Indonesia dengan kekayaan laut memberi kontribuasi yang besar bagi kehidupan dan menopang kesehatan serta kesejahteraan masyarakat. Untuk itu jangan membiarkan laut hancur di depan mata karena ini merupakan tanggungjawab kita bersama. Hal ini tentunya dimulai dengan komitmen global yang sungguh-sungguh untuk menjaga iklim laut demi pembangunan berkelanjutan. Pada Sustainable Development Goals (SDGs) tertuang bahwa sampah menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan berkelanjutan.
Tema hari Sampah Nasional yang diusung oleh Pemerintah Kota Makassar ”Bersihkan Laut dari Sampah” harus dimaknai dengan gerakan aksi nyata. Walikota Makassar Ramdhan Pomanto, pada kesempatan membuka kegiatan memperingati hari Peduli Sampah Nasional di Center of Indonesia (CPI) Makassar,(16/02) menekankan untuk menjaga laut agar selalu bersih sehingga ikan yang kita makan juga sehat. “Jangan biarkan ikan makan plastik , yang kemudian isi perut ikan kita makan karena enak, tapi kita tidak tahu dampaknya”
Ove Hoegh-Guldberg penulis utama dan Direktur Global Change Institute di University of Queesnland Australia, mengatakan, “kini laut dihadapkan pada risiko yang lebih besar dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam catatan sejarah. Kita telah mengeruk terlalu banyak ikan, membuang terlalu banyak limbah, dan meningkatkan suhu serta keasaman laut sampai titik dimana sistem alami tidak lagi bisa berfungsi,”
Perubahan iklim merupakan penyebab utama menurunnya kondisi kesehatan laut. Penelitian dalam laporan ini juga menunjukkan dengan laju peningkatan suhu saat ini, pada tahun 2050, terumbu karang yang menyediakan makanan, pekerjaan dan melindungi ratusan juta manusia dari badai akan punah. Bukan hanya meningkatnya suhu permukaan air laut, perubahan iklim juga meningkatkan keasaman air laut yang membutuhkan ratusan generasi untuk pulih.
Dr. Marco Lambertini, Direktur Jenderal WWF Internasional mengatakan “Laut mampu menyaingi kekayaan negara-negara terkaya di dunia, namun dibiarkan tenggelam menuju kegagalan ekonomi,” Untuk itu katanya, “Sebagai pihak yang bertanggung jawab, kita tidak mungkin berharap untuk terus mengeruk aset berharga laut dengan tidak serius memikirkan dampaknya dan tanpa berinvestasi untuk masa depan.”
Direktur United Nations Development Programme (UNDP) Christophe Bahuet mengatakan masalah sampah sangat relevan menjadi pembahasan bagi Indonesia. Tahun lalu sudah diidentifikasi bahwa pencemaran laut terbesar kedua dari Indonesia dengan 1,3 juta plastik," Menurutnya, pencemaran laut dapat menimbulkan kerugian bagi negara-negara dunia yang diperkirakan sebesar 1,4 miliar dollar Amerika Serikat. Tidak hanya itu, menurut riset dari Forum Ekonomi Dunia, apabila pola ini tidak berubah, maka akan lebih banyak plastik daripada ikan di laut pada 2050.
Selain kehidupan di laut, kehidupan darat juga dapat dipengaruhi. Dampak dari pengelolaan sampah yang buruk sudah dirasakan akibatnya. Sudah saatnya semua pihak yang terkait bersama-sama untuk membicarakan hal ini dan melakukan aksi dan langkah antisipasi.
Dari 192 negara pesisir di dunia dilaporkan menghasilkan 275 juta ton sampah plastik. Hal ini berdasarkan data tahun 2010, Delapan juta ton-nya 'disumbangkan' ke lautan. Meningkatnya kadar limbah, diperkirakan akan ada lebih dari sembilan juta ton polusi plastik di lautan pada akhir 2015. Hal ini akan berdampak beberapa tahun limbah itu bisa membunuh burung laut, mamalia laut, penyu, dan mahkluk-makhluk lain dan ekosistem laut pun jelas-jelas akan dirusak.
Masalah sampah sangat relevan menjadi pembahasan bagi Indonesia. Karena, tahun lalu sudah diidentifikasi bahwa pencemaran laut terbesar kedua dari Indonesia dengan 1,3 juta plastik. Sebuah kajian Universitas Georgia yang dirilis tahun lalu menemukan lautan di Indonesia adalah perairan kedua di dunia yang menyimpan sampah plastik terbanyak. Ini tentu akibat produksi dan konsumsi plastik yang tinggi, serta minimnya upaya daur ulang. Kajian lain, yang dari lembaga Ocean Conservancy menemukan bahwa 28% ikan-ikan di Indonesia mengandung plastik.
Belumlah hilang dari ingatan kita, dampak buruk dari sampah yang terjadi di Bantar Gebang, Bekasi pada tanggal 21 Februari 2005. Akibat longsoran TPA di Leuwigajah Jawa Barat tersebut telah menelan ratusan korban meninggal dan 2 kampung adat hilang dari peta. Seperti diketahui, sebanyak 6.000 ton sampah dibuang setiap hari ke kota ini. Akibatnya, sejumlah penduduk yang tinggal di dekat tempat pembuangan menderita infeksi kulit, gangguan pernapasan dan sakit perut.