam Status Keadaan Darurat Bencanapun tidak dikecualikan. 

Bahkan belajar dari Jepang ketika kalah dan terpaksa menyerah pada sekutu saat Perang Dunia II, yang ditanya oleh Kaisar Hirohito bukanlah berapa sisa aset/modal ekonomi negara yang tersisa. Pada semua jendral yang masih hidup kaisar menanyakan kepada mereka "Berapa jumlah guru yang tersisa?". 

Lalu bagaimana pendidikan Indonesia di masa pandemi? Meski lembaga sekolah diberi diskresi atau relaksasi dalam banyak hal, tidak ada satupun tujuan pendidikan yang di reduksi berupa pengurangan standart kelulusan dan lainnya. Bahkan lembaga pendidikan harus dan terus dipacu untuk menerapkan bermacam strategi untuk menyiasati kendala-kedala yang terjadi ketika harus melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh sesuai dengan karakteristik sekolah dan wilayah masing-masing. 

Umumnya ketika pandemi mewabah, pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pelaksanaan pembelajaran , antara lain pembelajaran di kelas bersifat tatap muka berubah menjadi pembelajaran daring baik yang bersifat langsung (sinkronus) ataupun tidak langsung (asinkronus), dari dominannya peran guru dan sekolah, menjadi lebih dominannya peran orang tua termasuk lingkungannya, pembelajaran reguler klasikal menjadi pembelajaran yang memanfaatkan teknologi terkini (yang memang seharusnya sesuai era industri 4.0), dan pembelajaran yang menafikan kebersihan dan kesehatan menjadi yang peduli dari segala hal. 

Dalam penerapannya tentu tidak ada yang tanpa kendala, baik dari sisi siswa maupun guru. Mulai masalah soal akses internet, pendidik yang belum melek teknologi, bahkan sampai kurangnya sarana prasarana pembelajaran seperti handphone, laptop dan lain sebagaianya.

Sebagai manusia kita memang difitrahkan untuk pantang menyerah, pun sebuah lembaga pendidikan. Seyogyanya harus selalu memaksimalkan potensi yang ada baik dari dalam diri maupun lingkungan kita. Banyak program-program pemerintah baik dari pusat maupun daerah khusus di era pandemi ini. 

Dari sisi seorang guru banyak teman sejawat, ditambah kemampuan manajerial seorang kepala sekolah yang akan mengcombine segala potensi yang ada, saling melengkapi, saling berbagi, saling belajar, khususnya dalam hal penyesuaian mensiasati keadaan. Berkolaborasi mereka menjadi sesuatu yang lebih bermakna di era seperti sekarang ini. 

Sebagai pendidik, guru bukan hanya memberi pelajaran, tapi pada hakekatnya dia adalah seorang pembelajar. Guru tidak akan menghadapi situasi yang statis dan stagnan, akan tetapi selalu akan menghadapi peserta didik dan lingkungan yang selalu berubah bahkan kadang secara drastis. Bahkan Abdul Malik Fadjar (mantan menteri pendidikan nasional) pernah mengungkapkan, "guru yang berhenti belajar pada hakekatnya pada saat itulah dia berhenti mengajar". 

Dari sisi siswa tidak kalah hebatnya mulai dari ancaman putus sekolah hingga ancama fisik dan psikis yang akan mendera. Sampai pada menurunnya kualitas proses dan hasil belajar. 

Ada yang meremehkan ada yang menyanjung. Meski mereka lulus dengan label tanpa ujian, lulus tanpa perpisahan, angkatan virus, angkatan corona.

 Akan tetapi jangan lupa selain guru, merekalah generasi paling adaptif, akan terbiasa menghadapi tantangan baru di masa depan. Bisa jadi dengan adanya situasi saat ini akan menjadi inspirasi dan mendorong mereka untuk menjadi pemikir dan inovator di masa mendatang. Salam... (Sumenep, 11 Maret 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun